Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak.
Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pernah membaca novel yang saru. Memang beberapa novel satu hingga empat paragraf ada yang berbau saru tapi hanya merupakan kejadian yang dibingkai secara halus oleh kata-kata hiperbola, personifikasi ataupun kalimat yang mutlak saru.
Apresiasi setinggi-tingginya pada sang penulis, Budi Sardjono yang telah mempersembahkan karya terbaik dalam bentuk novel yang langka. Jarang sekali novel yang membawa tema seksual, terlebih kamasutra atau pengajaran seks yang agung. Kalimat yang tersusun rapi dan tidak membosankan, gaya bahasa juga enak dibaca. Alur cerita sangat apik, sangat terkesima.Tidak ada penyesalan sedikit pun untuk membeli buku ini, jika ada versi atau volume kedua saya akan membelinya kembali.
Cerita novel ini bermula dari sebuah tradisi budaya keagamaan yang turun temurun dan dijalankan oleh masyarakat Temanggung - Jawa Tengah, latar belakang kejadian pada tahun saat ibu saya dilahirkan sekitar tahun 50-an (195x). Pada tahun 50-an ini saya pikir para bangsawan Jawa masih mengajar kuat terlebih dengan tradisi yang ada. Saya jadi teringat akan cerita-cerita yang pernah ayahku ceritakan dan juga pada kenyataan yang ada pada masyarakat, dimana masalah seksual cukup terbuka dan mendarah daging. Di kampungku ada beberapa orang (tetangga) yang saling bertukar pasangan hingga akhirnya melahirkan anak, walaupun melahirkan anak dari berbeda pejantan namun pernikahan mereka masih langgeng hingga sekarang.
Seks bagi kalangan muda dan belum beristri adalah magnet yang kuat, bukan hal yang aneh. Memang semua kodrat ilahi yang mesti diolah agar tatanan kehidupan menjadi baik dan teratur, bukan pada sebuah kesembarangan yang menjadi angkara murka dan terjadi huru-hara pada manusia. Seks bisa menjadi sebuah keagungan dan sebaliknya pada sebuah kehinaan yang menyenangkan. Kitab-kitab kuno dan ajaran agama pun tak lepas dari urusan seks, ajaran agama Islam pun ada bab fiqih tentang seks yang baik, begitu juga pada ajaran Hindu Buddha semisal ajaran kamasutra. Pada setiap budaya juga mempunyai ajaran seks yang berbeda, orang barat berbeda gaya dalam seni seksnya. Namun Indonesia sendiri ataupun kebudayaan Jawa mempunyai kedekatan khusus pada ajaran seks dari kamasutra. Beberapa buku kamasutra Jawa telah saya baca, memang ada sedikit perbedaan dengan kamasutra dari India.
Kita tahu bahwa Kamasutra adalah ajaran seks yang agung, ajaran dimana seseorang dengan aktivitas seksualnya membawa kepada kesejatian Tuhan. Penyatuan lingga dan yoni (vagina dan penis) adalah sebuah proses penyatuan penciptaan yang paling agung dari Tuhan, penciptaan manusia. Alam seisinya pun kalah dari ciptaan paling sempurna yakni manusia, manusia menjadi produk utama unggulan dari Tuhan, saking istimewanya Tuhan pun memberi kedaulatan penuh atas bumi dan seisinya untuk diolah oleh tangan manusia. Karena suatu proses yang agung, maka dari itu sebuah aktivitas seks harus dibawa dalam keadaan suci.
Kembali pada cerita: Bagus Sasongko seorang anak menak di Temanggung usai disunat (khitan) dititipkan pada Nyai Gowok dengan maksud sekolah seks. Dijelaskan bahwa di Temanggung ada tradisi untuk 'menyekolahkan' anak laki-laki selepas sunatan kepada seorang gowok (guru seks). Maksud utama dari penyekolahan ini bukan lain untuk menjadi lelanang ing jagad dalam arti lain pejantan tangguh, alias pria penguasa yang dikagumi oleh para wanita. Arti kagum ini bukan hanya soal seks semata, tapi juga pada sebuah penafkahan baik batin maupun nafkah lahir. Bagus Sasongko disekolahkan oleh ayahnya pada Nyi Lindri, seorang gowok terkenal di Temanggung.
Cerita berlanjut pada minggu-minggu dimana Bagus Sasongko sebagai murid Nyai Gowok dengan segudang pengalaman dan ilmu asmaragama, Bagus Sasongko yang masih polos mulai mengenal lekuk tubuh perempuan dan juga titik-titik sensitifnya. Bukan sekedar pengajaran asmaragama, ilmu praktek juga dilakukan oleh guru dan murid tersebut. Di novel ini disebutkan bahwa profesi gowok memang masih kurang lazim pada masyarakat, namun dengan adanya gowok membuat pria menjadi lelanang ing jagad yang bertanggung jawab pada istrinya. Gowok tidak bisa disamakan dengan pelacur, walaupun tubuh gowok dicicipi sang murid. Hal ini diterangkan dalam paragraf halaman 259.
