Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Ceremai Ceria

Arah Jarum Jam: Azril, Raihan, Miftah, Farhan, Azka, Hilmi, Iman dan saya.

Sudah beberapa kali ini absen nanjak gunung, terakhir kali ke Gunung Prau tahun lalu. Untuk hobi satu ini aku gak pernah narget satu tahun harus berapa kali nanjak, atau paling enggak ada prioritas untuk nanjak. Ajakan demi ajakan sering kali masuk ke kolom pesan di aplikasi WhatsApp, paling utama kirim pesan dari Lukman dan Bang Hambali. Kedua orang tersebut memang selalu rutin nanjak saat libur panjang atau libur kejepit, terlebih Lukman yang sering membuka open trip

Kalau dihitung dari akhir tahun 2017, tiap tahun hanya sekali nanjak. Maklum sekali kalau soal nanjak harus banyak yang dilibatkan terutama soal waktu, kadang uang ada tapi waktu gak ada. Untuk tahun ini saya berkesempatan kembali untuk nanjak gunung, semua ini berkat teman lama dari komunitas sepeda dari Banjarsari, Raihan. Beberapa kali dia 'pamer' hendak mendaki, kadang juga pamer touring jauh pake sepeda. Semua yang dipamerkannya membuat saya ingin ikut, tapi tentu saja pertimbangan lainnya membuat saya tidak bisa.

Sebulan sebelum mendaki Raihan pamer status pendakian di WhatsApp, langsung saja jari nyiyirku mengomentarinya. Saat itu tidak ada niat untuk ikut bergabung, maklum saja waktu yang kurang pas, terlebih lagi musim panen padi. Sejatinya bukan Raihan saja yang menawari untuk kembali nanjak tapi ada Lukman dan Mas Bram. Singkat cerita seminggu sebelum pendakian, Raihan kembali membuat status WhatsApp yang tak lain soal puncak gunung Ciremai. Saya paham dia selalu antusias untuk hal ini, baginya ini hal pertama dalam hidup. Segala lontaran pertanyaan soal pendakian dilayangkan melalui pesan instan, hingga sebuah ajakan yang sedikit meragukan.

Saya tidak tahu apa maksud ajakan yang sedikit bernada meragukan itu. Itu hanya urusan Raihan seorang, bukan urusanku. Nada keraguan dimulai dari jumlah anggota, kesimpan tenda dan tentu saja kelompok. Dalam rencana pendakian para perserta memang dari santri Persis (Persatuan Islam), bagiku ini adalah kelompok eksklusif. Sebuah tantangan tersendiri untuk bisa bergabung, terlebih tantangan pada pribadiku yang tidak agamis. Seminggu pembicaraan dalam beberapa paragraf-paragraf pertanyaan dan juga ajakan, hingga akhirnya saya setuju untuk ikut dengan persentase 50% saja.

Karcis Resmi Dari Taman Nasional Gunung Ciremai

Enam belas bulan April dimana semua persiapan sudah ada terutama soal dana, uang dalam ATM sudah ku periksa dan dikeluarkan tiga lembar warna merah terang! Kembali aku kabarkan pada Raihan, bahwa saya bisa ikut! Namun ternyata keraguan kembali dilayangkan Raihan. Aku cukup pesimis, dan kembali lagi untuk menaruh kembali tiga lembar uang itu ke dalam mesin Setor Tunai BNI. Print dari mesin Setor Tunai BNI keluar dengan informasi saldo yang tersisa. Kembali pulang dengan rasa pesimis, bagiku ini hal yang biasa karena lumayan cukup banyak pengalaman soal kegagalan dalam rencana perjalanan.

Menjelang sore hari di tanggal yang sama, Raihan kembali melayangkan pesan cukup singkat berisikan "Mas, tiasa. Tenda atos aya" kabar ini cukup menggembirakanku, hanya saja uang sudah masuk ke sistem BNI. Apa boleh buat uang di dompet dimanfaatkan saja walaupun hanya Rp 25.000. Hingga pada hari yang ditentukan semua persiapan sudah disediakan sesuai dengan standard keselamatan pendakian, mulai dari sleeping bag, jaket tebal, perobatan dan yang lainnya.

