Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Kantong-kantong Jawa Di Pamarican

Makanan Khas Jawa

Perbatasan. Apa yang ada dalam benak anda saat mendengar atau membaca sebuah kata 'Perbatasan'? Pastinya akan terlintas sebuah campuran, sebuah keindahan, sebuah multikulture dan hal lainnya yang merupakan gabungan dari dua atau tiga hal. Indonesia yang sangat luas yang terdiri dari berbagai suku, budaya dan agama. Setiap pulau mempunyai budaya masing-masing dan suku masing-masing tapi tidak semua pulau memiliki satu kebudayaan atau bahasa saja melainkan banyak sekali. Pulau Jawa saja memiliki beberapa suku diantaranya Jawa, Madura, Sunda, dan Betawi. Tentunya setiap suku budaya memiliki wilayah pengaruh misalnya saja di tempat saya Pamarican, walaupun masih masuk kedalam wilayah administrasi Ciamis, Jawa Barat yang mayoritas bersuku Sunda namun cukup banyak masyarakat suku Jawa yang hidup dan tinggal di sini. Pamarican termasuk dalam katagori wilayah perbatasan walaupun mempunyai jarak 31 Km dari perbatasan provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Katagori wilayah perbatasan menurut saya pribadi karena berhubung jarak yang tidak terlalu jauh, terjadinya akulturasi dua budaya dan kehidupan multikultur yang ada sejak lama.  

Kemajemukan di Pamarican sudah berlangsung lama, dimana pertama sekali orang Jawa berpindah ke Jawa Barat karena untuk mencari nafkah, paksaan pemerintah kolonial maupun karena suatu perkawinan. Semua proses tersebut berjalan dengan damai dan saling mengisi. Sebuah masyarakat yang berbeda etnis/suku yang hidup di suatu tempat (bukan tempat asli) akan membangun sebuah komunitas bersama dalam sebuah tempat atau boleh dikatakan hidup berkelompok sesuai dengan kelompoknuanya sendiri, tapi ada juga yang hidup tidak berkelompok. Di Pamarican sendiri terdapat banyak sekali desa-desa yang mempunyai 'kantong' komunitas Jawa, beberapa komunitas Jawa diantaranya:

Pamarican

Nama kecamatan sekaligus nama desa, Pamarican yang mayoritas penduduknya bersuku Sunda juga mempunyai kantong komunitas Jawa khususnya di wilayah/dusun Karangcengek. Dusun Karangcengek berbatasan dengan dusun Kubangpari, dan Kertajaya yang mayoritas bersuku Jawa. Boleh dikatakan kantong Jawa yang cukup besar jika digabungkan dengan Kubangpari, Blok Asem dan Karangcengek. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat adalah Bahasa Jawa Banyumasan. Berdasarkan informasi dari para orang tua/leluhur saya sendiri kebanyakan orang Jawa yang tinggal di wilayah Karangcengek, Kubangpari dan Blok Asem berasal dari wilayah Banyumasan dan Kebumen, sangat wajar jika keturunan mereka di Jawa Barat mewarisi Bahasa dan budaya Banyumasan.

A: Kubangpari & Karangcengek; B: Bugel; C: Kubangbogo & Kubangcalincing; D: Ciakar & Cigintung

Beberapa tempat di Karangcengek yang berbatasan/bergaul langsung atau bisa dikata jawanya luntur wilayah Bugel. Dahulu Bugel merupakan wilayah yang diduduki orang Jawa namun sekarang banyak orang menikah dengan orang Sunda dan lain hal maka komunitas Jawa mulai surut. Beberapa orang tua di wilayah Bugel masih menggunakan Bahasa Jawa namun dengan aksen Sunda.

Bangunsari

Merupakan desa asal saya, Bangunsari mempunyai kantong komunitas Jawa utama diantaranya wilayah Kubangpari, seperti diceritakan sebelumnya bahwa Kubangpari dan Karangcengek merupakan komunitas Jawa yang cukup besar. Wilayah Kubangpari sendiri mempunyai sub wilayah yang mempunyai komunitas Jawa misalnya Karangsari dan Blok Sumber. 

