Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Mengulang Kembali Burung-Burung Manyar oleh Y.B Mangunwijaya

Otakku masih menyimpan sedikit perihal roman Burung-burung Manyar karya Romo Mangun, saat itu berada di kelas 2 SMP. Remaja yang sedang asik mencari hiburan dalam bentuk tulisan, perpustakaan sekolah yang tak banyak buku ternyata menyediakan buku karangan beliau. Mau tidak mau akupun melahapnya. Ah kelas 2 SMP sudah terpaut jauh dengan sekarang, memoripun hanya sebatas judul yang masih terpatok kuat, jalan cerita dan tokoh hilang sudah seperti lenyapnya kota Soddom.  Beberapa kali mencari buku ini tak sempat untuk dibeli atau ditemukan, sekali ditemukan beranda di perpustakaan kabupaten yang lumayan jauh. Sementara di perpustakaan kota tidak ada, padahal perpustakaan kota paling dekat di rumah.

Beruntung buku ini tergeletak di Lapan Film Lab, sebuah perusahaan kecil penggerak hobi kamera analog yang ada di Cisaga, Ciamis. Aku dan pemilik buku memang sudah kenal, walaupun belum genap setahun. Atas kepercayaannya aku diberi kesempatan untuk membaca dua buku yang tersedia, diantaranya buku karya Romo Mangun. Gembiralah diriku seperti domba menemui gembalanya. 

Lepas dari buku pinjaman pertama "I am A Cat" karya sastra Jepang, kini balik ke Indonesia menemui Burung Manyar. Roman yang menceritakan kisah berlatar zaman kolonial dan pendudukan Jepang di Nusantara. 

Roman ini terbagi menjadi 3 bagian, diawali dengan prawayang. Bagian-bagian tersebut dipecah menjadi segmen pertahun jalannya cerita. Bagian pertama persitiwa terjadi pada tahun 1934-1944, pada bagian pertama ini terdapat 4 judul. Bagian kedua 1945-1950 dengan 9 bagian, sementara bagian akhir atau bagian tiga 1968-1978 dengan 9 judul cerita. Buku ini diakhiri dengan riwayat penulis yakni Romo Mangun. Keterkaitan antara bagian memang tidak terlalu tampak, namun samar dan berkelanjutan. Berawal dari masa kecil di lingkungan Keraton Surakarta dan tangsi menjadi titik awal sebuah cerita cinta dengan polemik zaman, hati dan politik. 

Rasa cinta Teto kepada Atik terbelah oleh politik, Atik berada pada pihak republik sementara Teto membela Belanda. Keduanya memang sudah cocok dan mempunyai ketertarikan dari kecil mula, hingga.asa remaja cinta mereka tetap sama. Pada akhirnya Indonesia merdeka dan Teto kembali dan bertemu pada sebuah acara wisuda doktor untuk Atik yang sudah meneliti burung manyar. Sejak pertemuan itulah cinta lama tumbuh lebih cepat hingga lebat seperti belantara Kalimantan. 

Bahasa yang digunakan oleh Romo Mangun memang sederhana sehingga siapapun bisa baca termasuk para remaja. Alur pun bisa disebut mudah dicerna. Roman ini mungkin bisa ditaruh di sekolah SMP dan SMA. 

Judul: Burung-burung Manyar
Penulis: Y.B Mangunwijaya
Dimensi: x + 406 hlm; 13 cm x 19 cm
Cetakan: Kedua, Agustus 2014
Penerbit: Penerbit Buku Kompas (Gramedia). 
ISBN: 978-979-709-824-1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d