Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Nama-nama Tai


Sega, beras yang ditanak

Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur!

Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/pohon padi sampai hasil akhir dan sebagainya. 

Beras, gabah yang sudah digiling/dihilangkan kulitnya

Damen = Batang pohon padi.

Pari = Bulir-bulir padi yang masih melekat di tangkainya.

Gabah = Bulir-bulir padi yang sudah terlepas dari tangkai ataupun pohonnya (sudah dipanen).

Kapak = Gabah yang tidak berisikan beras/isi.

Kawul = Gabah yang masih bercampur (belum dipisahkan) dengan Kapak.

Beras = Biji padi yang sudah lepas dari kulitnya.

Las = Biji padi yang masih bercampur dengan gabah karena penggilingan yang tidak sempurna.

Leri = Air hasil cucian beras biasanya berwarna putih susu.

Intip/Keron/Aron = Nasi yang gosong biasanya berada di bawah/dasar penanank nasi.

Kenul = Nasi empuk dari intip biasanya di posisi paling atas.

Menir = Beras yang hancur menjadi kecil-kecil karena penggilingan yang berlebihan. Beras tidak utuh satu biji.

Sego = Nasi, hasil menanak beras.

Upa = Satu biji Sego.

Aking = Nasi yang sudah basi.

Karak = Nasi 'aking' yang sudah dijemur.

Cengkaruk = Karak yang digoreng.

Brondong = Gabah yang terbakar/sangrai dan menjadi seperti pop corn.

Dhedhek = Kumpulan dari ampas/kulit ari beras.

Merang = cangkang/kulit dari bulir padi.

Dhedek, kumpulan kulit ari dari beras atau gabah

Dari sekian penjelasan dari sebuah beras hingga akhir sebuah proses mempunyai bahasa sendiri-sendiri tentunya bahasa Inggris tidak mempunyai kosakata demikian, mereka hanya menyebutnya sebagai rice saja ataupun dengan tambahan kosa kata lainnya. Sungguh kaya dan unik bukan?! Cukup membuat anda sekalian bangga kan?! Baiklah itu soal nama-nama yang terbentuk dari sebuah proses padi/nasi belum lagi yang lainnya. Yang jadi perhatian saya adalah nama-nama kotoran alias tai!! Tai juga punya nama bro!!! Bukan hanya 'tai' saja sebutannya! Jijik ya?! Sama saya juga jijik kalau dibayangkan lama-lama tapi ini ilmu pengetahuan loh jadi buang saja rasa itu! Buang seperti bayangan terhadap sang mantan ya!.

Jika Anda siap, saya akan absen satu persatu si tai itu! Selain diabsen saya juga akan jelaskan juga si tai itu bagaimana. Mulai muntah atau mulai meninggalkan artikel ini?! Okelah yang kuat 'iman' mari lanjutkan!.

Penyebutan tai atau nama tai dalam  bahasa Jawa itu terbentuk dari beberapa sebab, jadi tidak sembarangan kasih nama ya. Sebab nama-nama tai itu muncul berdasarkan hewan yang mengeluarkan kotoran dan bentuk tai tersebut. Eh.... dipikir-pikir sebutan tai memang jijik ya apa mesti saya ganti jadi kotoran saja ya?! biar tidak ada efek menjijikan yang dibayangkan oleh otak. Inilah kekuatan dari sebuah kosakata jadi harus mempunyai diski yang bagus. Saya ganti jadi kotoran sajalah untuk melancarkan daya khayal membuat artikel. Baiklah kita bahas bareng-bareng ya!.

Dari Sebuah Bentuk 

Kalau ditinjau dari sebab musabab sebuah bentuk dari kotoran biasanya itu hanya berlaku pada jenis keluarga aves alias unggas misalnya dari ayam, itik dan yang lainnya. Mari kita absen:

Tembelek = kotoran unggas dengan kosistensi normal.

