Tak banyak novel fiksi religi yang pernah saya baca, terlebih lagi fiksi religi dalam ranah sejarah wah rasanya super jarang. Beruntung rekan kerja memiliki salah satu buku fiksi religi dan meminjamkan padaku. Oleh karenanya buku tersebut akhirnya terbaca olehku, sebelumnya kurang tertarik untuk membaca fiksi religi yang didalamnya ada adegan perebutan kekuasaan dan peperangan. Hal yang njlimet dan mengerikan. Buku fiski religi tersebut dicipta oleh Yoga A yang terinspirasi dari sejarah Islam di Spanyol.
Memang akhir-akhir ini banyak sekali buku baik fiksi, buku motivasi ataupun hal-hal lainnya yang isinya membangkitkan keislaman. Baik semangat dalam pemerintahan, keilmuan ataupun "mengenang kejayaan" selalu disajikan oleh para penulis dan penerbit saat ini.
Awal membaca fiksi ini agak sedikit bingung berhubung latar belakang dari peristiwa ini pada tahun 1400-an Masehi, berlatar budaya dan tempat yang berbeda hingga membutuhkan waktu untuk penyesuaian otak untuk menggambarkan dengan baik dari teks fiksi tersebut. Cara bercerita fiksi ini melalui sudut pandang masing-masing tokoh, seperti sudut pandang Sultan, Ratu Isabella, Moriyama dan Pangeran Boabdil. Dari sudut yang berbeda inilah saya merasakan bagaimana perasaan saat menjadi penguasa yang merebut dan direbut kekuasaannya. Merasakan bagaimana meninggalkan tanah yang pernah dipimpin dan merasakan kemenangan perang atas tanah lama yang dianggap telah dirajai oleh orang luar (Eropa).
Ada sisi politik dan sisi agama yang berjalan sama-sama beriringan, kadang juga berjalan terpisah. Perjalanan politik pemerintahan kerajaan yang berbalut agama, sehingga segalanya berbalut agama walaupun di situ terdapat nafsu dalam memerintah. Baik sisi kaum Moor (Islam) dan pihak ratu Isabella (Kristen), ada ungkapan yang membuat kita banyak merenung "Tuhanmu bahkan tak menyelamatkanmu dalam keadaan begini. Bila Tuhanmu itu ada, mengapa dia tak menolongmu saat kau membutuhkan-Nya?". Juga ada kalimat yang bikin membuat kita sebagai manusia teriris kepercayaan pada sang Tuhan, begini bunyinya: "Ucapanmu sama sekali tidak membuktikan bahwa Tuhan kalian jauh lebih pemurah daripada Tuhan kami". Hal 282.
Sebagai muslim, saya juga merasakan bagaimana sedihnya saat kekalahan itu terjadi, namun kembali lagi saya berpikir ini adalah sebuah politik dan kehidupan. Rasa sedih timbul lebih banyak pada akhir buku, sementara awal buku belum ada gambar jelas. Bagiku awal cerita seperti hal yang mengambang dan selanjutnya suatu usaha yang kalah ceroboh. Beberapa hal yang dipermainkan di novel ini adalah keteledoran, nafsu memerintah, dan semangat keagamaan. Jika didalami mungkin tujuan fiski religi ini dimunculkan untuk membangkitkan "semangat keislaman".
Dari segi bahasa fiksi ini berjalan dengan bahasa yang baik, mudah dipahami. Dalam dua hari 390 halaman bisa dilahap dengan mudah, alur ceritanya pun jelas, tidak loncat-loncat. Hanya saja bagi yang kurang suka sudut pandang masing-masing tokoh, maka akan membosankan, kebingungan atau hal lain yang mungkin kurang dipahami si pembaca. Sejauh ini saya menikmati cerita fiksi ini.
Judul: The Last Moor: Hari-hari Terakhir di Balik Tembok Alhambra
Penulis: Yoga A.
Penyunting: Said Kamil
Cetakan: Pertama, Agustus 2019
Penerbit: Tinta Medina
Dimensi: X, 390 hlm.; 21 cm
ISBN: 978-623-7394-06-8
Komentar