Lanskap di sekitaran Purwadadi |
Mengayuh sepeda bukan saja sebagai bentuk olahraga saja, melainkan juga sebagai sebuah kegiatan rekreasi alias kegiatan menghibur diri. Bisa disebutkan sebagai kegiatan rekreasi karena efek yang ditimbulkan dari kegiatan ini adalah sebuah kesenangan. Bagi orang yang selalu menggunakan sepeda motor ataupun mobil, mungkin saat menggunakan sepeda akan merasakan sensasi kesenangan yang luar biasa, terlebih untuk orang yang pertama bisa naik sepeda! Sesuatu yang sangat indah pastinya.
Efek kesenangan itu menjadi bahan untuk mengisi waktu di akhir pekanku yang selama ini sibuk menjadi kuli bangunan tanpa dibayar. Lelah dan penat, rasanya ingin membuang semua ke dalam suatu tempat yang baru dan indah. Membuang penat tentunya memerlukan usaha maupun uang yang cukup, untuk merealisasikan tanpa mengeluarkan uang banyak, bersepeda adalah solusinya.
Riwayat perjalanan yang direkam oleh Google Map |
Minggu pagi, kabut tipis masih menyelimuti bumi pertiwi. Sebagian orang enggan untuk melepaskan hangatnya kasur dan selimut. Tergugah karena ingin membuang penat, saya bangun lebih awal untuk merealisasikan rencana itu. Awalnya agak bingung mau kemana lagi, hampir semua mata angin sudah dikunjungi. Ke selatan terlalu jauh untuk menemukan 'permata indah' ke utara sudah terlalu bosan. Sepintas ada keinginan untuk mencapai tempat yang cukup terkenal di wilayah perbatasan provinsi. Bendungan Menganti, ya bendungan yang masih menjadi primadona masyarakat perbatasan sebagai tempat meluapkan rasa jenuh ataupun sekedar memadu cinta.
Sebuah Gereja yang saya ambil fotonya untuk diunggah Di Google Map |
Bendungan Menganti terletak persis di dua sempadan provinsi Jawa Barat yang masuk ke dalam wilayah administrasi kecamatan Lakbok, Ciamis dan di ujung timur sempadan provinsi Jawa Tengah yang dimiliki oleh kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap. Sebuah bendungan yang difungsikan untuk irigasi di dua wilayah ini. Bendungan Menganti merupakan bendungan terbesar di wilayah irigasi sungai Citandui, sungai terpanjang dan terbesar di wilayah Priangan Timur. Citandui mempunyai kepala di ujung utara kabupaten Tasikmalaya dan berekor di Samudra Hindia tepatnya di wilayahnya perbatasan provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lebih spesifiknya di wilayah kecamatan Kalipucang kabupaten Pangandaran dan kecamatan Kampung Nelayan kabupaten Cilacap.
Bendungan Menganti sendiri bercat biru yang melambangkan kesejahteraan warga. Semua sisi bendungan mempunyai keindahan tersendiri, wajar saja masyarakat sekitar membuang kejenuhan di sini. Jarak rumah saya dengan bendungan Menganti cukup jauh sekitar 31 Km melalui jalur Banjarsari - Purwadadi, 37 Km melalui jalur kebun karet Batulawang - Langensari - Sidaharja dan 42 Km dengan jalur Pamarican - Binangun - Banjar - Doboku - Langensari - Sidaharja. Saya sendiri saat itu memilih jalur kebun karet Batulawang - Langensari - Sidaharja, jalur ini bagi saya tidak terlalu berat dan mempunyai kualitas jalan yang cukup bagus. Saya sendiri tidak mengambil jalur Banjarsari - Purwadadi karena di blok Ciawitali jalan rusak berat!
Kondisi jalan Langensari - Menganti |
Tidak mengajak siapa-siapa! Saya tidak mau riweuh oleh orang lain, cukup perjalanan ini untuk membuang kepenatan. Berharap sih ketemu temen baru di jalan. Mengayuh sendiri dengan alunan lagu electronic dance milik siapa lagi idola saya Jess Glyne dan Clean Bandit, musik mereka membakar semangat jadi sangat wajib bagi saya untuk memutar lagu-lagu dari mereka. Biarpun dianggap gila dan norak karena nyanyi-nyanyi saat bersepeda tapi inilah semangat utama!!
Jalur kebun karet Batulawang sampai dengan Puloerang mempunyai tipe pegunungan dengan banyak tanjakan dan belokan. Cukup membuat keringat terperas satu ember!!! Tanjakan utama hanya di wilayah desa Batulawang saja selebihnya kebanyakan turunan dan belokan yang curam. Kualitas jalan dari jalur desa Batulawang hingga Langensari boleh dikata sangat bagus, tanpa ada lubang. Selama perjalanan saya sempatkan untuk memotret bangunan penting seperti masjid, sekolah, gereja dan bangunan publik lainnya. Foto-foto tersebut saya gunakan sebagai konstribusi Google Map. Memang seperti kurang kerjaan tapi bagi saya hal menarik terlebih dengan foto yang saya unggah ke Google Map akan membantu orang banyak.
