Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Sarkasme dari Seekor Kucing dari Buku Soseki Natsume

Merupakan bacaan ke-tiga sastra Jepang, sebelumnya saya membaca karya sastra Jepang berbentuk cerita hantu dan cerita rakyat. Sungguh cerita dari mereka mengandung banyak manfaat rohani, terutama soal lingkungan, kemanusiaan dan keagamaan khususnya agama Buddha. Sekali lagi aku merasa harus ada tambahan membaca karya-karya bangsa Jepang baik klasik ataupun kontemporer. 

Novel ini terdiri dari 3 volume, tidak semua volume sambung menyambung dengan baik. Di sini ada permainan sudut pandang, atau hanay sebagai cerita yang didengarkan oleh si Kucing. Kucing tanpa nama ini dipelihara oleh keluarga guru, biasanya disebut Master. Dia memelihara kucing tanpa nama tersebut dengan acuh tak acuh. Tidak ada istimewa sama sekali, tidak seperti kucing tetangga yang selalu disayang. 

Cerita ini memang seonggok sarkas yang ditujukan pada manusia Jepang saat itu, dimana pergumulan kehidupan disoalkan oleh seekor kucing. Bagiku sudut pandang kucing merupakan sudut pandang dari sang penulis yang mengkritik kehidupan pada masa itu. Jelas isi dari cerita mengungkapkan pergeseran budaya, sudut pandang, daya pikir dan pengaruh filosofi dari dunia barat.

Kehidupan kucing yang diceritakan bukan saja mengkritik kehidupan manusia, ada juga mengenai kehidupan kucing yang begitu lucu seperti peristiwa memakan kue mochi. Peristiwa ini sangat lucu bagiku dimana kucing bisa menari-nari (kesusahan) dalam upaya melepas kue mochi yang bersarang di giginya. Hal absurd kehidupan kucing dan tuannya juga diungkap seperti sang tuan dengan sengaja memukul kepala kucing agar mengeong. 

Beberpa kutipan yang mengena bagiku dalam novel ini ada beberapa, ini berhubungan dengan kehidupan yang sepele. Walaupun sepele, kalimat ini sangat membuat diriku paham akan hal-hal remeh nan penting.

"Langit, bumi, gunung, sungai, matahari, bulan, bintang- semuanya merupakan nama lain dari diri sendiri. Semua yang dipelajari manusia pada akhirnya akan membawa dia pada pelajaran mengenai diri sendiri. Jika seseorang bisa meloncat keluar dari dirinya sendiri, maka diri itu akan hilang tepat saat dia meloncat. Bukan hanya itu saja. Orang yang bisa mempelajari tentang dirinya sendiri hanyalah orang yang bersangkutan; tak bisa orang lain meski ia sungguh-sungguh mempelajari atau dipelajari orang lain. Inilah alasan kenapa semua manusia hebat bisa mencapai kehebatannya dengan usaha sendiri. Jika memang benar kita bisa memahami diri sendiri dengan bantuan orang lain berarti kita bisa, katakanlah, mengatakan daging itu keras atau empuk dengan meminta orang lain yang memakannya."

Kalimat di atas membawa saya pada pemahaman ringan terhadap diri sendiri. 

Ada beberapa yang jadi catatan saya diantaranya pada halaman 266 tentang kemerosotan moral, utamanya pada pakaian orang Eropa pada masa lalu. Menarik sekali jika dilihat dari kacamata moral, dimana saat itu Eropa masih menjunjung tinggi moralitas dan agama. Kemudian pada 297 mengenai filsafat mengerjai orang lain. Ada ada saja pasa halaman 297 ternyata mengerjai orang ada filsafatnya juga. Terakhir ada filsafat positivisme di halaman 334. 

Digaris bawahi novel ini bukan untuk anak-anak ataupun remaja, saya pikir novel ini cocok untuk remaja akhir hingga dewasa. Bahasan yang ada dalam novel termasuk hal yang menarik terlebih terjadi pada masa lalu bangsa Jepang. Untuk membaca novel ini perlu dimodali ilmu sosial, sejarah, dan filsafat. Jika modal-modal tersebut kurang makan kelancaran membaca juga berkurang, atau makna dari novel tersebut akan kurang mungkin juga tidak didapat sama sekali.

Terjemahan termasuk dalam kategori bagus, saya lancar membaca novel ini tanpa mencerna pikiran terlalu dalam. Beberapa jata masih salah ketik, tidak terlalu banyak namun ada mungkin lebih dari 10 kata. Saya sendiri menghabiskan waktu sekitar 7 hari untuk 516 halaman, jelas ukuran ini bukan standar karena saya sendiri sibuk dengan urusan yang lainnya.

Judul: I Am A Cat - Aku Seekor Kucing
Pengarang: Sōseki Natsume
Penerjemah: Laila Qadria
Penyelaras: Zulkarnaen Ishak
Dimensi: xvi + 516 hal. 14x21 cm
Cetakan: Kedua, 2022
Penerbit: Immortal Publishing
ISBN: 978-623-7778-54-7

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d