Langsung ke konten utama

Inilah Sebuah Titik

Serat Centhini I - Terbitan UGM Press

Hanya beda sebulan lebih jilid I dari serat Centhini dibeli, bersyukur alhamdulillah bisa mendapatkan jilid pertamanya. Awal sekali saya membeli Serat Centhini terbitan UGM Press pada tanggal 09 Juli 2023 dengan paket tidak lengkap, beberapa jilid tidak tersedia dengan keterangan belum tercetak, stok habis dan ada perbaikan pada jilid. Pihak UGM Press sendiri menjanjikan terbit kembali pada pertengahan Agustus atau awal September 2023. Dan tepat janjinya pada pelanggan, 30 Agustus 2023 terbeli sudah. 

Buku yang terbeli ini merupakan edisi revisi dan juga perubahan jilid yang lebih modern. Karena perubahan inilah jilid pertama ini dikategorikan sebagai cetakan pertama pada bulan Oktober 2019. Kertas yahg digunakan berwarna putih, agak sepet di mata karena pantulan cahaya terang membuat mata mudah lelah. Punggung buku alias jilid termasuk kokoh, berharap suatu hari nanti menggunakan paperbook yang lebih ramah mata.

Serat Centhini adalah judul popular di masyarakat, sejatinya karya sastra terbesar suku Jawa dan Nusantara ini bernama Suluk Tambangraras. Nama Centhini diambil dari abdi sekaligus saudara jauh dari Tambangraras, diceritakan bahwa Tambangraras merupakan istri dari Syekh Amongraga. Disebutkan bahwa Serat Centhini merupakan karya agung dari Nusantara, dengan jumlah halaman tertebal diantara karya-karya klasik Nusantara. Serat Centhini mempunyai 12 jilid dengan ketebalan 4.200 halaman, tersusun dalam bentuk tembang atau suluk. 

Serat Centhini mempunyai banyak versi termasuk seri yang dinovelisasi baru-baru ini oleh Agus Wahyudi. Jika dihitung terdapat tujuh versi Serat Centhini. Pertama Serat Centhini baku, kedua Serat Centhini persembahan Pakubuwana VII untuk negeri Belanda, ketiga Serat Centhini bahasa Jawa Timuran, ke-empat Serat Centhini dengan huruf Jawa Pégon, ke-lima Serat Centhini Ja-lalen, ke-enam Serat Centhini Amongraga ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa. Serat Centhini terakhir yang ke-tujuh berjudul Centhini Kekasih Yang Tersembunyi. 

Begitu tebanya Serat Centhini hingga mengandung berbagai jenis keilmuan, maka tidak ragu lagi jika Serat Centhini disebut sebagai baboning kitab atau induknya kitab/buku, selain itu juga disebut sebagai enskopedia kebudayaan Jawa. Beberapa ilmu yang disebut dalam serat tersebut seperti sejarah, pendidikan budi pekerti, geografi, arsitektur, falsafah, agama, tasawuf, mistik, ramalan, sulap, budaya, tari, ilmu magis, silogisme, tanaman dan kulinari dan masih banyak lagi.

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangkunegara III atau juga disebut Sunan Pakubuwana V merupakan penggagas dari Serat Centhini, berkat beliaulah Centhini lahir dari rahim para pujangga yang telah ditugaskan. Pujangga tersebut berjumlah tiga orang yakni Kiai Ngabehi Ranggasutrasna, Kiyai Ngabehi Yasadipura II, dan Kiyai Ngabehi Sastradipura. Sebelumnya mereka ditugaskan sesuai dengan kemampuan masing - masing seperti Ranggasutrasna menjadi ahli bahasa dan sastra Jawa, ditugasi untuk menjelajahi bagian timur pulau Jawa, mulai dari Surakarta hingga Banyuwangi. Yasadipura diberi tugas berkebalikan dari Ranggasutrasna, yakni menjelajah pulau Jawa baguan barat mulai dari Surakarta hingga Anyer. Dan terakhir Sastradipura sebagai orang yang piawai bahasa dan sastra Arab ditugaskan untuk menjelajahi Timur Tengah untuk menyerap ilmu agama Islam. Centhini mula ditulis pada Januari 1814 dan selesai tahun 1823, jadi butuh sembilan tahun untuk menulis lebih dari 4000 halaman.


