Inilah pertama kali saya membaca karya penulis dengan ragam kontroversial yang dibuatnya pada zaman modern ini. Tentu saja suara dari luar sangat kuat sehingga untuk membaca karyanya sedikit sungkan, apalagi membeli karyanya di toko buku. Sungkan...sungkan dan sungkan, ya angin dari luar begitu kuat walaupun kita tidak tahu sebenarnya sang penulis dan tidak tahu pesan-pesan apa yang disisipkan dalam buku karyanya.
Bisa jadi ini adalah suatu anugrah yang cukup dibilang ambigu, saya yang terbawa angin kebencian pada penulis tersebut menemukan sebuah buku karangannya di kontrakan sepupuku. Anda sekalian tahulah betapa cintanya aku pada membaca, jadi apapun aku baca. Nah sekarang giliran karya milik Tere Liye yang dikenal cukup kontroversial, sejatinya agak malas untuk membacanya, eh ada seberkas sinar yang mendorong untuk membaca buku karyanya. Berhubung buku sudah dibaca sepupu akhirnya saya pinjam bukunya dengan masa kembali yang tidak ditentukan, maklum saja kami berbeda kota.
Menurut buku pakem sastra ataupun kebahasaan nilai sebuah novel bukan ditentukan oleh faktor intrinsik saja melainkan faktor ekstrinsik yang terdiri dari nama baik atau latar belakang sang penulis. Nah maka dari itu banyak kawan-kawan yang kurang merekomendasikan karya-karya beliau tentunya dengan berbagai jenis alasan. Karena angin kebencian cukup kuat hingga saya belum pernah membaca satupun karyanya, kecuali menonton karya yang difilmkan "Catatan Solat Delisa" lewat sebuah ajakan teman yang super relijius.
Buku yang akan saya ulas ini berjudul "Pulang" yang merupakan cetakan ke 16. Perlu diingat kembali bahwa Tere Liye merupakan penulis produktif di Indonesia dan karya-karya banyak yang sudah tertempel tulisan "penjualan terbaik" alias Best Seller. Walaupun dengan penjualan terbaik, karya-karya beliau mempunyai segmen pembaca yang berbeda dari penulis Indonesia lainnya seperti Dee Lestari, Andrea Hirata ataupun penulis Indonesia lainnya.
Walaupun dengan banyaknya kontroversi, Saya mencoba menyelami apa yang beliau tulis, mudah-mudahan menemukan segumpal ambergris di sana. Kita sadari bahwa seorang tokoh ataupun individu tidak akan lepas dari berbagai kontroversi yang dibuatnya baik pada tokoh besar dunia maupun kalangan proletar di sisi lain bumi. Semua mempunyai sisi lain yang bisa dilihat sebagai titik hitam.
Judul Buku: Pulang
Penulis : Tere Liye (Darwis)
ISBN : 9786020822129
Penerbit : Penerbit Republika
Penyelaras Kata : Triana Rahmawati
Desain Jilid : Resoluzy
Lay Out : Alfian
Tanggal Terbit : Maret 2016 (cetakan XVI)
Harga : X
Tebal : 400 halaman; 13,5X20,5 cm
Novel ini beralur loncat-loncat dari cerita masa kini yang dialami tokoh utama, alur masa lalu baik yang dialami tokoh utama dan tokoh pendukung. Dari bahasa yang digunakan sangat mudah dipahami, namun sayang semua kata yang dicetak miring baik dari istilah bahasa Inggris dan bahasa daerah tidak ada catatan kaki. Sehingga pembaca harus membuka kamus terlebih dahulu, wong gak ada catatan kakinya. Ada keganjalan yang cukup menarik bagiku di sini, ya walaupun novel ini fiksi tapi fiksi juga seharusnya gak sembarangan. Pada halaman 13 menceritakan bahwa jarak rumahnya dengan kota kecamatan berjarak ratusan kilometers, hal ini lah yang membuat saya bertanya-tanya jarak kota kecamatan dengan desanya kok jauh amat ya.
