Keilmuan dunia dari peradaban satu ke peradaban lainnya ibarat estafet obor, dari satu orang ke orang lainnya hingga paling ujung. Begitulah perjalanan sebuah keilmuan. Sebagai contoh obor keilmuan Eropa didapat dari gemilang keilmuan yang menyala di Timur Tengah pada masa kejayaan Islam, dan begitupun mereka yang dari Timur Tengah mendapat obornya dari berbagai sumber seperti Hindustan dan wilayah lainnya. Perkembangan ilmu tidak bisa diklaim oleh sepihak saja, namun berlari untuk menuju kesempurnaan. Begitu pula pada perkembangan dunia sastra, dari peradaban lain diolah dan disempurnakan oleh peradaban lainnya.
Kalillah dan Dimnah salah satu 'estafet obor ' sastra dari Hindustan dan diolah disempurnakan oleh Persia dan dunia sastra Arab. Dari peradaban Arab berkembang menjadi Kalilah dan Dimnah dalam berbagai bahasa dan jelas setiap bahasa dan kawasan menggubahnya untuk disempurnakan sesuai budaya lokal mereka. Pada buku Kalillah & Dimnah versi Qisthi press dibagi dalam beberapa bagian, seperti: Pengantar yang berisikan bagaimana ketenaran, asal muasal dan hikmah dari Kalillah & Dimnah, selanjutnya masuk ke Pintu Masuk berisikan sejarah terciptanya Khalillah & Dimnah dari pemicu cerita Alexander Agung & Raja Dabsyalim, hingga sang penulis Baidaba. Pada Pintu Masuk juga disebutkan bagaimana naskah Kalilah & Dimnah ini dicuri dan diterjemahkan ke dalam bahasa Persia hingga Arab.
Inti cerita dari buku ini berupa fabel yang mengandung banyak hikmah untuk para pembaca cerdas. Dimulai dari Pintu Pertama hingga Pintu Lima Belas dan berakhir pada epilog. Jalan cerita dan gaya bahasa yang digunakan bagiku tak lebih sama dengan cerita 1001 Malam. Pola cerita pun mirip-mirip dengan pola cerita lapis tiga: Pencerita pertama bercerita, dalam cerita tersebut bercerita kembali. Contohnya cerita pertama tentang Syatrabah bercerita tentang Kalilah, dan Kalillah bercerita kembali tentang dirinya juga cerita lainnya seperti cerita monyet.
Kalillah & Dimnah terbitan Qisthi Press menggunakan bahasa Indonesia baku dengan gaya penceritaan istana, jelas berbeda dengan gaya bahasa yang digunakan pada Hikayat Khalillah dan Dimnah terbitan Balai Pustaka tahun 1993.
Pada terbitan Qisthi Press terdapat 15 pintu atau 15 bab yang menceritakan perjalanan Kalilla dan Dimnah, jelas yang mempunyai peranan lebih banyak adalah sitengil jakal Dimnah. Dimana si Dimnah inilah pengacau, walaupun begitu begitu banyak cerita yang tertutur. Baik cerita yang mengandung pesan moral yang baik ataupun yang buruk. Cerita-cerita dalam buku ini tidak lain sebagai gambaran dalam pemerintahan raja Dabsalim, hubungan dengan Baidaba dan juga dengan rakyatnya. Cerita Dimnah sebenarnya hanya sampai ke Pintu Ke-dua saja, alias hanya dua bab saja dibahas. Selanjutnya cerita-cerita hingga Pintu ke-15 diceritakan langsung oleh Baidaba.
Pada terbitan Qisthi Press dalam setiap pintu tidak ada ilustrasi apapun, sehingga tampak menjenuhkan. Seperti membaca sebuah jurnal atau novel yang hambar, tanpa gambar. Dari segi pemilihan kata terbitan Qisthi sungguh mudah dipahami baik oleh anak SMP hingga manula. Beberapa kata ataupun istilah dari bahasa Arab tetap dipertahankan seperti kata 'wara (sikap kerendahan hati), satuan berat dll.
Dari seribu paragraf saya menemukan beberapa kosakata baru diantaranya:
1. Jagal = Serigala, ajag, anjing hutan.
2. Kedekut = Kikir, pelit.
3. Dangau = gubuk, gazebo.
4. Arkian = Sesudah itu, kemudian.
5. Perigi = wadah air yang terbuat dari tanah liat.
6. Kepetahan = kefasihan berbicara.
Judul: Khalillah dan Dimnah
Penulis: Baidaba
Penerjemah: Fuad Syaifudin Nur
Penyunting: Dahyal Afkar, Lc
Cetakan: Pertama, Februari 2009
Dimensi: xviii + 412 hlm; 15,5x24 cm
Penerbit: Qisthi Press
ISBN: 978-979-1303-30-9
Komentar