Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Ulasan Cerpen Rijsttafel Versus Entrecôte Karya Joss Wibisono

Tulisan ini pernah dibacakan pada acara Baca Buku Radio Taiwan International seksi bahasa Indonesia.

Rumah Tusuk Sate Di Amsterdam Selatan adalah sebuah judul buku dan juga judul dari cerita pendek (cerpen) yang ada di buku tersebut. Buku yang berisi lima judul cerpen ini dikarang oleh Joss Wibisono, seorang wartawan dan pelajar di Belanda. Beberapa buku telah ditulis, dicetak dan dipasarkan di Indonesia salah satunya Saling-Silang Indonesia Eropa.

Buku dengan kulit berwarna hitam putih dan bergambar dua orang Belanda yang sedang mencetak stensil, di bawahan-nya ada nama pengarangnya "Joss Wibisono". Buku ini cukup ringan karena menggunakan kertas jenis books paper. Isi halaman berjumlah 149 belum termasuk daftar isi dan yang lainnya. Dari ke-lima judul cerpen umumnya membahas percintaan, sosial, budaya, politik, LGBT, dan sejarah.

Hanya ada satu judul cerpen saja yang tidak mempunyai refrensi buku, hal ini mengungkap bahwa cerpen yang dikarang Pak Joss bukanlah cerpen yang seratus persen fiksi atau khayalan. Dengan apik setiap jalur cerita sangat mudah dipahami dan juga cukup membuat para pembaca bertambah pengetahuan-nya terutama cara memandang problem sosial budaya Indonesia dan sejarah. Pak Joss juga menyuguhkan menu yang berbeda untuk pembacanya dimana pembaca mungkin akan sedikit pusing saat membaca beberapa judul cerpen yang menggunakan sistem penulisan Soewandi (ejaan Soewandi) yang pernah populer saat masa pemerintahan Soekarno.

Dalam acara Baca Buku kali ini saya tidak mengulas semua judul cerpen yang ditulis oleh Pak Joss, melainkan hanya satu judul yang cukup menarik bagiku terlebih dengan isu terkini baik di Taiwan maupun Indonesia. Judul yang kupilih agak susah dibaca untuk lidah kita "Rijsttafel Versus Entrecôte" judul ini kalau diterjemahkan akan mengandung arti sajian makanan Indonesia versus steak daging mewah. Penasaran kan dengan isi ceritanya, yuk mari disimak dengan seksama!

Dikisahkan perempuan muda bernama Lieven yang sedang galau pada profesi seninya sebagai penyanyi opera di kalangan elit pada masa kolonial Belanda di Batavia (Jakarta), kegalauan bertambah saat dirinya dan Ratri (seorang pribumi) pulang kampung ke daerahnya. Setiap wanita yang sudah cukup dewasa terlebih sudah lulus Rechtshogeschool (sekolah hukum) akan didesak untuk segera menikah oleh orang tuanya, namun lelaki inlander mana yang mau menikah dengan perempuan meester in de rechten (sarjana hukum)?

Cerita meloncat jauh ke hotel termasyur Des Indes di Batavia dimana hotel tidak terlalu ramai pada kurun waktu cukup lama sekitar tahun 1939, hal ini disebabkan oleh adanya pelbagai penangkapan yang diberitakan di koran-koran. Hotel Des Indes dipilih Ratri dan Lieven untuk saling menguatkan ikatan cinta, terlebih pada janjinya yang ingin selalu bertemu dua pekan sekali. Pada kencan kali ini Ratri cukup diuji kerinduannya dimana ia harus menunggu di meja restauran hotel Des Indes, namun tak sampai air minumnya habis Lieven datang.

Pembicaraan bergulir dari masalah karir Lieven di opera hingga desakan orang tua Ratri yang menginginkan menantu. Percakapan ringan itu terhenti oleh tawaran jongos hotel yang menawarkan hidangan. Ratri memilih rijsttafel, sementara Lieven ingin memilih menu favoritnya entrecôte hanya saja pemilihan menu itu dibatalkan terlebih saat itu hotel memberikan penawaran istimewa alih-alih untuk mengundang banyak tamu yang datang. Di tengah percakapan mengenai hidangan khas inlander, rijsttafel dan hidangan Eropa entrecôte, Ratri menyinggung perihal sepinya pengunjung hotel.

"Apa benar karena rangkaian penangkapan yang disebut het zedenschandaal (skandal seks) itu? Aku dengar salah satunya tertangkap di sini".

