Senja di Pangandaran |
Sementara massa mulai hadir dalam Tempat Pemilihan Umum yang telah disediakan oleh panitia masing-masing, baik di sebelah timur maupun barat yang terbagi sejak tanggal 23 Oktober 2019 oleh kesepakatan bersama. Inilah momentum pemisahan RT (Rukun Tetangga) yang dirasa cukup kebanyakan orang. Aku bukanlah warga yang baik, terlebih soal sepele seperti pemilihan RT, semua ambil lalu dan terima semua keputusan.
Semua peralatan sudah terkemas dengan baik, kendaraan sudah diperiksa segala kebutuhan-nya. Kini waktunya meninggalkan dunia perpolitikan tingkat RT dan menemui ketenangan dalam deburan ombak selatan Jawa. Aku cukup beruntung dengan kesempatan ini, bagaimana tidak beruntung dimana hampir semua ongkos ditanggung Imam. Mulai dari bensin, makan dan jajan bersyukur dengan segala kehormatan ini. Xride mulai memutar roda hingga jarum pengukur kecepatan melewati 50 Km/Jam lebih dari kebiasaanku berkendara. Lalulintas masih lengang, tidak seperti minggu yang lalu penuh oleh wisatawan yang hendak pergi ke Pangandaran. Karbon demi karbon keluar bercampur dengan udara segar pagi hari, hingga tercipta polusi udara yang cukup berbahaya. Inilah suatu hukum harmoni dan oposisi, hanya pada perspective sendirilah yang benar.
Lajur kiri tak nampak banyak kendaraan, saling salib adalah hal lumrah untuk mencapai kecepatan dan akurasi waktu tempuh yang singkat, walaupun resiko kematian terkandung. Sekali dua kali aku berani dengan kapasitas dan kesempatan yang dirasa cukup aman. Waktu tempuh cukup menyita waktu sekitar dua jam lamanya, maklum saja jarak Pamarican sampai Ke pantai Batukaras sekitar 92 Km. Cukup jauh bukan! Andainya jalur alternative sudah kembali pada keadaan prima, semua waktu dan jarak terpangkas cukup singkat dengan jarak 33 Km dari Pamarican melalui Langkaplancar - Parigi. Dua kali berhenti untuk memberi kesegaran pada tenggorokan yang kering oleh deru debu jalanan, bersyukur satu botol tumblr berisi air putih segar selalu menemani perjalanan.
Imam Dengan Murid-muridnya Berpose di Pantai Batukaras |
Kurang dari jam 10 pagi, Saya dan Imam sampai di bibir pantai yang jelita itu, rayuan ombak dan belaian angin beraroma garam itu merayu-rayu nafsu! Beruntung nafsuku tidak sebesar yang dikira, pelukan ombak selatan ditunda hingga semua urusan kegiatan anak-anak PKS selesai. Oh...ya sejatinya acara plesiran kali ini bukan sengaja dari saya dan Imam melainkan sebuah kegiatan plesiran penutup dari organisasi sekolah yang bernama PKS, Saya lupa kepanjangan dari organisasi tersebut. Yang pasti organisasi tersebut untuk keamanan sekolah, macam Satpol PP sekolah. Sekitar 15 orang peserta yang ikut dalam plesiran akhir dari organisasi PKS ini, umumnya berjantina perempuan, sedangkan lelaki hanya empat jiwa saja. Berkali-lali Imam mengenalkan muridnya tak ada satupun nama yang ingat, maklum saja short memory cukup rusak!
Awal kegiatan tidak ada acara formal, hanya gelar tikar dan duduk-duduk santai, sementara sebagian berswafoto, ada juga yang menyiapkan api untuk acara ngaliwet. Makanan yang akan disajikan sebelumnya sudah disiapkan dari rumah para siswa termasuk sayur kangkung, daging ayam, irisan ketimun, dan lauk lainnya. Di sini sedikit saja mengulurkan tangan saat membakar ikan laut yang Imam beli di Tempat Pelelangan Ikan (TPI Shang Hyang). Cukup singkat saja saat membakar ikan laut ini, cuma butuh 16-21 menit saja ikan laut sudah mengeluarkan harum gurih daging pangggang. Hampir saja ikan jatuh ke pasir karena saking beratnya, sementara gaggang pemanggang kecil dan kurang kuat. Acara makan-makan dimulai selepas ikan bakar selesai diangkat dari bara api kecil, semua orang merasa lapar dan segera melahap semua hidangan termasuk Aku!