Kekuatan prima membuat saya tidak ingin berhenti terlalu lama di suatu tempat, mohon jangan ditiru. Ini merupakan kesalahan dan kekonyolan saya. Jalur lurus dengan berbagai jenis kualitas jalan dimulai dari pertigaan Polsek Langensari hingga Bendungan Menganti. Kualitas jalan bagus hanya di wilayah Kota Banjar saja dan berujung pada perbatasan dengan wilayah kecamatan Lakbok, kabupaten Ciamis. Di jalan yang dinamai jalan pengairan kualitas jalan sangat jelek, banyak sekali lubang. Lubang-lubang di jalan sangatlah berbahaya terlebih lagi saat musim hujan. Banyak orang akan terjatuh karena lubang-lubang di jalan. Jalan lurus dan datar seharusnya mempercepat waktu tempuh namun karena kualitas jalan yang jelek maka jarak tempuh berkurang banyak.
Sebuah masjid megah sebelum bendungan Menganti |
Mendekati jam setengah sepuluh pagi jarak tempuh saya sudah lebih dari 40 Km artinya 2 Km lagi sampai ke Bendungan Menganti. Horai!!!
Terik matahari terasa panas dan pedas! Kulit berubah menjadi cokelat tua, masalah warna kulit tidak saya khawatirkan tapi kulit terbakar adalah hal yang saya takuti. Pernah suatu kali kulit terbakar akibat terlalu lama terpapar sinar matahari, kulitku terbakar di punggung dan lengan. Melepuh dan panas dan sembuh dalam waktu 2 minggu, sungguh menyiksa!. Langit biru menyambut kedatangan saya di bendungan megah warna biru itu. Rasanya tamat sudah menyelesaikan target pencapaian bersepeda. Fuh......
Sebuah truck melintas jembatan bendungan Menganti |
Peluh bercucuran tanpa henti kadang terkena mata, terasa perih menyisit lapisan tipis mata. Tegukan segarnya air mengurangi lelah yang ada. Lelah ada tapi penat hilag! Puji Tuhan!. Hanya dua puluh menit saja saya menghabiskan waktu di bendungan. Tak banyak kegiatan yang saya lakukan hanya merekam video dan memotret sisi dari lanskap bendungan.
Entah apa membuat saya enggan berlama-lama untuk menghabiskan waktu di sana. Pedal dikayuh dengan kekuatan yang sedikit berkurang, lemas memang tapi semangat masih ada!. Pikiran dalam otak berkata "pilih jalan yang berbeda, jangan pakai jalan yang tadi". Ucapan otak tadi diaminkan oleh tindakan kelompok tubuh yang lainnya. Kaki mengayuh cukup semangat karena sapuan angin segar berbau dedaunan mahagoni. Meluncur ke arah timur dan berbelok ke barat dan berbelok ke arah selatan menuju jalur Menganti - Padaherang.
Bendung Menganti sisi Jawa Barat |
Jalur Menganti - Padaherang boleh dibilang sangat lurus dan datar dengan kondisi jalan bervariasi. Dari Menganti sampai perbatasan Kabupaten Pangandaran dan Ciamis tepatnya di jembatan Sidarahayu jalan masih bagus tanpa lubang namun kondisi jalan berbeda selepas menyebrangi jembatan. Jalan menjadi rusak parah dengan banyaknya lubang. Sekali saja saya terjatuh karena masuk lubang cukup dalam. Rasanya pengin ketawa tapi sakit ternyata!.
Jalur pulang saya menggunakan jalur memutar jauh ke wilayah kecamatan Mangunjaya, kabupaten Pangandaran berlanjut ke Banjarsari. Sebenarnya lebih dekat dengan jalur Ciawitali - Banjarsari namun kondisi jalan rusak parah membuat saya ingin mengayuh ke jalan lainnya, itung-itung pengalaman. Awalnya sih jalan bagus di wilayah Purwadadi tapi setelah masuk wilayah Mangunjaya hampir 60-70% jalan rusak berat juga. Menyesal?! Tidak juga karena tujuan awal ya tadi, pengalaman.
Kondisi jalan menjelang perbatasan Purwadadi, Ciamis dengan Mangunjaya, Pangandaran |
Malang katanya tidak bisa ditolak! Saya pun tidak bisa menolak hal itu. Kecelakan terjadi di wilayah Mangunjaya tepatnya di depan masjid Ar Rahman desa Sukamaju, Mangunjaya. Saya tertabrak sepeda motor yang dikemudikan oleh ibu-ibu! Brak!!! Terjatuh tapi berdiri. Tidak ada luka maupun hal parah lainnya begitupun dengan orang yang menabrak saya. Dia dan motornya baik-baik saja. Syukur alhamdulillah. Mungkin kalian berpikir bahwa ibu-ibu itu yang salah, ternyata pikiran anda salah. Saya mengakui salah kepada ibu-ibu tersebut karena berkendara dengan bermain telpon genggam (memotret masjid), permohonan maaf saya diterima dan dengan pesan yang mendalam saya resapi dan laksanakan untuk tidak memegang/bermain telpon genggam saat berkendara. Cerita lebih jelasnya seperti ini: saat hendak memotret masjid dengan telpon genggam, saya juga mendengarkan musik dari earphone. Kabel earphones ternyata nyangkut ke stang sepeda hingga menyebabkan sepeda berbelok ke kanan, sementara dari belakang ada pengendara motor dengan kecepatan rendah mutlak menabrak saya. Pesan saya kepada anda sekalian jangan pernah bermain/menggunakan telpon genggam saat berkendara, jika ada panggilan telpon maupun hal lainnya yang mengharuskan melihat telpon genggam maka berhentilah!
