Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Serat Centhini 9: Pengembaraan Jayengresmi, Jayengraga, dan Kulawirya Mencari Syekh Amongraga

Nampaknya jilid 9 ini memang khusus menceritakan perjalanan keluarga Wanamarta dalam misi mencari kakak iparnya, Syekh Amongraga. Perjalanan ini nampaknya tak jauh beda dengan perjalanan dari Cebolang sewaktu masih menyelami nafsu sufiyah. Nafsu birahi menjadi titik fokus pada jilid ini, sayang sekali tidak ada tips dan trik, atau resep-resep untuk olah asmara. Seakan-akan jilid ini hanya umbaran nafsu birahi yang kurang berarti. Walaupun banyak adegan birahi, beberapa segmen menceritakan ihwal keagamaan. Layaknya cetrekan lampu listrik yang bisa on off.


Menjadi budak birahi Ni Janda tak terelakan oleh Kulawirya, walaupun 'barangya' tak sebesar milik Jayengraga, namun mempunyai durable yang kuat. Alasan ini membuat Ni Janda semakin betah untuk olah asmara dengan Kulawirya, bahkan sampai titik perpisahan Ni Janda rela memberikan uang 100 reyal, keris dan pakaian mewah. Keponakan Kulawirya pun tak kalah birahinya, hanya saja kali ini apes. Dia mendapat janda kembang yang sudah punya pacar, hingga akhirnya ketahuan pacaranya. Setelah ketahuan barang mewah seperti tempat kinang dari perak emas pun tertinggal. 

Zakar Kulawirya seakan-akan menjadi lauk yang mesti dijambal setiap perut terasa ingin memakannya. Siang Malam tidak henti, sampai kewalahan. Begitu dahsyatnya nafsu birahi Ni Janda sampai setiap warga pun pernah mencicipi gua garba yang sudah peot itu, termasuk ki penghulu. 'Camilan' birahi Ni Janda bisa sampai beberapa kali, hingga akhirnya ditutup oleh Ki Duljaya yang mempunyai zakar cukup besar juga mempunyai durasi yang lama.

"Jayengraga tersenyum dan bertanya, "Punyaku besar, kan?" Ni Lanjar tertawa, "Besar sekali. Dibandingkan lengan saya saja masih besar milik Denmas. Panjang juga ngudubilah, dari siku sampai ketiak."

Berbeda cerita dengan Jayengresmi, anak Ki Penghulu yang sedari awal sudah naik birahi dan menginginkan Jayengresmi urung pergi ke pesta tayuban di Ni Janda. Dia menginginkan bersetubuh dengan Jayengresmi, pada saat rumah sudah sepi anak Ki Pangulu masuk ke ruangan Jayengresmi dan memeluknya. Kecewa berat saat ajakan itu ditolak halus oleh Jayengresmi. Penolakan tawaran birahi ini tampak begitu halus dan sopan, hingga akhirnya Rara Sangidah malu dan pergi.

"Nimas Rara, wajahmu cantik dan masih muda. Jangan ko- tori dirimu dengan tindakan tercela seperti ini. Belum saatnya rahimmu terbebani benih, ada masanya nanti. Mengajilah ter- lebih dahulu, perbanyaklah sembahyang agar engkau menjadi wanita mulia. Kelak jika aku sudah selesai menunaikan tugasku ini maka aku akan mampir lagi ke sini. Jika kamu masih sen- dirian seperti saat ini maka aku akan melamarmu melalui orang tuamu."

Jejak birahi di desa Pulung usai sudah, perjalanan dimulai lagi dari desa ke desa. Perjalanan kali ini memang seperti sowan ke sahabat Ki Bayi Panurta saat masih menjadi santri. Semua sahabat Ki Bayi menerima dan menjamu dengan baik anak-anak sahabatnya. Ilmu agama Jayengresmi seakan-akan bertambah dan disebarkan kepada panghulu ataupun perangkat desa yang telah dikunjungi. Ilmu-ilmu yang didapat dari sahabat Ki Bayi juga terserap dengan baik, dia diajari ilmu sastra oleh Ki Wargasastra. Olehnya diajari bagaimana sifat huruf Jawa, juga diterangkan isi dari serat Nitisastra. Lepas dari padepokan milik Ki Wargasastra, Jayengresmi melanjutkan perjalanannya hingga masuk ke sarang penyamun.

Jilid ini tidak ada rasa bosennya, mulai dari petualangan lendir, agama dan persaudaraan hingga pada kejadian heroik saat bertandang ke kampung penyamun. Episode kampung penyamun ini serasa memberi kesegaran baru, berhubung kebanyakan bercerita soal agama, tayuban, dan perhitungan neptu . Kesegaran ini tertuju pada sebuah adegan perkelahian juga pada perhitungan neptu khusus untuk merampok. Jarang yang tahu kan bahwa merampok juga ada hitungannya. Bener-bener ilmu kejawen itu untuk semua.

Penyamun kalah telak oleh maunah dari Kulawirya, sumpah serapah ditinggalkan untuk kampung nan jadah itu. Perjalanan dilanjutkan kembali hingga akhirnya tiba di desa yang sejahtera dalam pertanian. Desa itu bernama Longsor. Sambutan baik diterima oleh Ki Nurbayin. Beberpa ilmu pertanian pun dibeberkan dengan gamblang, para pendengarnya senang hingga ingin menerapkan di Wanamarta kelak. Pada episode ini juga terdapat adegan birahi yang tak kalah nakal, tiga perawan tua dihajar gada besar. Walaupun wajah anak-anak Ki Nurbayin termasuk kategori jelek, tak mengurungkan birahi Jayengraga untuk merobek keperawanan mereka. Dalam satu malam saja tiga perawan tua di-gang bang (foursome), mrawani menjadi daya tarik tersendiri untuk Jayengraga terlebih sudah lama tidak berolahasmara. 

Judul: Serat Centhini 9 - Pengembaraan Jayengresmi, Jayengraga, dan Kulawirya Mencari Syekh Amongraga
Penutur Ulang: Agus Wahyudi
Penyelaras: Tri Admojo
Cetakan: Pertama, 2015
Dimensi: x+342 hlm, 15x23 cm
Penerbit: Cakrawala Yogyakarta
ISBN: (10): 979-383-289-4 & (13): 978-979-383-289-0

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...