Tamu bagi semua bangsa manusia yang ada di bumi selalu disambut dengan baik dan terhormat dengan cara ataupun adat sendiri - sendiri, tak terkecuali bagi bangsa Jawa seperti saya. Bukan soal bangsa dan budaya saja pengaturan adat akan penerimaan tamu tapi bagi seorang muslim seperti saya mewajibkan memuliakan tamu sampai tiga hari dan hari selanjutnya dianggap sebagai sedekah. Betapa mulianya seorang tamu karena membawa rejeki, berkah, kebahagiaan dan silaturahmi sehingga tidak ada agama mana pun dan bangsa mana pun yang menolak tamu kecuali tamu kejahatan atau tamu yang berniat jahat.
Awal Bertemu Di Gili Trawangan |
Mengenai tamu kali ini saya akan mendapatkan seorang tamu istimewa dari Bukittinggi - Sumatera Barat, lumayan jauh bukan?! Jauh berarti lebih istimewa tentunya. Tamu saya ini merupakan saudara yang pernah menolong saya saat menjadi backpacker di Lombok. Ceritanya saat itu saya melabuhkan diri di pulau peranginan yang femes di Lombok; Gili Trawangan. Saat saya melabuhkan diri belum terfikir sama sekali soal penginapan dan yang lainnya hanya yang ada dalam benak adalah menikmati alam dengan berenang dan berkeliling pulau kecil tanpa deru mesin kendaraan bermotor. Di saat itulah saya bertemu dengan dua orang yang saya fikir orang Malaysia karena logat mereka sepertinya orang Melayu. Tapi dugaan saya sangat meleset dan berujung ke pembicaraan ringan yang mengantarkan saya terus bersama mereka sampai pagi hari selanjutnya. Dua pemuda itu datang dari Bukittinggi, kota wisata di Sumatra Barat. Seorang bernama Yoyon Fernando persis parawakannya sama dengan saya, dia seorang pengusaha muda yang patut diacungi jempol karena kegigihanya dalam hidup dan seorang tambun bernama Chiko yang merupakan salah satu ahli waris perusahaan tekstil yang telah berkali-kali mengekspor produknya ke Makkah dan Malaysia. Itulah sekilas flash back sejarah di mana saya menjadi bagian daripada mereka.
Dari kedua pemuda pengusaha itu yang akan menjadi tamu saya kali ini Sinyo Yoyon. Begitulah saya memanggil Yoyon sebagai Sinyo yang berarti tuan muda yang belum menikah tentunya. Sinyo Yoyon ini memang mempunyai usaha textilenya di Bandung jadi tidak heran jikalau dirinya selalu berkunjung ke Bandung. Berbagai tawaran untuk menyambangi rumah bututku telah dipromosikan jauh - jauh hari semenjak kita saling mengenal karena setidaknya rakyat jelata seperti saya ingin menyampaikan rasa terima kasih saat ditolong jadi boleh lah sekedar ngopi ataupun makan nasi tiwul bersama di gubug reot.
Benar saja Sinyo Yoyon yang merasa pikiranya tidak karuan karena urusan bisnis yang ruwet memerlukan sebuah tempat untuk menenangkan diri sekejap. Tentunya saya menawarkan diri bagaimana kalau menginap di gubug saya nanti dilanjutkan untuk menjelajah wilayah Pangandaran. Sinyo yang masih gundah tidak bisa memutuskan begitu saja karena biasanya urusan bisnis lebih rumit dari yang kita bayangkan dengan mudah. Jawaban untuk eksplorasi Pangandaran pun terjawab dalam beberapa minggu.
Tiga hari sebelum keberangkatan Sinyo menanyakan rute dan bus apa yang mesti digunakan dan semua persiapan pun saya sudah jelaskan karena rencananya mau menginap di pinggir pantai. Pergerakan jarum jam pun begitu cepat berlalu bagai putaran angin memutar dengan kecepatan yang sempurna.
Suasana Penjemputan |
Malam itu (8/8) terminal tampak lebih sepi dari biasanya padahal jam kayuku masih menunjukkan ke angka tujuh dan enam. Terlihat beberapa aktivitas di warung - warung sekitar terminal Banjar dan beberapa agen logistik sedang sibuk. Menunggu hingga setengah jam tidak terlalu lama bagi saya karena waktu begitu mudah terlepas ke udara malam yang dingin. Gemuruh deru mesin buatan Eropa dan Jepang hilir mudik melewati terminal bus yang sepi oleh penumpang.
Getaran pesan dari telpon pintar mengejutkan saya untuk segera melihat isi pesan yang masuk. Dan akhirnya pesan daripada Sinyo yang sudah menginjakan kaki di Sudut paling timur dari Priangan Timur. Wilujeung Sumping saya sampaikan kepada Sinyo yang sudah jauh - jauh datang. Tidak ada percakapan sekapur sirih yang banyak baik dari saya ataupun Sinyo karena kami sudah merencanakan untuk memberikan mukhadimah di warung kopi ataupun di tukang surabi.
Sayang sekali tidak ada tukang surabi buka baik di Pangasinan, Binangun dan Cibenda, Neglasari jadi rencana gagal namun masih ada tukang bajigur yang masih buka tepatnya di alun - alun Pamarican. Sekapur sirih ataupun mukhadimah berjalan lancar karena ditemani satu gelas bajigur dan seonggok kue cetil yang membuat mukhadimah semakin lama terlebih lagi sepulang dari alun - alun kami masih melanjutkan mukhadimah di pinggir sawah tepatnya di gubug belakang rumah.
Komentar