Halo berjumpa kembali dengan saya, Waluyo Ibn Dischman. Semoga pendengar sekalian tidak bosan mendengar nama saya yang wara-wiri di acara ini. Terima kasih sebelumnya untuk kak Maria yang selalu memberikan tantangan kepada saya. Bagi saya acara BB adalah sebuah pengasah otak agar otak selalu terjaga fungsi dan perkembangannya. Kita tahu bahwa otak yang tidak terpakai maka yang terjadi otak menjadi “tumpul”, otak yang tumpul berakibat pada masalah kesehatan serius seperti penyakit alzaimer alias penyakit pikun. Tentunya kita tidak mau menjadi pikun bukan? Jadi jangan tunggu apa lagi kiriman ulasan anda tentang apa pun ke acara ini.
Berkat tantangan yang lalu, kali ini saya berkesempatan membalas tantangan tersebut. Bahan yang dibawa saat ini berupa ilmu filsafat, tokoh filsuf yang dibawa yakni Lao Tzu yang mengajarkan filsafat Taoisme. Saya memilih filsuf Tao karena pada umumnya masyarakat tionghoa maupun masyarakat Asia Tenggara menjalankan falsafah hidup yang diajarkan Tao baik sebagian maupun keseluruhan.
Tujuan membawakan filsafat Taoisme tentunya memperkenalkan budaya, falsafah hidup masyarakat tionghoa yang kadang dianggap “aneh” oleh kelompok etnis tertentu. Tentunya dengan pengenalan ini diharapkan para pendengar lebih paham dan menghargai kebudayaan ataupun falsafah hidup sekelompok orang. Baiklah kita mulai saja.
Filsafat Taoisme dibawa oleh Lao Tzu atau dikenal juga sebagai Lao Er, Lao Dan, Lao Tse. Lao Tse sendiri hidup pada tahun lima masehi, dia merupakan seorang pejabat pemerintahan kala itu. Dikarenakan terdapat gejala sosial yang buruk seperti korupsi dan kekacauan akhirnya Lao Tse pergi dengan menaiki kerbau ke arah kawasan Tibet. Lao Tse sendiri dipercaya sebagai Maha guru, Dewa, ataupun tokoh legenda Tiongkok. Di tengah jalan beliau diminta oleh Yin Hsi untuk menulis sebuah buku untuk dirinya. Dalam masa tiga hari beliau menyelesaikan buku yang berjudul Tao Te Ching (Book Of The Way The Virtue). Dari buku tersebutlah lahir Taoisme.
Tao dalam perkembangannya bukan saja sebagai agama melainkan sebagai filsafat dan tradisi populer. Misalnya saja tradisi populer Tao diantaranya tai chi, feng shui ataupun pengobatan-pengobatan tradisional. Tentu saja di sini saya tidak akan membahas agama maupun tradisi populer dari Taoisme. Pendengar sekalian, kali ini saya akan memperkenalkan falsafah hidup dari Taoisme. Tentunya falsafah hidup suatu bangsa mempunyai perbedaan, akan tetapi perbedaan itu bisa dipelajari dan diambil sisi baiknya atau diambil sisi yang sesuai dengan karkater dan kepercayaan anda sekalian.
Di sini saya sedikit mendapatkan kesulitan untuk menjelaskan/menerjemahkan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh semua kalangan. Mudah-mudahan para pendengar menikmatinya dan mampu menangkap apa yang saya maksudkan. Baiklah, mari saya perkenalan tentang Taoisme.
Taoisme mempunyai beberapa pokok falsafah hidup yang utama diantaranya:
Air sebagai analogi
Sifat-sifat air menjadi inspirasi bagi falsafah hidup Taoisme karena banyak sekali pelajaran yang diambil dari sifat air. Misalnya saja sifat yang menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Misalnya air yang tercampur dengan gula dan kopi dan diminum manusia tidak akan memberontak, dia hanya mengikuti takdirnya. Begitu juga dengan air yang turun dari langit jatuh ke got. Sama halnya dengan pekerjaan atau nasib manusia yang berbeda-beda dan diharapkan menerima takdirnya.
Sifat air selanjutnya jernih dan tenang. Tidak ada air kotor tapi yang ada air dikotori, air yang diwarnai. Menurut Tao semua mahluk hidup pada dasarnya jernih dan tenang, termasuk manusia. Tidak ada manusia jelek ataupun manusia yang rusak melainkan manusia dirusak ataupun dirusak oleh diri sendiri. Tao menuturkan bahwa untuk mendapatkan ketenangan dan kejernihan harusnya seseorang menggunakan mata batin yang baik.
Ying Yang
Para pendengar sekalian mungkin sudah familiar dengan kalimat tersebut terlebih di RTISI terdapat acara khusus tentang Feng Shui yang dibawa oleh Bung Yunus Hendri. Ying Yang tidak akan lepas dari ucapan Bung Yunus Hendri saat membawakan acara tersebut. Ying Yang merupakan simbol dari Taoisme yang mempresentasikan sebuah keseimbangan alam semesta.
Alam semesta ini selalu sifatnya berpasangan dan pasangan-pasangan ini harus ada demi keseimbangan, kalau tidak maka yang lahir adalah ketidakseimbangan dalam hal apa pun. Baik-buruk, hitam-putih, kaya-miskin bukanlah sebuah konflik melainkan sebuah komplementer (saling melengkapi). Misalnya: tidak ada cakep kalau tidak ada jelek. Maka seseorang disebut cakep karena ada orang yang jelek, dan sebaliknya. Contoh lain: kebaikan ada saat dimana keburukan itu eksis (berada/terjadi).