Menjemput Ketua Ekspedisi
Kali ini saya hanya manut saja, wong memang hanya ikut atau bisa disebut anggota kelompok bawaan, bukan dari kelompok utama. Grup WhatsApp sudah tersedia, percakapan dimulai dari perkenalanku pada semua anggota. Semua anggota utama terasa dewasa dan melebihi umurku yang hampir 27 tahun, aku cukup terkesima dengan apa yang ada dalam chat mereka. Aku memposisikan hanya sebagai tamu, bukan orang utama. 

"Mas, aku berangkat!" Pesan singkat dari WhatsApp muncul jam 17:10 bukan lain dari Raihan. Aku yang sedari jam 16:00 sudah siap, tentu tanpa pikir panjang langsung pamitan dan segera ke lokasi yang dijanjikan. Datang lebih awal karena jarak yang cukup dekat dengan rumah, lokasi meeting point berada di tugu perbatasan Kota Banjar di lingkungan Batulawang. Sepuluh menit berlalu dua motor menghampiri dengan barang bawaan cukup besar, tas ransel penuh hingga menjulang tinggi melebihi pundaknya. Raihan tersenyum diikuti oleh para dua orang kawannya.

Pose Di Basecamp Apuy

Uluran tanganku dibarengi dengan sebutan nama "Azril, mas...!" dan berlanjut pada seorang yang cukup jangkung dengan suara sedikit lirih "Farhan, mas!" Ya kini mereka sudah menjadi bagian dariku. Dua teman baru yang berbeda dari apa yang ku pikir sebelumnya, ternyata mereka lebih muda daripada aku. Jika disamakan mereka seumuran dengan keponakanku, sekitar umur 19 - 20 tahun. 

Seperti apa yang aku katakan sebelumnya, akan manut pada mereka soal apapun. Ya bagai petir yang datang tanpa mendung, lain dari yang ku kira. Semua berlimpah padaku! Ya Tuhan aku momong bocah

Sempat kesulitan saat mencari rumah Miftah, seorang anggota utama pendakian. Azril dan Farhan, lupa lokasinya, mereka hanya ingat pada masjid besar. Kita yang sudah terlanjur di Masjid Itje Tresnawati memutuskan untuk istirahat dan sembahyang isa. Melalui jalur telpon Miftah memberikan lokasi yang benar, hingga akhirnya kami sampai pada rumahnya.

Jalur sempit gang ala perkotaan merupakan hal lumrah di lingkungan Rajapolah bagian lereng gunung. Semua terasa khas kehidupan masyarakat sunda di lereng gunung, air mengalir dengan gemercik, ikan-ikan di balong kesana kemari demi sebuah santapan mangsa. Malam itu begitu sepi, terlebih selepas hujan. Suasana seakan lelap pada sebuah kesyahduan alam.

"Hoi...kakara datang" kepala Miftah keluar dari balik pintu dapur yang menghadap persis di depan gang sempit depan mushola. Adegan ini seakan hantu yang menakuti manusia yang kurang iman, aku hanya tertawa kecil. Cukup kaget! Sepeda motor digeser ke kiri, ke kanan dan luruskan untuk mencapai posisi yang pas sesuai ukuran gang yang lumayan sempit. Bukan jurang yang ada di sebelah gang melainkan tembok dinding rumah dan balong alias kolam ikan. 

"Asalamualaikum...." Tanda hormat secara islami diucapkan dari setiap mulut kecuali aku, mulutku hanya senyum. Sambutan hangat terpancar dari wanita sholihah penghuni rumah dalam gang. Aku yakinkan dia adalah ibu dari Miftah, dan ternyata benar. Bukan ruang tamu untuk dipersilahkan untuk kami yang empat orang tetapi ruangan cukup luas di lantai dua, tepatnya kamar Miftah. Di kamar itu saya berkenalan dengan Miftah, seorang santri yang alim seperti ibunya.

Suasana Perkemahan Di Pos V Shang Hyang Rangkah

Satu persatu toples berisi makanan ringan keluar, disusul dengan satu bakul nasi dengan lauknya. Perut terasa menonjok berkali-kali hingga lidah dan air liur keluar. Rasanya lapar! Kami hanya saling pandang dan saling menuduh siapa yang menginginkan makan cepat! Farhan selalu menjadi orang pertama untuk hal ini.

