Bermula dari perjalanan jamuan untuk teman yang jadi saudara, Sinyo Yoyon. Jamuan plesiran di Pangandaran membuahkan kebahagiaan, pengalaman dan kedamaian yang berarti tak terkecuali oleh - oleh penyakit yang dibawa. Perlu diketahui bahwa Pangandaran adalah daerah endemik penyebaran nyamuk demam berdarah dan cikungunya, di sana juga terdapat museum dan laboratorium tentang nyamuk demam berdarah. Sangat menyakitkan jika pulang membawa oleh - oleh ini.
Pedih |
Awal mula pusing kepala bagian belakang sudah saya rasakan sejak pulang dari pantai Pangandaran sampai ke stasiun Banjar hingga hari jumat (11/8). Saat itu tubuh sudah merasakan gejala yang sedikit menyakitkan mulai dari rasa pening, lemas dan mual namun semua itu saya tahan layaknya lelaki biasa yang ingin disebut tangguh karena mampu menahan rasa sakit. Ketangguhan itu ambruk bagai bangunan kuat diterpa gempa dengan kekuatan magnitude besar, rasa nyeri di semua bagian tulang, kaki dan tangan menjadi dingin, mual, pusing dan nyeri pada perut; semua keluhan itu memaksa saya untuk terbangun di tengah malam. Beberapa obat di kotak P3K membantu tubuh saya dalam memerangi bakteri ataupun virus yang sedang bergrylia.
Pagi hari dengan kesejukan khas kemarau memperparah keadaan tubuh saya. Tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Puskesmas untuk dirawat. Selama mendapatkan perawatan di Puskesmas tanda dan gejala penyakit semakin menjadi, suhu tubuh naik ke 40 derajat Celsius dan turun kembali dan naik kembali, nadi menjadi cepat melebihi 110 kali permenit dan yang membuat saya agak syok adalah tensi darah yang turun menjadi 90/60 mmHg. Kupikir inilah waktu saya untuk kembali karena sakit yang luar biasa.
Sedikit memberi kabar ke Suranenggala hanya respon yang kurang enak saya dapatkan. Respon ini saya dapat memang kesalahan saya juga karena masih membawa masalah sepele dan tidak menghargai kesibukanya sebagai karyawan tata usaha di sekolah negri. Beberapa potong kalimat permintaan maaf saya sampaikan untuk meredam emosi diantara kita. Percakapan hening seketika melebihi empat jam yang berujung dimaafkanya kesalahan saya. Kekhawatiranya pun tercermin dalam setiap bait kalimat yang diketik. Terima kasih sudah sangat memahami.
Berkat Titah Akhirnya Habis |
Ahad pagi ini (13/8) diawali dengan percakapan Suranenggala yang menanyakan keadaan sekarang dan saya membalas dengan ucapan terima kasih untuk semua yang dia ajarkan saat di Argapura. Inilah sejatinya saudara yang saya inginkan selalu menjadi manfaat dan tidak ada kebencian. Rasa kantuk dan lemas membawa saya mengakhiri percakapan dalam aplikasi WA.
Terbangun jam 11:50 WIB dan kembali melihat pemberitahuan pesan di telpon pintar saya ternyata Suranenggala berkirim pesan dan peta lokasi saat jam 10:30 WIB. Ku kirim balasan dan langsung ku telpon menanyakan lokasi sekarang dimana. Ternyata masih menunggu setia di Banjar. Sempat sedih dan terharu ketika melihat jam tunggu yang begitu lama demi menjenguk saya. Terima kasih Ang.
Selang beberapa puluh menit munculah seorang berpakaian jaket biru yang harganya satu juta dengan kaos karakter wayang modern, membuka helm dan senyum manis. Suranenggala mengalahkan Cefotaxim ataupun obat lainnya. Pelukan pertemuan dan pelukan perpisahan selalu menusuk di setiap sisi hati dan percakapan demi percakapan dimulai dengan manis dan berujung dengan berat hati.
Beberapa jam membuat imunitas saya naik seketika. Inilah obat yang jauh lebih baik bagi saya, apalagi saya menghargai betapa jauhnya dia menyusuri jalan, merelakan waktu dan uangnya untuk datang menjenguk. Inilah yang pertama bagi saya dan saya berjanji akan selalu menjaga. Terima kasih.
Komentar