Awan dingin berwarna hitam pekat menyelimuti sore bulan Agustus, suatu hal aneh pada daerah tropis seperti ini. Pihak berwenang mengatakan bahwa tahun ini sebagai 'kemarau basah', suatu musim kering yang masih diguyur hujan ringan.
Di tengah pandemi kehidupan menjadi sebuah neraka kecil, orang muak dengan segala perubahan yang ada. Begitu pula kehidupan sosial yang terus berdinamika pada setiap sisi terjauh dan paling dalam. Kini cerita teralih pada adegan sosial yang biasa ditemui di negeri antah berantah. Ya pada suatu sore cerita ini dimulai.
Ozoz: "Aku sakit, badan terasa lemas, pusing, mual... Aku ingin diinfus saja!"
Suster: "Sebentar saya periksa dulu Pak"
Suster memeriksa segala tanda vital dari tubuh Ozoz sebagai pasien, tak sampai dari lima menit pemeriksaan usai dan memperoleh hal yang normal.
Suster: "Pak, dari pemeriksaan semua tanda vital bapak bagus; tensi masih bagus 120/80 mmHg, nadinya bagus 85 kali permenit, pernafasan bapak juga bagus 20 kali permenit dan suhu badan 36,5°C. Melihat kondisi bapak, bapak hanya cukup istirahat dan minum obat".
Ozoz: "Tapi aku sakit, suster! Aku ingin dirawat saja!"
Suster: "Bapak masih bisa makan dan minum kan?"
Ozoz: "Masih, tapi saya ingin dirawat saja! Kalau suster menolak saya telpon direktur rumah sakit! Saya dari kelompok Tinju Preman".
Suster: "Oh begitu"
Ozozo: "Sebentar saya telpon direktur dan saya minta gratis, saya tidak mau tahu!"
Suster kembali ke nurse station berbincang dengan rekannya, dan kebijakan keluar. Kebijakan yang melemahkan hukum dan memperkuat peran Tinju Preman. Takut dan penguasa menjadi jalan tol yang lurus dan mudah.
Komentar