Beberapa titik yang mempunyai komunitas Jawa namun mulai surut adalah wilayah Batukuya dan sekitarnya, dahulu banyak sekali orang Jawa yang menetap di sana, bahkan Ada satu blok dusun yang penduduknya adalah satu keluarga besar!

Penggunaan Bahasa Jawa di Kubangpari masih terbilang kuat ditambah budaya yang juga mulai dirawat dan dilestarikan seperti kesenian Kuda Lumping dan yang lainnya. Sangat disayangkan banyak arsitektur khas Jawa di pemukiman Kubangpari mulai bergeser ke gaya arsitektur modern, namun beberapa rumah masih mempertahankan arsitektur khas Jawa.

Peta Kecamatan Pamarican

Jika Anda berkunjung ke Kubangpari maupun Karangcengek dan mengikuti solat jumat maka akan mendengarkan khutbah dalam bahasa Jawa Halus. Walaupun bahasa Jawa menjadi alat komunikasi sehari-hari, tak lupa lembaga pendidikan di dusun tersebut juga menyelenggarakan pendidikan bahasa lokal yakni bahasa Sunda.

Bantarsari Dan Sukajaya

Kedua wilayah tersebut mempunyai sejarah cukup panjang tentang komunitas Jawa. Singkat cerita banyak orang Jawa dari wilayah Banyumasan dan Kebumen datang dipaksa maupun mencari nafkah sebagai buruh karet di perkebunan karet yang dikelola oleh pemerintah kolonial. #
Sejarah perpindahan suku Jawa ini dapat ditemukan di wilayah Kebon 20, dimana petak/kavling kebun karet nomor 20 banyak tinggal orang Jawa, hingga sekarang Blok tersebut masih dihuni oleh komunitas Jawa, seiring berlalunya waktu komunitas Jawa mengalami akulturasi dan pengaruh kuat budaya Sunda hingga akhirnya terkikis, sekarang hanya ditemukan beberapa orang yang masih menggunakan bahasa Jawa namun sebatas komunitas lansia saja. 

A: Binangun; B: Kebongrongpuluh

Selain kampung duapuluh ada juga blok Binangun, namun komunikasi ini cukup kecil sehingga banyak budaya yang terkikis dan berubah menjadi seorang Sunda. Berbagai faktor mlempem termasuk kembalinya masyarakat Jawa ke kampung halamannya.

Sukahurip

Wilayah ini cukup banyak komunitas Jawanya, walaupun berblok-blok. Misalnya saja blok Kubangcalincing, Kubangbogo, Cigintung, Ciparakan, Ciakar, dan Blok Asem. Pada umumnya mereka masih mempunyai garis keturunan dari wilayah Banyumasan.

A: Batukuya & Butulan; B: Bojongnangka; C: Sidaharja

Kertahayu

Saya sendiri tidak terlalu banyak tahu tentang wilayah namun beberapa wilayah mengetahuinya misalnya wilayah Bojong nangka dan Bubutulan atau orang Jawa menyebutnya Butulan hampir 50-80% bersuku Jawa.

Sidaharja, Sukajadi dan Sukamukti

Banyak orang bilang wilayah timur di kecamatan Pamarican mayoritas bersuku Jawa, saya sendiri tidak mengetahui banyak karena sangat jarang bermain ke wilayah ini. Memang banyak orang berkata bahwa ketiga wilayah tersebut boleh dikata lumbungnya orang Jawa. Bahasa yang digunakan masih menggunakan bahasa Jawa Banyumasan namun cengkok dan nada bahasanya tidak seperti di Kubangpari maupun Karangcengek.

Citra Angkasa Desa Sukajadi

Pewarisan budaya dari leluhur komunitas Jawa di Pamarican tidak terlalu diambil semua, mungkin saja karena tidak ada yang bisa menjadi dalang atau tidak bisa memainkan alat musik. Sebagian budaya masih menjadi bagian dari komunitas Jawa di Pamarican diantaranya jaran kepang, kenduri, dan yang lainnya. Hasil dari akulturasi budaya yang terjadi kebanyakan dipengaruhi oleh masyarakat Sunda tetapi jarang sekali orang Sunda yang terpengaruhi oleh orang Jawa, mungkin karena mayoritas lebih mempunyai kekuatan.
Rumah Khas Jawa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d