The last supper telah berakhir dengan hikmat, rencana selanjutnya adalah pembicaraan rencana pendakian. Mulutku rada usil untuk memberikan saran, aku berani usil karena memang rasanya mereka belum ada persiapan sama sekali, terlebih kematangan dalam mengorganisasikan event. Dari rencana awal dengan menginap dua malam di Ciremai, aku ganti dengan semalam dengan alasan-alasan yang menurut-ku logis secara anggaran uang. Bersyukur semua yang ada di ruang kamar setuju, entahlah untuk anggota yang lainnya.

Subuh mengeluarkan cahaya terang disusul dengan bait suci dari pengeras suara dari mushola yang berada tepat di samping kamar Miftah. Semua terasa seperti gangguan yang tidak mengenakan, tapi semua adalah kebaikan dari Tuhan. Sembahyang subuh usai seiring waktu yang semakin terang, rencana-rencana semalam tepat adanya mulai dari makan, waktu perbelanjaan dan persiapan yang lainnya.

Kunjungan kedua pergi ke rumah Hilmi, seorang yang digadang sebagai ketua atau pelopor pendakian kali ini. Selain pengurusan logistik, rumah Hilmi bisa jadi tempat meeting point untuk teman-teman yang belum datang. Satu persatu teman baru datang dengan mengulurkan tangan dan mengucapkan namanya masing-masing, ada Azka dan Iman. 

Pukul delapan pagi sebagian logistik sudah siap, tinggal menunggu beberapa barang yang belum ada diantaranya tempe, tahu dan bumbu masak. Serasa balon meletus, ternyata mereka belum tahu jalan menuju Apuy Majalengka. Mau tidak mau aku berjalan pertama dengan membonceng Hilmi. Jalur menuju Apuy aku rekomendasikan melalui Talaga yang jauh lebih dekat daripada memutar melalui Maja. Keberuntungan tidak berada pada kami, beberapa kali sempat tersesat di wilayah Talaga. Beruntung kami sampai ke Basecamp Apuy, walaupun molor lebih dari 2 jam. Bukan soal tersesat lagi di perjalanan kami mengalami kesusahan berupa hujan yang mengguyur lebat ditambah motor yang sering mogok! Semua terasa pahit, tapi ini Tuhan yang memberikan.

Jalur Pendakian Apuy Majalengka

Perkemahan
Sekitar jam tiga sore kami memulai pendakian, setelah SIMAKSI (surat izin memasuki kawasan konservasi) keluar. Harga yang dikeluarkan cukup mahal, sekitar 400.000 rupiah untuk delapan orang dalam dua hari dua malam. Untuk seorang dihargai Rp 50.000 dengan rincian sebagai berikut:

Karcis masuk pengunjung wisatawan Nusantara Rp 5000
Asuransi Eka Warsa Rp 1.500
Parkir motor Rp ~ (tidak ada rincian)
Sertifikat Pendakian Rp ~ (tidak ada rincian)
Kresek sampah 4 lembar Rp ~ (tidak ada rincian)
Makan satu porsi dengan satu telor ceplok, nasi putih, sambal, satu gelas aqua, dan tahu tempe Rp ~ (tidak ada rincian)

Cukup mahal memang jika tidak ada rincian harga, tapi cukup murah jika dilihat dari "paket harga" memang semua tergantung kantong masing-masing.

Terjalnya Medan Menuju Puncak Gunung Ciremai

Kawanan awan menggumpal hitam keabuan, seakan hendak memuntahkan air yang sudah dikemu dalam mulutnya. Jalan pendakian yang licin membuatku tertantang untuk menaklukan Ceremai. Bagiku jalur Apuy adalah jalur yang cukup membosankan karena jalur ini tidak ada track naik turun, jadi saat naik ke puncak semua track nanjak semua dan saat turun semua turunan! 

Berawal dari hutan produksi getah pinus hingga mencapai Pos I yang dinamai Berod, pos ini mempunyai bangunan berupa saung yang bisa digunakan sebagai tempat berteduh para pendaki. Perjalanan ini melalui track bebatuan seperti bekas coran atau aspal. Untuk Pos II atau Arban, tumbuhan hutan berubah dengan tanaman khas hutan tropis dengan banyak lumut pada pohon-pohon besar. Jarak antar pos satu dan dua membutuhkan waktu 30 menit saja, tidak ada tantangan berarti di sini karena jalan seperti bekas coran.