Para pendengar perlu diketahui bahwa Ying Yang tidak hanya berhenti pada baik buruk saja melainkan berbagai aspek kehidupan misalnya pola makan, emosi dan lainnya.
Wu Wei
Secara harfiah bisa diartikan tidak berbuat apa-apa atau tidak mempunyai kegiatan. Namun Eu Wei mempunyai makna tidak berbuat tanpa dibuat-buat dan tidak berbuat semau-maunya. Falsafah Tao menjelaskan bahwa berbuat semau-maunya dan perbuatan yang dibuat-buat adalah perlawanan pada sifat kodrati manusia atau sikap yang tidak wajar.
Wu Wei sendiri merupakan perwujudan dari kelemah lembutan, kesederhanaan, kebebasan dan suatu kemampuan efektive yang murni, di mana tidak ada gerak yang dihambur-hamburkan untuk sekedar dipamerkan ke luar. Falsafah hidup Wu Wei merupakan rangka dari Ying Yang yakni element penyeimbang.
Takdir Menurut Dalam Falsafah Taoisme
Dalam Taoisme bahwa takdir adalah segala hal yang terjadi di luar kontrol kita. Jika seseorang percaya pada takdir seharusnya tidak mudah untuk gundah gulana (galau), gembira berlebihan atau perasaan yang berlebihan. Orang yang percaya takdir tentunya akan stabil, tidak akan gampang mudah ditipu oleh kesenangan dan tidak gampang depresi oleh kegagalan.
Pendengar sekalian, Tao menyimpulkan bahwa sedih, gembira, galau dan perasaan lainnya adalah sebuah permainan pikiran. Pernah kan para pendengar sekalian merasakan sedih? Coba saat sedih alihkan pikiran ke sesuatu yang menarik pasti permainan pikiran berupa sedih akan berkurang ataupun hilang. Fenomena dan fakta kadang sama, hanya pikiran yang tampil pada pikiran kadang berbeda. Inilah yang disebut permainan pikiran. Misalnya: Ada dua siswa yang mendapatkan nilai jelek pada ujian mata pelajaran sastra. Siswa pertama mempresentasikan pikirannya terhadap nilai jelek sebagai hal yang biasa dan malah tertawa karena nilainya jelek, dan siswa kedua mempresentasikan nilai jelek ke sebuah kesedihan dan stress karena pikiran menganggap sebuah kegagalan.
Kebajikan Dan Etika Taoisme
Pendengar yang budiman, masih belum bosan kan dengan tulisan saya?! Semoga belum ya. Kalau pun bosan bisa dikecilkan suaranya hingga acara selanjutnya. Banyak sekali kebajikan dan etika yang baik dari seorang Tao yang bisa ditiru oleh semua manusia. Ingat bahwa kebaikan adalah nilai universal yang siapa pun akan merasakan sama walaupun berbeda budaya, ras, agama ataupun yang lainnya.
Tao menyebut jika seseorang ingin menjadi baik harusnya memperhatikan tiga hal berikut. Pertama mengusahakan, dalam arti memberi sesuatu ke orang lain tanpa pamrih. Kedua jujur, kecenderungan sikap dan perilaku yang berbasis pada kesucian hati. Dan ketiga kasih sayang sebagai kebajikan arti hidup untuk sesama manusia tanpa membeda-bedakan. Pendengar sekalian, bahwa seorang yang baik itu bisa mendayakan dirinya untuk kehidupan orang lain dengan jujur dan dilandasi oleh kasih sayang. Jika seseorang sudah bisa menjalankan ketiga hal tersebut maka seseorang sudah menjadi manusia yang agung, manusia yang mencapai kebahagiaan yang sempurna.
Dalam falsafah hidup Tao bahwa manusia agung bukan berdasarkan ilmu yang tinggi melainkan dari prilaku atau kebajikan. Orang yang berilmu tinggi seharusnya lebih matang dalam mengolah semesta dengan keseimbangan.
Etika Taoisme mengajarkan bahwa berbuat baik bukan sebuah transaksi yang saling membalas, namun berdasarkan kemurnian hati. Ada kutipan etika yang menarik dari falsafah hidup Tao seperti ini “Terhadap yang berbuat baik kepadaku, aku seorang baik. Terhadap yang tidak seorang baik kepadaku, aku tetap seorang baik. Hingga seluruhnya menjadi baik. Terhadap yang jujur kepada ku, aku seorang jujur dan terhadap orang yang tidak jujur kepadaku, aku tetap seorang jujur sehingga seluruhnya menjadi jujur.”
Pendengar sekalian, dari uraian di atas maka perinsip hidupnya Tao dirumuskan menjadi tujuh hal diantaranya:
Kesederhanaan (Simplicity)
Kepedulian kepada sesama (sensitivity)
Keluwesan dalam menyikapi persoalan hidup (flexibility)
Ketidaktergantungan (Independence)
Tajam dalam pemahaman (focused)
Terlatih menyelami kehidupan (cultivate)
Bergembira karena menyukai kebaikan (joyous).
Tentu saja uraian di atas tidak memenuhi syarat penjelasan dari ke-tujuh falsafah hidup dan perlu pembacaan dan penulisan yang akan memakan waktu yang lama, oleh karena itu silakan kepada pendengar sekalian untuk mencari tahu sendiri baik di TV, radio, internet maupun buku tentang falsafah hidup Taoisme. Untuk pendengar yang beragama islam terdapat buku menarik yakni Tao of Islam. Saya merekomendasikan buku ini karena kemiripan dari kedua ajaran, menarik bukan.
Sampai jumpa di tulisan dan komentar berikutnya. Salam!
Komentar