"Kenapa baru sekarang pasal 292 wetboek van strafrecht (Kitab Undang-undang Hukum Pidana Hindia Belanda) diterapkan? Padahal pasal ini sudah ada sejak 1918. Itu banyak dipertanyakan teman-teman sekantor." Ratri memancing reaksi kekasihnya.

Percakapan bergulir dengan santai dari tema hukum ke makanan hingga akhirnya batang hidung pimpinan opera Lieven muncul dengan wanita pujaan-nya. Hotel yang sepi pengunjung dijadikan bahan unjuk cinta diantara Ratri dan Lieven dalam alunan dansa.

Pagi yang berisik dimana Ratri masih dalam pelukan tubuh Lieven yang masih terlelap. Sumber suara berisik bukan dari rumah ibadah tertentu atau sirine kota, melainkan dari lorong kamar sebelah. Awalnya serombongan orang berjalan disertai pertanyaan "Mana kamar nomor 259?" disertai ketukan pintu yang keras. Lieven yang tertidur terbangun sementara Ratri sudah menegankan baju kimono.

"Mijnheer Van Ginkel, inii polisi,kami minta pintu segera dibuka!" Suara itu terdengar oleh Lieven dan betapa terkejutnya ia dengan peristiwa yang dialami pagi ini.

"Pasti ini zedenschandaal!" Ratri meyakini hal ini.

Lieven segera usul untuk membuka kamar, terlihat olehnya Resident Van Ginkel dengan rambut acak-acakan sedang melangkah bersama polisi, sementara itu polisi lain masih bersama pria muda inlader. Rupanya orang nomor satu di Batavia sedang bersama pemuda inlader. Seorang polisi mengangguk kepada Ratri dan Lieven sambil mengucapkan selamat pagi lalu rombongan menghilang dari matanya.

Lieven dan Ratri masih tergangga ketika kembali masuk kamar. Di balik pintu mereka berpelukan. Tapi Lieven segera melepas rengkuhan Ratri, satu hal begitu mengusiknya.

Ada beberapa hal menarik yang ada dalam cerpen semi fiksi ini terlebih jika kita menggunakan pendekatan sosial, budaya, politik dan sebagai pembanding pada zaman sekarang baik di Taiwan maupun di Indonesia. Baiklah akan saya jabarkan pandangan saya pada hal menarik yang terdapat pada cerpen ini:

Isu LGBT yang ternyata tidak seimbang: pada cerpen ini ada hal menarik soal LGBT dimana pasangan gay mudah sekali ditangkap sementara untuk pasangan lesbian tidak. Apakah hal ini karena kecenderungan sifat perempuan yang feminine sehingga mudah saja perempuan lainnya saling menjamah, saling melihat ataupun menjalin hubungan intim, namun karena sifat tersebut lah karakter lesbian tidak terlihat sehingga apapun yang dilakukan sesama perempuan dianggap lumrah oleh masyarakat, sementara berbanding terbalik dengan pasangan gay.

Selain itu ada isu asusila atau mesum, dari cerpen ini ada seorang mahasiswa Universitas Airlangga yang mengangkat cerpen ini untuk skripsi-nya yang berjudul "Kekuasaan Terhadap Seksualitas Dalam Cerpen Rijsttafel Versus Entrecôte Karya Joss Wibisono" dalam skripsi menggunakan pendekatan juridico discursive milik filsuf Foucaulut yang digunakan untuk pembongkaran relasi negative penguasa terhadap homoseksual, pemaksaan terhadap homoseksual, dan pembuatan siklus aturan pelarangan homoseksual. Dari data skripsi tersebut dihasilkan bahwa kekuasaan atas seksualitas diatur oleh pemerintah kolonial melalui penanaman pada pandangan inferior yang pada nilai budaya bumiputra (inlander). Padahal sejak dulu (sebelum belanda menjajah) kaum homoseksual sudah menjadi hal lumrah di budaya Nusantara terbukti dengan adanya gemblak dan warok pada budaya reog Ponorogo, rogeng di Banyumas dan masih banyak lainnya tak terkecuali peran Semar yang dipercaya dewa yang seperti lelaki dan perempuan.

Dari rangkaian paragraf yang telah saya uraikan hanyalah sebatas pandangan dalam memandang sebuah karya sastra yang dibalut dengan sudut sosial budaya maupun hal lainnya yang sesuai dengan trend isu di Taiwan, terlebih Taiwan sedang asyik-asyiknya menikmati apa yang mereka sebut sebuah kebebasan baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d