Fabel dari Hindustan ini tak lekang oleh waktu dan wilayah, dari zaman dulu sampai sekarang masih saja dicetak dengan berbagai bahasa. Kali ini saya membeli beberapa versi buku tabel Kalilah dan Dimnah baik versi terjemahan langsung dari bahasa Arab dan penerjemah Eropa. Beruntung beberapa toko daring menyediakan buku-buku lawas termasuk fabel termasyur ini.
Halaman awal pada umumnya diberikan kata pengantar pendek, disusul dengan daftar isi yang berjumlah enam bab. Pada bab akhir terdapat 24 hikayat yang disajikan. Sama seperti terbitan Qisthi Press awal buku ditulis sejarah hikayat Kalilah dan Dimnah, mungkin inilah suatu pesan yang abadi dari penulis dan penerjemah awal yang menginginkan setiap buku yang diproduksi harus menuliskan riwayatnya mengenai karya ini.
Penerjemahan ke dalam bahasa asing diceritakan juga. Bahasa pertama yang menerjemahkan karya ini bukanlah bahasa Persia, melainkan bahasa Tibet. Buku ini juga menceritakan bagaimana Kalipah dan Dalilah masuk ke Indonesia. Pertama-tama Kalillah dan Dimnah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno dan bahasa Bali yang disebut Tantri (Tantra). Buku cerita ini juga dialih bahasa ke dalam bahasa Melayu oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, beliau menerjemahkan dari bahasa Tamil. Sementara naskah lengkap Kalilah dan Dimnah pertama diterbitkan oleh JRPR Gonggrijp pada tahun 1876.
Buku lama selalu menyajikan hal yang berbeda terutama pada segi bahasa, tata kalimat, pemilihan kata kesemuanya istimewa karena mempunyai ciri khas bahasa kiwari. Banyak sekali beberapa kata yang barangkali terdengar asing bagi manusia Indonesia hari ini. Berikut beberapa kosakata yang jarang ditulis, misal tambo = Sejarah, hikayat.
Pada cetakan kesembilan ini ada cacat cetak, ini entah massal atau hanya pada buku saya saja. Cacat cetak pada halaman 58,59, 62,63,66,67,70,71.... halaman tidak tercetak.
Telah dipakemkan oleh penulis atau penerjemah awal Wazir Buzurjumhir agar cerita tentang penerjemahan, kehidupannya dan bagaimana cerita ini didapat dari Hindhustan. Maka setiap pembukaan buku termaktub cerita tentang Wazir Buzurjumhir sebagai penghormatan atas usaha menterjemahkan ke dalam bahasa Parsi. Setelah hikayat sang wazir barulah cerita fabel Khalila Dimnah ini diceritakan.
Jika dibandingkan dengan terbitan terbaru dari Qisthi Pers, maka terbitan dari Balai Pustaka syarat akan pesan moral yang gamblang. Sementara Qisthi Pers lebih menyajikan cerita dengan siratan pesan moral. Dari segi bahasa jelas terbitan BP lebih pada bahasa melayu atau Indonesia lawas untuk penggunaan cerita kerajaan atau kesultanan, sementara Qisthi Pers menggunakan bahasa Indonesia modern dengan peruntukan lingkungan kerajaan seperti penggunaan kata hamba, paduka dll. Ada kesamaan hanya saja BP lebih lawas lagi seperti penggunaan kata patik (hamba).
"Melihat raja bermenung demikian, berdatang sembahlah pula Dimnah, "Ampun, Tuanku, adapun hamba rakyat datang ke hadapan raja, terutama ialah karena hendak mengumpulkan ilmu pengetahuan yang banyak terserak di balairung." Hal 64.
Keistimewaan buku terbitan BP salah satunya adalah terdapat beberapa ilustrasi gambar pada setiap sub-judul cerita. Semisal gambar pada halaman 73 yang menceritakan Bangau yang diminta pertimbangan oleh ratusan ikan, padahal tipu daya bangau yang hendak memangsa para ikan. Hingga akhirnya ikan habis dan meninggalkan kepiting yang ingin diantar ke sebuah kolam harapan, namun saat melewati munggu (bukit) tampak tulang-tulang ikan sisa mangsa dari bangau. Tersadar si kepiting akan jadi mangsanya, capit tajam itu menyekik leher bangau hingga putus.
Terbitan BP terdapat 22 sub-judul dengan dipersingkat dalam percakapannya, jelas berbeda dengan terbitan Qisthi ataupun Elex Media Komputindo. Simpulan dari pembacaan cetakan BP bagiku mendapatkan kesulitan pemahaman ke bahasa Indonesia lama ke modern, sering sekali menemui kosakata lama yang memang baru bagiku sehingga mau gak mau harus cari di kamus online. Selain kosakata juga pada susunan kalimat ataupun pemilihan kalimat yang kadang membuat tiga kali baca dan bahkan empat kali baca tidak sampai pada maksud kalimat tersebut.
Judul: Hikayat Kalillah dan Dimnah
Pengarang: Baidaba
Penerjemah Ke Bahasa Arab: Abdullah Ibnul Muqaffa
Penerjemah Bahasa dari bahasa Arab : Ismail
Cetakan: Kesembilan, 1993
Dimensi: 198 hal, ilus:21 cm.
Penerbit: Balai Pustaka
ISBN: 979-407-132-3
Komentar