Lancung = kotoran unggas biasanya pada ayam dengan konsistensi kental berwarna cokelat dengan bau yang luar biasa!!!.

Kerbau yang menghasilkan telepong

Dari Hewan Yang Mengeluarkan

Setiap hewan punya nama kotoran masing-masing jadi jangan sampai keliru dalam menyebutnya. Karena di Jawa hanya mempunyai hewan ternak tertentu jadi ada batasan nama kotoran jadi mungkin tidak ada nama kotoran gajah, unta, keledai, maupun kotoran hewan lainnya.

Telepong = sebutan untuk kotoran yang dikeluarkan oleh hewan sejenis sapi maupun kerbau. Kotoran ini biasanya berbentuk bubur dengan konsistensi lunak berwarna biru kehitam-hitaman.

Cemendil = kotoran yang berbentuk seperti bola kecil (sukro) biasanya berwarna hitam dengan konsistensi agak keras biasanya dikeluarkan oleh hewan seperti rusa, kambing, biri-biri, dan domba.

Tembelek = seperti penjelasan di atas bahwa nama kotoran ini spesifik pada hewan jenis unggas.

Kuda menghasilkan apa ya?

Sederet penjelasan di atas merupakan sebuah kekayaan bahasa yang dimiliki oleh bahasa Jawa. Berbanggalah kalian semua penutur bahasa Jawa. Bukan hanya bahasa Jawa saja melainkan adek atau keponakaannya bahasa Jawa yakni bahasa Sunda yang mirip sekali dengan bahasa Jawa. 

TAMBAHAN DARI NETIZEN:

The Ratt Pakk: "Kata orang tua saya, kotoran gajah itu sebutan dalam Bahasa Jawa-nya adalah "gempol". Entah karena bentuknya menggumpal dan gede-gede, entah bagaimana saya juga tidak tahu sejarah penyebutannya. :D Jadi kalau misalnya ketemu atau melihat kotoran gajah tergeletak di tengah jalan, jadi sebutannya kurang lebih "walah mbelek gempole gede-gede ning tengah dalan".

Gambar ilustrasi sengaja saya tampilkan tidak sesuai judul berhubung dengan estetika sebuah artikel umum (bukan jurnal ilmiah).

Komentar

Admin mengatakan…
Saya sempat tertarik untuk membuat artikel yang judulnya langsung menyuguhkan "tai/telek". Tapi setrlah saya membaca artikel ini, sepertinya saya perlu pertimbangkan lagi, mengingat pembaca adalah mereka dari srmua kalangan.

Terima kasih ilmunya mas, semoga tambah berkah
Waluyo Ibn Dischman mengatakan…
Terima kasih sudah mampir mas. Ya begitulah, pembaca dari semua kalangan.
ika mengatakan…
jadi kotoran kuda itu apa ya mas?
Waluyo Ibn Dischman mengatakan…
Wah aku juga masih bertanya tanya nih.
Unknown mengatakan…
💩🐐 = srintil
Unknown mengatakan…
Iyatah doy
Tokoumpan.com mengatakan…
mantap dah artikelnya kawan
Umpan Ikan Mas Harian mengatakan…
Terimakasih info dan pengetahuan nya gan,.
The Ratt Pakk mengatakan…
Kalau kata orang tua saya, kotoran gajah itu sebutan dalam Bahasa Jawa-nya adalah "gempol". Entah karena bentuknya menggumpal dan gede-gede, entah bagaimana saya juga tidak tahu sejarah penyebutannya. :D Jadi kalau misalnya ketemu atau melihat kotoran gajah tergeletak di tengah jalan, jadi sebutannya kurang lebih "walah mbelek gempole gede-gede ning tengah dalan".
Waluyo Ibn Dischman mengatakan…
Terima kasih mas, saya masukkan ke blog ya.
nugraharifqi mengatakan…
Mantul mas , nanti kapan kapan nanjk lagi Yoo :v
Anonim mengatakan…
Nama kotoran kucing apa ya??

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...