Tantangan pendakian dimulai dari Pos II atau Arban menuju Pos III atau Tegal Wasawa, jalan cukup licin, menanjak beberapa ada yang mengharuskan dengan tali. Pepohonan khas hutan tropis dengan bau lumut hutan menyejukan hidung, daun-daun menutupi sebagian jalan selebihnya bugil karena sepatu pendaki. Beberapa kali turun kabut disertai beberapa hujan ringan, semua tantangan tidak melumpuhkan niat dan semangat kelompok kami. 

Satu teguk "arak tolak angin" mampu mengusir dingin di tangan, hingga mampu melegakan tenggorokan. Rasanya segar ditambah udara dingin seiring bertambahnya ketinggian tanah. Metode pendakian ini menggunakan metode yang pernah aku lakukan saat pendakian di beberapa gunung, metode ini memang tampak kejam tapi cukup cepat untuk mencapai pos lainnya. Metode ini hanya berisi istirahat lima menit sampai detak jantung normal, minum air putih, sedikit makan.

Zona Tegal Jamuju

Informasi dari radio telekomunikasi yang dibawa beberapa kelompok pendaki lainnya mengabarkan bahwa Pos V Sanhyang Rangkah sudah penuh oleh tenda pendaki lainnya. Rencana kelompok kami terpaksa diturunkan satu level yakni menginap di Pos IV Tegal Jamuju, suatu hal yang mutlak karena liburan panjang di akhir pekan.Pos V Shang Hyang Rangkah adalah pos terakhir di mana pendaki dibolehkan membuat perkemahan, sementara Pos VI adalah pos yang cukup rentan kena badai jadi tidak diperbolehkan. 

Mencari kavling untuk perkemahan di Pos IV juga agak susah karena lumayan banyak tenda yang didirikan. Beruntung kami menancapkan paku bumi di tempat yang pas! Datar dan bukan jalan air. Terima kasih Tuhan.

Bumi seakan sudah mengantuk dan siap untuk tidur, hutan menjadi gelap. Temaram lampu alam dari pantulan bulan memancar ke daun-daun hingga membentuk cahaya temaram. Riuh suara manusia keluar dari sepasang bibir baik dari wanita maupun pria, semua seakan kicauan burung di pagi hari. Suara musik sayup terdengar bersama deru angin yang menerpa dedaunan. Tendaku sudah berdiri tegak, tas sudah di tempatkan pada sisi yang terbaik. Tinggal membuat makanan, awal menu adalah nasi putih, mie goreng, dan beberapa kerupuk. Semua itu hanya sekedar ganjal perut pengantar tidur. Sengaja tidak ada menu istimewa, rencana menu istimewa saat turun dari pendakian. 

Bagiku pendakian kali ini cukup beresiko dengan kekurangan logistik terutama peralatan keselamatan. Sleeping bag hanya satu, tilam hanya satu itu pun kecil, sungguh miris tapi berkat Tuhan kami lolos dari hipotermi. Bersyukur aku membawa kain tenun yang cukup panjang sehingga bisa digunakan untuk menyelimuti empat orang sekaligus. Susunanya, sleeping bag dibuka menjadi lebar untuk wilayah kaki dan kain tenun untuk badan bagian atas. Ide cemerlang datang dari Iman, dimana kakinya dibungkus dengan plastik kresek untuk mengurung panas tubuh agar tidak lekas dingin. 

Pemandangan Kota Majalengka Dari Puncak Gunung Ciremai

Kelompok kami mempunyai dua tenda, satu tenda berisi empat. Saya bersama Raihan, Iman, dan Farhan dalam satu tenda. Penduduk tenda ini memang khusus untuk orang yang tidak merokok, sementara tenda satu lagi khusus yang merokok. Selepas The last supper kami melepas lelah dengan tidur! 

Aku termasuk orang yang tidak tidur pulas dimana punggung terasa sangat dingin, hal yang aneh. Mungkin karena tilam yang begitu tipis sehingga hawa dingin masuk melalui punggung. Tepat pukul satu dini hari aku terbangun dengan bantuan alarm dari handpone. Bersyukur semua anggota bangun, tanpa malas. Persiapan demi persiapan dilakukan untuk summit attack!