Walaupun berisi ajaran asmaragama novel ini memunculkan tokoh antagonis, tokoh antagonis ini digambarkan sebagai lelaki yang menginginkan layanan seks secara bebas (bayaran) seperti membayar lonte dengan tujuan bersenang-senang dengan birahinya tanpa ada kesucian ataupun ketulusan dalam memuaskan birahi. Tokoh antagonis diperankan oleh Lurah Juwiring yang menginginkan tubuh Nyi Lindiri (Nyi Gowok), berbagai usaha dikeluarkan demi bisa menikmati birahi bersamanya mulai dengan mahar perhiasan emas, tumpangan oplet, hingga pada usaha pelet (guna-guna). Novel ini tidak melulu tentang ngewe, melainkan berisikan sejarah perkeretaapian di Temanggung, Magelang dan Ambarawa; kisah perjuangan pangeran Diponegoro berserta pengikutnya yang diangungkan oleh masyarakat sekitar.
Novel ini begitu kental akan tradisi Jawa baik berupa ramuan tradisional untuk birahi, pijatan, mantra-mantra, dan juga tembang tentang cinta yang menggiring pada keesaan Tuhan. Akhir cerita Bagus Sasongko berpisah dengan Nyi Gowok setelah waktu dan semua pelajaran asmaragama terselesaikan, Nyi Gowok sebagai gowok sejati harus mampu melepas Bagus Sasongko tanpa tangis ataupun rasa cinta karena tuntutan gowok harus menjalankan profesinya tanpa adanya cinta.
Novel ini memang bukan sekedar novel biasa yang mempunyai alur cerita, di novel ini Anda sekalian akan mendapatkan tips-tips seks yang baik menurut ajaran Jawa seperti titik-titik kelemahan seorang wanita, jamu atau makanan afrodisiak dan bentuk gaya dalam bercinta. Berikut yang saya temui.
1. Kopi Purwaceng sebelum tempur, purwaceng memang terkenal sebagai afrosdisik yang terkenal dari Jawa. Tanaman ini mampu memaju aliran darah hingga sampai ujung penis. Hal 80.
2. Jamu beras kencur, jahe, gula aren (madu) sebagai jamu kejantanan.
3. Gaya seks anjing (doggy style) dan gaya kuda.
4. Jamu telur mentah, merica bubuk dan madu hutan. Hal 139.
5. Untuk pria tua yang kehilangan gairah seksual bisa memakan satu siung bawang putih tiap sehabis sarapan ataupun malam hari, atau memakan daun kemangi mentah saat malam hari. Hal 149.
6. Mencium paha sebagai titik rangsang seksual. Hal 76.
7. Pengaturan nafas saat penetrasi dan memulai penasan saat seks berlangsung addah perlu dan sangat penting agar menjadi pembeda antara manusia dan hewan, hewan bercinta grasak-grusuk. Hal 213.
8. Bagian tubuh perempuan yang perlu dijamah dengan lembut saat proses bersetubuh. Hal 215-221.
9. Gaya seks seperti katak. Hal 254.
10. Sate torpedo kambing sebagai afrodisiak dan juga ramuan irisan cabe rawit, merica bubuk, dan daging kambing yang cocok sebagai afrodisiak untuk pria dan wanita. Hal 285.
11. Cara memperlakukan perempuan saat seks menurut ajaran Rahasya Sanggama (Kitab Asmaragama Bali) yakni dengan permainan jari, permainan lidah (oral), dan menggunakan alat kelamin. Hal 297.
12. Ramuan pembesar penis tradisional: minyak bulus, otak ayam dan madu. Hal 318.
13. Sikap perempuan yang harus menuruti suami dengan segala gaya seks yang dikehendaki dan juga tempat yang dikehendaki. Hal 321.
Dari sekian banyak pelajaran asmaragama sayang sekali tidak ada cara pengajaran untuk merawat penis, berhubung yang menjadi subjek di sini adalah pejantan. Jadi seharusnya ada penanganan khusus untuk penis, juga titik-titik sensitifnya pria sehingga ada timbal balik antara perempuan dan laki-laki. Karena timbal balik dengan titik sensitif tentu saja akan membakar gairah dari kedua manusia yang bercinta.
Judul: Nyai Gowok
Penulis: Budi Sardjono
Penyunting: Addin Negara
Tata Sampul: Ferdika
Cetakan: Pertama, Mei 2014
Penerbit: Diva Press
ISBN: 978-602-255-601-5
Komentar