Di sinilah saya tabrakan |
Dampak pskologis sangat terasa sepanjang jalan, rasa tidak percaya maupun ketakutan akan terulang kembali ada dalam otak. Takut juga sama mati! Hehehehe. Puji Tuhan saya masih diberikan keselamatan tak kurang apapun. Kerugian hanyalah veleg sepeda yang penyok, sekilas memang tidak tampak, tapi saat ban berputar maka tampak jelas ban berputar tidak simetris.
Dampak pskologis masih berlanjut sampai 20 menitan, saya pikir mesti istirahat di warung untuk sekedar menenangkan diri dan mengisi 'bahan bakar'. Akhirnya saya berhenti untuk menenangkan diri dan menyeruput segarnya air kelapa muda di sebuah warung di kecamatan Padaherang. Sambil menikmati kelapa muda dengan harga Rp 5000 satu buah kelapa tanpa campuran apa-apa, rasanya segar!!. Terima kasih Tuhan.
Akhirnya sampai juga di jalan nasional nomor 18 yang menghubungkan Pangandaran - Banjar, itu artinya kemudahan dan jarak yang sudah dekat dengan rumah. Kalau dihitung berdasarkan Google Map jarak rumah dengan lokasi warung kelapa muda sekitar 25 Km, cukup jauh sih. Banyak pesepeda lain yang berjalan ke arah Banjar, ya mereka sedang dalam perjalanan pulang selepas menginap di Pantai Pangandaran, maklumlah libur panjang selepas Nyepi. Jalan nasional yang biasanya sepi sekarang penuh oleh kendaraan roda empat termasuk bis pariwisata yang besar-besar dari luar kota dan provinsi. Dampak pskologis kecelakaan membayangi lagi karena banyaknya bis. Ya Allah, Gustiku yang maha agung berikanlah keselamatan.
Pesepeda asal Ciamis mencurigai kondisi sepeda yang saya pakai. Dia bertanya langsung "kenapa sepedanya dek? Kok ban semua ogleg/berjalan tidak simetris?" Saya jawab "habis tabrakan, Pak". Dia hanya terdiam tanpa kalimat balasan. Semakin jauh dia meninggalkan saya, sementara saya masih dalam kayuhan sedang.
Mie ayam kari |
Perut rasanya lapar sekali, maklumlah belum sarapan apa-apa sejak pagi. Ingat pesan teman main sepeda bahwa ada mie ayam enak di depan balai desa Ciherang, Banjarsari. Dengan niat mencicipi mie ayam itu, saya tahan lapar hingga sampai pada lokasi. Syukur alhamdulillah saat itu warung mie ayam buka. Satu mangkuk mie ayam rasa kari saya lahap tanpa sisa kuahnya. Bagi saya ini mie ayam istimewa karena punya karakter rasa yang unik! Harganya pun tidak bohong untuk satu porsi saja Rp 10.000, pada umumnya mie ayam berharga sekitar Rp 7000-8000 saja. Walaupun mahal, rasa lebih utama daripada kenyang dengan rasa yang mengecewakan.
Malang kembali menjumpai saat memasuki wilayah Kertahayu. Otot paha kanan keram, sehingga daging seperti tersedot ke dalam. Saya pikir bukan masalah serius, saya hanya memerlukan istirahat cukup banyak untuk memberikan 'nafas' pada otot saya yang sudah terlalu capek/lelah. Lima belas menit otot kembali pulih namun masih sedikit nyeri, saya pikir masih bisa dibawa mengayuh dengan tenaga yang ringan sampai sedang. Puji Tuhan sampai rumah tidak ada masalah lagi, hanya nyeri pada otot dan sendi-sendi saja.
Otot paha yang sedang keram |
Berkali-kali saya harus mengucapkan terima kasih kepada Tuhan yang selalu menyayangi saya, berkatNya saya selamat sampai di rumah. Tak lupa selepas mandi, peribadatan untuk memujaNya saya lakukan.
Perjalanan ini menghabiskan waktu sekitar 7 jam saja. Dimulai dari tepat jam 6 pagi dan berakhir sampai di depan rumah jam 12:20. Uang yang dikeluarkan Rp 15.000 (Rp 5000 untuk satu kelapa muda dan Rp 10.000 untuk makan mie ayam). Selama perjalanan hanya minum air putih yang dibawa sekitar 700-800 ml.
Pose di Bendungan Menganti |
Komentar