Galunggung Tahun 2009 |
Setiap tahapan sekolah mempunyai teman dekat atau disebut juga sahabat. Setiap dua minggu maupun sebulan sekali saya dihubungi oleh sahabat baik saya, Wawan Setiawan namanya. Sahabat saat di SMA. Dia merupakan teman pertama yang saya jumpai saat daftar masuk SMA. Awal cerita dia dan bapaknya bertanya dalam bahasa Sunda ke saya, bingung mau jawab apa karena bahasa Sunda saya jelek sekali. Berawal dari kejadian itu kami berteman baik.
Ketegangan dalam sebuah hubungan pertememanan adalah hal biasa. Kami juga mengalaminya. Wawan bagi saya adalah satu teman terbaik baik saat sekolah maupun saat sudah menikah. Kami sendiri paling tidak sebulan sekali berkirim kabar dan bercanda dengan istrinya. Bersyukur mempunyai sahabat yang luar biasa.
Saya dan Rebi |
Kami pernah membentuk sahabat dengan komposisi 3 orang yakni Taufik Ramdani, Wawan Setiawan dan saya sendiri. Begitu intim saat itu, melebihi saudara kandung. Saya sendiri waktu itu jarang langsung pulang ke rumah melainkan main bersama mereka di kosan. Segala kesedihan, kekecewaan dan kemarahan saya karena dipecundangi oleh teman sebangku, selalu ditumpahkan ke mereka.
Rasanya sakit sekali! Mungkin terlalu berlebihan atau memang benar-benar sebuah penghianatan besar dimana saat itu 'dikontrak' untuk duduk bersama dengan seorang teman sampai dua tahun. Resiko jika tidak duduk dengannya saya bisa babak belur, ya dia mengancam! Selain ancaman, berbagai tipu muslihat untuk mendapatkan kemudahan dalam belajar maupun hal lainnya. Suatu hari saya merasa kecewa terhadap orang tersebut dimana saya tidak ditolong sama sekali. Saya kecewa!
Saya dan Wawan |
Kecewa, rasa itu terhalang oleh keindahan persahabatan saya dengan Wawan dan Taufik. Terlebih lagi banyak sahabat yang masih baik pada saya seperti Eli, Atang, Jejen, dan yang lainnya. Sulit sekali untuk menceritakan sebuah keindahan dalam barisan huruf. Saya hanya berterimakasih kepada mereka untuk pemberian yang istimewa.
Taufik, Rebi, Jejen, Saya, Eko, dan Agus |
Tidak ada waktu membeku! Semua berjalan dengan berbagai jalan yang dilalui. Jalan-jalan itu membuat beberapa sikap berbeda, sebuah kewajaran terlebih dengan tidak bersama lagi. Saya maklumi, mungkin saya juga begitu. Tapi beberapa dari mereka seakan menjadi orang lain dan menjadi sebuah alien. Saya menghargai semua sikap mereka dan saya merasa senang dengan kesemuanya yang telah melukis dalam buku kehidupan saya sampai saatnya nanti ditutup untuk menjadi sebuah buku sempurna.
Sahabatku terima kasih! Jikalau menjadi sebuah kemungkinan indah, saya ingin menjadi sebuah hal terlupakan.
Reuni Tahunan Menjelang Lebaran Tahun 2015/16 |
Komentar