Summit Attack
Tas sudah terisi kotak kamera, dan berbagai makanan. Makanan lainnya tidak masuk karena tas yang cukup kecil. Persiapan berjalan selama sepuluh menit selepas itu berdoa dan memulai langkah.

Udara dingin membekam hidung begitu erat, pernapasan tersengal-sengal karena partikel udara yang kaya akan embun. Tigapuluh menit berlanjut hingga hidung dan anggota tubuh lainnya menyesuaikan ritme aktifitas berat ini. Awal yang melelahkan. Pos V telah terlewati, penyesuaian tubuh sudah pada tempatnya hanya bau belerang menganggu. 

Tampak Gunung Slamet Di Timur

Kondisi Azril semakin tak menentu seakan roh dalam tubuhnya enggan berlama-lama, nafasnya tampak sesak, kakinya melayu enggan bersusah payah. Masalah lainnya bertambah dimana perutnya terasa terguncang. Hal yang genting! Di mana anggota ada yang bermasalah, rasa was-was menyelimuti sekujur otakku. Aku gak mau ada yang 'pergi'! Penyesuaian cara pendakian dengan banyak istirahat namun batas waktu ditambah sedikit lama. 

Terpaan badai dua kali menghantam wajah setiap pendaki, awan hitam di sisi utara mengeluarkan cahaya listrik dari petir yang ingin memecut bumi. Rasa cemas mengalir bagai cucuran hujan di pegunungan. Tuhan ternyata memberiku hadiah! Cuaca mendung bergerak cepat ke arah barat dan hilang. Sisi timur yang berwarna hingga memuntahkan warna-warna yang lainnya.

Kondisi Azril masih dalam pengawasan dan sedikit mendapatkan harapan besar setelah kamera menjepret mukanya. Jepretan kamera menjadi booster dalam hidupnya! Sesuatu yang tak lazim. Beberapa pose telah direkam dalam kamera baik kamera mirrorless maupun dari telpon pintar. 

Aku bersyukur atas hadiah Tuhan yang luar biasa ini, keselamatan, cuaca bagus dan kesehatan adalah hadiah yang luar biasa. Kondisi Azril semakin menjadi! Perutnya terguncang hebat, satu tablet pereda nyeri diterimanya tapi tidak dimakan. Sesuatu yang sangat dilayangkan. Kain panjangku dikeluarkan untuk menghalau hipotermi, satu tanda hipotermi sudah muncul pada dirinya. Aku khawatir penuh. 

Susana Di Puncak Gunung Ciremai

Masalah kembali muncul saat bahan makanan tidak dibawa semua. Hanya makanan yang ada dalam tas ku saja. Oh Tuhan inilah jalanmu. Persediaan air pun sudah habis, entah kenapa spirit untuk kembali pulang dengan selamat begitu tinggi. Jam delapan pagi perjalanan pulang dimulai, diawali olehku bersama Azril, Reihan dan Azka.

Sebelum pulang ke Basecamp kami membuat makanan terlebih dahulu kali ini menu agak spesial dengan sarden, bakso, sosis, tempe, tahu, mie goreng, dan makanan lainnya. Cukup istimewa bagi kami! 

Tepat pukul Tiga sore kami sampai di Basecamp Apuy dengan selamat, setelah makan dan solat kami kembali ke Tasikmalaya untuk mengantarkan mereka yang tinggal di sana. Aku dan Azril pulang lebih dahulu setelah mengantarkan Hilmi ke rumahnya, sementara Reihan dan Farhan masih menginap semalam di rumah Miftah.

Perjalanan pulang Azril mengendarai motornya sendiri, sementara aku dengan Azka hanya saja Azka turun di bilangan Cihaurbeuti tepat di depan pesantrennya. Aku sekali lagi bersyukur pada Tuhan untuk segala yang diberikannya.

Gunung Slamet Di Purwokerto Tampak Dengan Gagahnya

Summarize
Pendakian low budget modal Rp 120.000 perorang, dimulai dari Banjarsari, Pamarican, Rajapolah dan Ciawi. Rincian sebagai berikut:
Total uang masuk Rp 120.000 X 8 = Rp 960.000
Pembiayaan: Simaksi Rp 50.000 perorang (8 orang); Bensin PP 40.000 (4 motor); logistik dan yang lainnya tidak terinci dengan baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...