Nelayan Batukaras Menarik Rezeki dari Laut Selatan Jawa |
Doa sederhana dipimpin oleh seorang siswa sebagai tanda syukur atas kehadirat Tuhan dalam setiap kehidupan manusia. Daging ikan segar tercuil lebih dari tiga centimeter dari dua jemari jempol dan telunjuk, lelehan kecap hitam mengalir dan membalur permukaan daging ikan yang putih itu. Sekali lahap dua tiga kunyah gigi bergerak menghaluskan daging dan sedikit nasi. Semua terasa nikmat tanpa terkecuali, kali ini porsiku sedikit banyak untuk mengkonsumsi protein, maklum saja di rumah sumber protein cukup kurang terutama dari ikan laut. Dari kesempatan ini asupan protein merajai hingga 80% sementara asupan karbohidrat cukup sedikit dari biasanya. Jemari tangan melahap hidangan hingga tak bersisa, nikmat dan nuansa mendukung hingga kami lupa berapa suapan masuk ke dalam mulut. Terima kasih Tuhan!
Usai makan, rencana selanjutnya adalah main air! Sangat disayangkan para siswa tidak ada niatan untuk berenang, hanya dua orang saja yang ikut berenang. Kali ini berenang agak sedikit takut karena arus air yang kuat sekali dan ombak yang cukup besar, tanpa pengaman yang cukup berenang menjadi sedikit menakutkan. Batukaras selesai, kini destinasi selanjutnya adalah Batuhiu. Destinasi bonus dengan beragam siasat agar tidak kena karcis dan tarif parkir. Beruntung semua siasat lulus tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Performa dari para siswa ternyata sudah turun jauh dari perkiraan, mereka tampak lesu. Hanya sekedar swafoto di beberapa titik, kemudian kembali ke mobil untuk segera pulang ke sekolah.
Niatku pada akhir perjalanan hari ahad ini adalah menyaksikan kehangatan matahari terbenam di pantai Pangandaran. Terwujudlah keinginan itu, walaupun sebelumnya kecamuk pendapat saling hujat dan mengolok dalam dunia ideku. Sekitar jam empat sore kami sudah berada di bibir pantai Pangandaran, terik matahari pada derajat 150 masih terasa menyengat. Waktu tunggu momen tenggelam-nya matahari di laut selatan menyisakan satu setengah jam lagi, serasa cukup lama. Berbagai aktifitas pengisi waktu bergulir tanpa rencana, sekali jepret hingga ratusan jepretan kamera untuk segala jenis fotografi termasuk street, point interest dan landscape.
Imam, Asep dan Fahriza Berpose Gaya Sederhana |
Yeay! Dua teman baru datang bak kesunyatan yang datang tanpa salam ataupun tanda-tanda alam. Semua terjadi dalam sekejap interaksi. Dua teman baru ini berasal dari Panjalu, sosoknya tidak flamboyan ataupun karakter yang mencolok lainnya, semua ciri hanyalah samar karena kesederhanaan mereka. Sebenarnya tiga orang hanya satu orang tidak berinteraksi, maka dari itu saya anggap dua orang saja. Dari perkenalan pertama saya tidak bisa menginggat dengan baik nama mereka, baru pagi ini saya cukup ingat: Asep dan Fahriza. Berawal dari memotret untuk koleksi street fotografi atau foto siluet, hingga pada perbincangan ringan. Satu demi satu mereka menjawab pertanyaan siapa kamu? Lugas-nya mereka menjawab menjadi bukti pendukung bahwa mereka bagian dari orang-orang intelek. Dan benar rupanya mereka adalah mahasiswa dari perguruan tinggi agama Islam.
Bergulirnya obrolan ringan dengan mereka membuat waktu tunggu untuk sunset moment tergerus cukup cepat. Derajat-derajat pergerakan matahari semakin bertambah hingga pada posisi 170°.
Pantai Pangandaran Menyambut Senja |
Warna-warna hangat dari matahari
Tersebar indah memenuhi cakrawala
Guratan halus awan menjelma
Lukisan indah semesta
Aku yang bertanya pada rindu
Lupa untuk bertanya kembali
Karena rindu terlalu sibuk
Dalam ambigunya permainan hati
Bola api tenggelam
Warna kemerahan pada semesta
Menghunus keriuhan dunia
Hingga kedamaian malam menjelma
Tersebar indah memenuhi cakrawala
Guratan halus awan menjelma
Lukisan indah semesta
Aku yang bertanya pada rindu
Lupa untuk bertanya kembali
Karena rindu terlalu sibuk
Dalam ambigunya permainan hati
Bola api tenggelam
Warna kemerahan pada semesta
Menghunus keriuhan dunia
Hingga kedamaian malam menjelma
Sirna sudah nafsuku untuk melihat sabda alam yang indah di pinggir pantai selatan Jawa, kadang nafsuku mulai muncul saat bola matahari terbenam dalam bentuk sempurna dengan segala kriteria-kriteria yang telah-ku buat: bulat seperti telur ceplok!
Perjalanan pulang serasa sempit, kendaraan riuh saling mendahuli, dari salib pertama hingga keseratusan kali Aku kalah. Alon-alon asal slamet ujar buyutku untuk selalu bersabar demi mendapatkan keselamatan di jalan raya. Bersyukur sampai di rumah kami selamat dan mendapat sekujur badan menuai lelah yang ditanam seharian.
Komentar