Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Pernah Ke Surabaya

Lanskap Kota Surabaya 

Kereta Pasundan

Moda transportasi termurah dan tercepat untuk ke Surabaya adalah kereta api jenis ekonomi. Hanya dalam waktu tempuh 10 jam dari stasiun Banjar sudah sampai ke stasiun Gubeng Surabaya. Jangan khawatir, Surabaya memang jauh tapi dengan kereta ongkos yang tinggi jadi lebih ekonomis, sekali jalan dengan jenis kereta ekonomi Pasundan hanya Rp 94.000. Murah bukan?! Kalau mau yang sedikit mewah bisa menggunakan kereta Argowilis, Turangga dan Mutiara Selatan dengan kisaran harga  Rp 260.000 - 460.000. Tinggal pilih saja.
Kereta Pasundan merupakan satu-satunya kereta ekonomi jarak jauh yang menghubungkan stasiun Kiaracondong, Bandung dengan stasiun Surabaya Gubeng melalui jalur selatan. Jadi tidak ada kereta ekonomi lainnya yang menuju Surabaya. Saya sendiri lebih memilih kereta api daripada bus, dipilih dari kenyamanan, kecepatan dan tentunya bisa boker di atas kereta. Coba bayangkan kalau pengin biker saat naik bis sementara bis belum memasuki tempat peristirahatan?! Bisa-bisa dikecam penumpang lainnya. 

Lajur Kereta Di Stasiun Gubeng Surabaya

Berangkat dari stasiun terdekat, Banjar menuju Surabaya untuk sebuah undangan istimewa dari teman. Undangan ini bukan undangan seperti biasanya melainkan undangan plesiran. Keren kan undangan tapi plesiran. Bermodal uang yang ada di saku, saya memberanikan diri untuk berangkat. Cara memangkas pengeluaran adalah dengan menggunakan kereta ekonomi. Uang saku hanya Rp 500.000 coba bayangkan kalau pake kereta Turangga ataupun Argo Wilis walah...walah... hanya untuk berangkat saja, pulang jalan kaki. Jam sepuluh pagi kereta Pasundan sudah siap membawa penumpang dari Banjar. Tiupan terompet horn khas kereta api memulai perjalanan ke timur menuju Surabaya. 

Boleh dibilang tahun 2016, stasiun Surabaya Gubeng selalu menjadi tujuan saya. Kurang lebih 4 kali ke stasiun Gubeng untuk pergi ke Bali maupun ke Surabaya untuk sebuah plesiran belaka. Mohon maaf saya bukan orang Kaya yang hambur-hambur uang, tapi saya orang miskin yang ingin plesiran saja. Jangan dijadikan bahan perundungan untuk saya!. 

Kali Mas Malam Hari

Senyum selamat datang terlontar dari kawan yang menjemput saya di bibir stasiun Gubeng. "Selamat datang di Surabaya bro!" Tuturnya. Sumringah rasanya. Hujan turun di hampir seluruh Surabaya saat itu, perjalanan ke rumah teman terhambat beberapa jam, menunggu hujan.

Madura

Pagi, badan terasa sakit karena perjalanan jauh tapi apa daya semangat plesiran masih membara! Sesuai 'jamuan' undangan, saya dibawa ke Madura! Keren kan?! Untuk pertama kalinya saya akan mengunjugi pulau Madura yang terkenal sebagai tanah orang perantau. 

Bentangan Jembatan Suramadu

Kekaguman saya akan Surabaya dimulai saat perjalanan menuju Madura. Surabaya tak kalah sibuk dengan Jakarta, tapi saya pikir Surabaya lebih baik dari Jakarta dari segi tata kota, kebersihan, ketertiban dan yang lainnya. Roda motor matik meluncur cepat, gas diputar maksimal sampai ke ujung tanah Surabaya, melewati jembatan laut dan sampailah di pulau garam, Madura.

Sewaktu SD (Sekolah Dasar) dalam pelajaran IPS menyebutnya bahwa pulau Madura adalah penghasil garam terbesar di Indonesia. Sekali lagi terkejut karena sampai sana tidak ada ladang garam, tapi tidak mungkin pelajaran IPS itu bohong, saya percaya di sisi Madura lainnya yang penghasil garam. Madura luas bro!!! 

