Artikel ini pernah disiarkan di Radio Taiwan Internasional seksi bahasa Indonesia di akhir Maret 2021 pada Jurnal Maria.
Saya tidak tahu alasan jelas dari Arni yang memutuskan untuk tidak ikut ke puncak Mahameru (puncak gunung Semeru). Kondisi Arni saat itu tidak tampak kelelahan ataupun dalam kondisi sakit, dia masih dalam kondisi prima. Di sini saya berkeyakinan bahwa Arni memutuskan tidak ikut ke Mahameru karena dirinya sudah merasa akan datang haid. Mahameru adalah tempat suci bagi orang Tengger dan Hindu Jawa, di puncak itulah mereka berkeyakinan bahwa Dewata bersemayam.
Pada saat pembekalan pendakian di Ranupane, ranger mengatakan bahwa jika seorang perempuan yang tengah haid atau akan haid alangkah baiknya tidak meneruskan perjalanan menuju puncak Mahameru. Selain menghormati kepercayaan dan kesucian Mahameru, wanita dalam kondisi haid ataupun saat hendak haid adalah kondisi yang bisa disebut kurang baik. Saya paham bahwa tubuh perempuan diciptakan sangat istimewa oleh Tuhan, terlebih lagi saat haid. Psikologi dan sistem tubuh lain merespon dengan cepat, jadi wajar ranger gunung mengatakan bahwa perempuan haid sangat beresiko saat naik gunung.
Perjalanan pulang dari Mahameru sangat melelahkan terlebih lagi matahari mulai menaikkan panasnya ke ubun-ubun. Jarak matahari dan ubun-ubun sekilas seperti jarak sejengkal, hembusan pasir vulkanik membucah saat tersambar angin dan sepakan sepatu pendaki lainnya. Jalan turun dan curam, kiri kanan adalah jurang tanpa pepohonan sedikit pun. Sebelah kanan adalah Blank 75, neraka bagi para pendaki. Blank 75 (Blank Zone) di Semeru adalah zona terkenal bagi para pendaki, sebab di situlah orang akan merasa blank "linglung" karena tidak tahu arah dan kematian pun akan menjemput. Blank 75 adalah sebuah jurang dengan kedalaman 75 meter tanpa ada pepohonan, hanya pasir dan batu saja.
Selama turun dari Mahameru kaki terasa lebih nyeri karena menahan tubuh ditambah dengan bulir pasir vulkanik yang masuk ke dalam ruang sepatu. Aku hanya berjalan normal dengan kehati-hatian, sementara pendaki lainnya ada yang berjalan cepat dan lari meluncur. Banyak bahaya yang akan timbul jika kita lari dengan meluncur, memang sangat asyik sekali untuk meluncur di pasir vulkanik. Waktu terpotong dengan cepat dan tidak usah menahan berat saat turun, namun itu hanyalah keuntungan yang sia-sia jika ada kenaasan. Resiko lari meluncur di pasir vulkanik adalah hal yang gila, pertama bisa menggugurkan batu dan terkena pendaki lainnya dan masuk ke Blank 75.
Kami telah melewati kawasan bebas vegetasi dan masuk Arcopodo dimana banyak pohon pinus yang menyegarkan hidung, ini merupakan tanda dimana tak jauh lagi tenda kami berada. Saat sampai tenda saya jumpai Arni sedang bermain dengan ponselnya dengan ceria dia memberikan ucapan selamat karena sudah menggapai kesucian Mahameru. Sebelum membereskan tenda, kami memasak makanan untuk mengisi energi untuk pulang.
Saat pulang banyak sekali perubahan yang ditemukan terutama di track pendakian sebelum Ranukumbolo. Ternyata selama dua malam sebelumnya banyak pohon tumbang dan tanah longsor di track pendakian. Kewaspadaan ditingkatkan terlebih pada petak longsor, kami harus naik menghindar yang longsor. Ada hal yang membuat kita cukup ketakutan, dimana headlamp tinggal satu saja. Headlamp lainnya sudah habis batrey karena terpakai selama dua hari di Ranukumbolo dan Mahameru. Saat perjalanan pulang kami termasuk paling telat, karena saat magrib masih jauh dari pemukiman warga. Untungnya saat headlamp benar-benar habis daya, kami sudah memasuki kawasan perkebunan warga.
Setelah pendakian, semalam kami tidur di basecamp yang sudah disewakan di wilayah Malang. Pagi sekitar jam 8 pagi kami pulang ke stasiun Malang, sebelum keberangkatan kereta menyempatkan diri kuliner khas Malang, jalan-jalan ke Alun-alun Malang dan makan es krim oen.
Komentar