Selanjutnya mengenai ukuran babi hutan yang besar sapi, sepertinya hal yang cukup mustahil walaupun akhir-akhir ini di Daratan Tiongkok sedang dikembangkan babi ternak yang bisa mencapai bobot sebesar anakan sapi. Tapi tunggu dulu kira-kira anakan sapi umur berapa ya?! Ada yang cukup aneh juga di mana sang tokoh utama akan mendarat di Bandara Singapura, saat sebelum mendarat tokoh utama menelpon rekannya (hal.72). Walaupun menggunakan pesawat pribadi tentunya harus memperhatikan faktor keselamatan, lagi-lagi ini cerita fiski jadi ya sudahlah ya. Dalam novel ini saya merasa jenuh akan prestasi-prestasi dari sang tokoh utama, prestasi-prestasi tersebut membuatku sedikit mual karena perkembangan sangat spektakuler.
Cerita ini berawal dari kehidupan Bujang seorang anak berumur 15 tahun yang hidup di suatu desa terpencil, Bujang diangkat menjadi anak oleh seorang ketua Klan Mafia terkuat di Ibukota. Kehidupan Bujang berubah langsung 180° dengan kepintaran alami yang dimiliki, berbagai kursus diikuti atas perintah sang ayah angkat.
Bujang dengan berbagai kemampuan yang baik pada ilmu bela diri dan ilmu akademik menjadi andalan dan kebanggaan oleh sang ayah angkat, Tauke Besar. Perjalanan dirinya dalam klan mafia berjalan begitu terjal, percikan darah atau taruhan nyawa adalah yang biasa bagi dirinya. Jalan menjadi mafia ternyata dinikmati sekali oleh Bujang, mungkin karena jalur dari kakeknya yang sudah mendarahdaging sebagai kaum jawara. Beberapa pertempuran sengit antar klan mafia dia jalani, mulai dari peristiwa pertarungan dengan Klan Mafia Vietnam, Klan Mafia Hongkong, hingga pertarungan penghianatan yang dilakukan oleh Bashir.
Pada akhir cerita Bujang memenangkan pertarungan penghianatan yang dilakukan oleh Bashir dengan dukungan dari klan mafia Vietnam. Saat krisis dalam pertarungan sengit itu dia masuk ke lorong yang membawanya ke depan rumah paman-nya.
Keseluruhan cerita sedikit menarik dan cukup membosankan terlebih gaya bahasa yang boleh dibilang "mendayu-dayu". Aku pikir isi cerita akan semenarik judulnya, ternyata kata "Pulang" hanya terdapat dalam satu lembar epilog di akhir cerita. Sedikit mengecewakan sebenarnya, terlebih komentar-komentar dari pembaca yang dicetak pada belakang jilid "Membaca novel-novel Tere Liye seperti pulang ke rumah. Berapa jauh pun kaki melangkah, selalu ingin kembali". Bagiku komentar tersebut tidak mencerminkan hasil dari membaca novel "Pulang", kenapa? Novel pulang ini hanya membahas kepulangan sang tokoh untuk menemui pusara kedua orang tuanya hanya di epilog yang satu lembar itu, bukan pada dua atau empat bab.
Ekspetasi pertamaku saat membaca judul jalan cerita dari sang tokoh utama:1. Direkrut menjadi keluarga mafia; 2. Sukses dalam karir tukang pukul dan otak keluarga mafia; 3. Konflik dan kejadian yang membuat dia ingin pulang ke rumah (kembali ke kehidupan yang lurus). 4 Pulang dan beradaptasi pada kehidupan kampung yang telah ditinggalnya dan yang lainnya.
Demikian ulasan dari saya, tentu saja semua berdasarkan cermatan dan hasil penilaian pribadi yang subjektif. Sanggahan ataupun kritikan selalu ditampung.
Demikian ulasan dari saya, tentu saja semua berdasarkan cermatan dan hasil penilaian pribadi yang subjektif. Sanggahan ataupun kritikan selalu ditampung.
Komentar