Bukit Jaddih

Pertama dikunjungi untuk wilayah pulau Madura adalah bukit Jaddih yang eksis Di Instagram, bukit kapur ini merupakan tambang kapur yang masih aktif. Beberapa truk pengangkut batu kapur lalu lalang, sedikit banyak pengunjung dari Surabaya, Malang dan wilayah lainnya berkunjung ke sini. Bukan hanya Bukit kapur saja yang ada tapi ada kolam renang, kolam biru bening, dan gua. Memasuki wilayah ini ditarif Rp 5000 saja. Tidak Ada transportasi umum yang menghubungkan tempat wisata ini, boleh sebagai alternative dengan cara sewa motor maupun ojek.
Mercusuar Bangkalan dan Icip kuliner bebek Madura, dua tambahan plesiran yang cukup membuat saya puas, terlebih makan makanan khas Madura yang sedari dulu digandrungi. Ada hal yang menarik di sepanjang jalan menuju mercusuar yakni aktivitas nelayan maupun pekerja yang membongkar besi tua sebuah kapal besar. Ya orang-orang paham usaha umunya orang Madura tapi di tempat asalnya inilah lebih mengangumkan. Bayangkan kapal besar dipreteli satu persatu.

Kenjeran, Pesisir Surabaya

Kalau tidak salah menjelang sore hari, saya dan Feri ke salah satu tempat terkenal di Surabaya yakni Pantai Ria Kenjeran, dimana di pinggir pantai merupakan taman yang sangat luas, mulai dari vihara besar, patung Buddha empat wajah, klenteng Dewi Kwan In, pagoda surga ala Tionghoa dan yang lainnya. Masuk resort ini dikenai biaya sekitar Rp 15.000 berserta parkir. 

Dewi Kwan In

Kenjeran Park sepertinya sepi pengunjung dan perawatan yang sangat kurang. Jujur saja saya merasa kecewa saat pergi ke pagoda surga atau Tian-tian yang mirip di Tiongkok, banyak sekali kotoran sapi di lantai depan, memang sat itu juga sapi berkeliaran di sana. Selain soal kotoran sapi, bangunan sekitarnya juga mulai karatan. Entahlah karena apa apa taman ini tidak terurus dengan baik. Berjalan ke sisi lainnya seperti ke patung Buddha empat wajah yang mirip sekali di Thailand dan juga vihara Dewi Kwan In Di bibir pantai. 

Pagoda Surga Tian-tian

Hutan bakau tampak asri itu begitu mempesona terutama saat burung bangau berterbangan di dahan maupun di sekitar hutan bakau. Tempat ini juga menyediakan aneka kuliner enak. Harga lumayan buat kantong juga. Tapi tanyakan saja ke setiap warung untuk kehalalan makanan tersebut, petugas warung akan jawab dengan jujur. 

Surabaya Woow

Terlepas dari Kenjeran Park berlanjut kembali ke titik wisata yang tak kalah menarik yakni jembatan Suroboyo. Jembatan ini sebagai jalan alternative untuk menghindari kemacetan. Jembatan ini hanya sejalur saja (one way). Saat petang hari jembatan akan bertabur warna indah dari lampu-lampu yang menempel di jembatan. Sangat indah!!

Jembatan Suroboyo Malam Hari

Jembatan pinggir pantai ini begitu mempesona setiap orang yang lewat, tak jarang pemuda nongkrong atau sekedar menikmati suasana saja, karena merupakan jembatan jadi tidak boleh kendaraan berhenti ataupun parkir di atas jembatan. Setiap beberpa menit Satpol PP akan menertibkan para pengunjung jembatan untuk segera menyingkir dari jembatan. Saya sendiri sempat menikmati keindahan di tengah jembatan ini selama 20-30 menit. Dari jembatan ini juga perahu-perahu nelayan nampak begitu indah, kelap-kelip seperti bintang, di sisi barat daya terlihat bentangan jembatan Suramadu. 

Di Tengah Jembatan

'Hayati, lelah Bang'  Seperti itu juga tubuh saya saat itu. Capek! Mari tidur untuk isi energi untuk esok hari!

Surabaya Hari Terakhir 

Hari terakhir saya manfaatkan untuk keliling kota alias city tour saja. Tempat pertama yang saya kunjungi adalah Kebun Binatang Surabaya yang waktu lalu terkenal karena berita cukup buruk akan pengelolaan hewan peliharaannya. Baru sadar bahwa ikon atau landmark Kota Surabaya yakni sebuah patung pertarungan buaya dan you, berlokasi tepat di depan pintu masuk Kebun Binatang Surabaya. Jelas dong saya manfaatkan untuk swafoto.

Kandang Kambing Gunung

Kebun Binatang Surabaya cukup luas dengan koleksi hewan yang cukup banyak. Dalam sejarah hidup saya baru dua tempat saja mengunjugi kebun binatang yakni Kebun Binatang Ragunan di Jakarta dan Kebun Binatang Surabaya. Untuk memasuki kebun binatang dikenai tiket berupa gelang seharga Rp 15.000 saja. Cukup mahal sedikit sih tapi lumayan dapat ilmu pengetahuan tentang hewan dari seluruh dunia.