Serat Centhini diawali dengan cerita geger antara Mataram dengan Giri, saat itu Sultan Hanyakrawati menginginkan Giri tergabung dalam kerjaan Mataram. Penyerangan pertama mengalami kegagalan hingga akhirnya meminta bantuan kepasa Surabaya. Pada kejadian inilah cerita dimulai dimana sang Sunan Giri (Raja Giri) dan permaisuri dibawa ke Ngeksiganda (Mataram), sementara anak-anaknya berpencar. Raja Giri mempunyai tiga anak, pertama Jayengresmi yang nantinya akan bernama Syekh Amograga berlari ke arah barat pulau Jawa ditemani oleh abdinya Gathak & Gathuk. Sementara anak kedua dan ketiga, Jayengsari kelak bernama Sykeh Mangunarsa dan adik bungsunya Rancakapti yang nantinya dijadikan istri oleh Mas Cebolang, anak dari ayah (Syekh Ahadiat) angkat kedua anak Raja Giri tersebut. Jayengsari dan Rancakapti melarikan diri dengan abdinya bernama Santri Buras, kelak bernama Ki Modang. 

Jayengresmi merupakan anak dari selir Raja Giri (Sunan Giri) saat terjadi kabar bahwa Mataram akan menyerang Giri. Beliaulah yang menyarankan ayahanda raja untuk tunduk pada Mataram, namun akibat bisikan dari Endrasena (prajurit Cina yang beragama Islam) menolak untuk menerima Mataram. Akibat bisikan tersebut Giri diserang hingga akhirnya terjadi perang saudara.

Dalam pengembaraanya keduanya mempunyai cerita tersendiri, namun jika disimpulkan keduanya sudah diramalkan oleh seorang wiku (orang suci). Jayengresmi diramalkan oleh wiku perjalanan hidupnya pada halaman 147, sementara Rancakapti dan Jayengsari diramalkan oleh wiku di Jawa Timur (dewasa ini) pada halaman 241. 

Berbagai ilmu dijabarkan di jilid pertama semisal ilmu tentang sifat manusia yang dipengaruhi oleh kalender Jawa (Wuku), perhitungan membuat keris, dan banyak lagi ilmu-ilmu yang didapatkan oleh ketiga anak Sunan Giri tersebut. 

Judul: Serat Centhini I
Penyadur: Marsono
Dimensi: 15,5x23 cm; x+302 halaman 
Cetakan: Pertama Oktober 2019
Penerbit: UGM Press
ISBN: 978-602-386-784-4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Tarawih di Masjid LDII

Sepuluh menit yang lalu, usai sudah ritus tarawih ramadan. Kali ini saya sengaja untuk beribadah di masjid yang berlabel LDII. Masjid yang menurut orang-orang "serem" mesti dipel kalau bukan anggota!.  Banyak sentimen negatif pada organisme LDII bukan saja dari kalangan agama lain ataupun dari agama Islam sendiri. Bisa jadi sentimen negatif lebih parah dari golongan Islam yang lain. Rumor-rumor yang mengerikan nan menyesatkan membuat orang mbligidig untuk sekedar sembahyang lima waktu di masjid berplang LDII.  Saya mempunyai banyak pandangan terhadap Islam dan cabang-cabangnya, tentu saja tidak mau terbawa sentimen negatif nan menyesatkan. Perlu bukti nyata! Kini bukti tersebut saya rasakan dengan bertarawih di Masjid LDII Bojongnangka, Kertahayu, Pamarican, Ciamis.  Awal memasuki kawasan masjid rasanya terintimidasi oleh perasaan sendiri yang sudah terdoktrin oleh isu-isu negatif terhadap LDII. Barang sepuluh menit berlalu tidak ada lagi perasaan yang menekan diri saya, ...