Pelikan Di KBS

Ada beberapa hewan yang saya baru lihat yakni kambing gunung asal pegunungan Himalaya yang suka memanjat. Kebun Binatang Surabaya atau juga disingkat KBS mempunyai luas 15 hektar dan pernah menjadi kebun binatang yang diakui dunia sebagai terluas dan terlengkap koleksi hewannya di wilayah Asia Tenggara. KBS didirikan oleh H.F.K Kommer, seorang jurnalis berkebangsaan Hindia-Belnda. Walaupun Kommer seorang jurnalis tapi mempunyai kecintaan dan hobi mengoleksi hewan, atas usulnya jadilah Kebun Binatang Surabaya.

Solat jumat berakhir, saya pun keluar dari Kebun Binatang Surabaya untuk solat duhur di sekitar taman Bungkul. Taman ini merupakan salah satu taman terbaik di Surabaya. Selain taman ternyata taman ini adalah komplek pemakaman seorang sunan yakni sunan Bungkul yang masih family dari salah satu Wali Songo. Perut meminta untuk diisi, akhirnya kami berpindah tempat ke pasar tradisional, saya lupa namanya tapi saya ingat lokasinya berhadapan langsung dengan sebuah mall ataupun swalayan besar.

Makanan khas Surabaya

Hilang ingatan seperti di sinetron!!! Maafkan saya lupa nama makanan yang saya beli di pasar tradisional itu, tapi jujur makanan itu enak sekali berupa mie koyor, saya sih menyebutnya seperti itu untuk jenis mie berwarna kuning agak besar. Mie koyor itu diberi bumbu tertentu dan dicampur dengan irisan daging sapi. Setelah makan mie itu, saya mencoba memakan es serut dengan berbagai campuran seperti roti tawar, sirup marjan, kolang-kaling, dan rumput laut. Terasa segar! 

Bahan Es Serut

Dari pasar tradisional  kini saya menjajal kehidupan para borjuis yakni mengunjugi Salah satu mall terbaik dan terbesar di Surabaya yakni Tunjungan Plaza. Mall tertua di Surabaya katanya, walaupun tertua tapi segi fasilitas, kebersihan, dan yang lainnya tak kalah apik dan modern dengan mall lainnya. Ingat saya hanya menjajal saja ya!!! Window Shopping kata orang sana. Ada yang menarik di luar mall ini yakni beberapa bangunan peninggalan kolonial yang masih terawat dan digunakan juga seperti Hotel Merdeka, Museum Surabaya dan bangunan khas indisch lainnya.

Jembatan Kali Mas

Hari Terakhir mesti dimaksimalkan walaupun badan cukup capek. Malam-malam saya pun berkeliling kota kembali dan mengunjugi beberpa titik menarik diantaranya taman skateboard, pinggir sungai Kali Mas yang merupakan anak sungai Brantas dari Mojokerto. Di malam hari sungai ini penuh dengan aktivitas berupa perahu dayung. Keindahan sungai ini membuat khayalan saya pergi ke Amsterdam ataupun kota-kota di Eropa sana. Bersih dan cantik!. 

Titik selanjutnya adalah Kantor Walikota Surabaya. Wah... Baru Kali ini menyaksikan Kantor walikota yang penuh oleh kegiatan dan dijadikan pusat hiburan masyarakat. Di kantor bu Risma ini, banyak siswa yang melakukan latihan gerak jalan, latihan drama sampai anak-anak yang bermain air yang muncrat dari lantai di sekitar taman walikota. Tidak ada kesemrawutan di wilayah ini, sangat tertib sekali. Para penjual jajanan pun punya area tersendiri. Sampah-sampah tersimpan di tempatnya tak berceceran di mana-mana. 

Keceriaan Anak-anak Di Depan Balaikota Surabaya

Ada kejadian lucu terjadi di depan Balai Kota dimana seorang perempuan memakai topi yang persis dengan punyaku. Agak malu sih tapi daripada malu-malu gak jelas, saya ajak foto sekalian. Sempat kenalan dan bertukar akun Instagram juga. 

Sebuah Lagu Di Stasiun Gubeng

Tidak terlalu pagi bahkan sedikit mepet dengan jadwal keberangakatan kereta, saya diantarkan ke stasiun Surabaya Gubeng. Terima kasih tak terhingga untuk Feri dan keluarga yang telah menjamu saya dengan baik. 

Ketemu Topi Yang Sama

Stasiun Surabaya Gubeng merupakan stasiun favorite saya karena mengadakan music life. Di ruang tunggu seorang perempuan memainkan piano dan bernyanyi dengan suara indah. Lagu-lagu pilihannya pun cukup bagus seperti lagu dari Ebiet G Ade dan penyanyi baru lainnya. Saya juga sempat menirukannya tentunya sang penyanyi mengetahui bahwa saya menikmatinya. Dia mengajak saya untuk bernyanyi bersama. Aduh malu saya!!!. 

Pengumuman untuk semua penumpang kereta api Pasundan agar segera memasuki peron berulang kali diumumkan oleh petugas. Dengan hati sedih, sampai jumpa lagi Surabaya.

Balaikota Surabaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...