Judulnya sih bahasa Inggris tapi isinya bahasa Indonesia saja biar semua bisa membaca dan enak dicerna otak ya. Kata orang sih "ini mah strategi marketing" ya boleh disimpulkan begitu. Biar menarik ceritanya!. Coba saja nama Karangsong kok bisa ya kata "Song" nyempil di situ kan pasti orang - orang yang paham atau tahu sedikit bahasa Inggris pastinya inget terjemahanya. Tapi memang nama - nama di Indramayu memang unik bagi saya rada aneh entah itu karena akulturasi atau hal lainnya. Saya merasa aneh karena saya yang hidup di Tatar Sunda tulen selalu mendapati nama tempat dengan awalan "Ci".
Karangsong Mangrove |
Hari ini adalah hari terakhir saya untuk menjelajah wilayah karesidenan Cirebon. Pantai Karangsong menjadi pilihan terakhir yang disediakan oleh Sang Aang. Katanya memang sulit mencari pantai yang indah kalau di laut Jawa. Bagi dia Karangsong salah satu pantai yang lumayan bagus dari pada pantai di Kota Cirebon. Benar saja pantai ini memiliki keindahan tersendiri yakni dengan adanya taman konservasi mangrove yang sehat dan lebat.
Saya berangkat dengan sejumlah rombongan cukup sedang diantaranya ada Ang Umar, Kakaknya dan Suami, Dua Ponakan Ang Umar dan sepasang kekasih (Juragan Empang). Agak menyebalkan juga karena menunggu lama sekali untuk berangkat ke Karangsong. Ya biasa saya kan orang yang sedikit tepat waktu atau menyesuaikan jadwal. Sempat tertidur satu jam di bale rumah. Saat bangun rasanya sedikit pusing, tapi tetap aja semangat untuk pergi ke Karangsong.
Aktivitas Nelayan Karangsong |
Awal perjalanan memang tidak begitu mulus langsung berangkat begitu saja tapi saya mesti beli makanan dan minuman, Ang Umar juga beli sarung tangan dan mesti memperbaiki plat nomor yang tergunacang karena mur baud hilang! Beli 1000 rupiah memang sangat murah hanya menyebalkan sekali karena ang Umar menolak untuk pinjam obeng. Dengan logika jalan lurus mulus ga bakal jatuh lagi. Aduh ini pikiran apa ya? Saya yakin jatuh lagi. Dan menjadi kenyataan saat memasuki wilayah Indramayu. Memang orang satu ini sedikit bawel.
Kali ini saya gantian bawa motor dengan alasan hemat waktu karena mesti sarapan diatas motor. Sarapan satu pasang roti tawar cukup mengenyangkan bagi saya. Di perjalanan yang lumayan panjang giliran pijit - pijitan nih ya lumayan lah menghilangkan nyeri karena otot yang spasms. Hilang dikit kali ya nyeri otot sang driver tapi minta lagi minta lagi nih. Cuma saya yang malu sama saudaranya hahahaha.
Kupikir pantai Karangsong itu bukan sebuah muara dan pelabuhan nelayan ternyata saat masuk ke lokasi kita mesti melewati kantor pelabuhan dulu. Jelas saja namanya pelabuhan nelayan pastinya terjadi hiruk pikuk yang cukup teruk. Antrean kendaraan yang masuk saat itu sekitar 5 mobil minibus dan lebih dari 10 sepeda motor.
Membangun Istana Pasir dengan Asna dan Kakak |
Bau khas pelabuhan ikan tidak akan hilang selama nelayan masih melaut. Ya ini suatu kekhasan yang kadang saya rindukan. Rindu akan suasana laut yang begitu menenangkan jiwa. Rindu dimana angin laut lebih mesra dan lambaian pepohonan yang lebih seksi. Ya Tuhan ini anugerah Mu. Terima kasih.
Untuk parkir dibebankan di 5000 permotor. Cukup murah hanya saja motor tidak boleh dikunci leher. Sempat adu debat dengan aangé karena saya merasa khawatir dengan motor yang tanpa dikunci leher. Takutnya ilang saya gak bisa pulang ke Banjar.
Tulisan besar berwarna merah cerah tampak berdiri kokoh di seberang sana. Hanya satu kata saja yang terpampang "KARANGSONG" sebagai penanda bahwa anda berada di Karangsong. Tulisan tersebut tentunya ckup menjadi perhatian banyak orang apalagi bagi orang yang seneng berfoto tulisan besar itu bermakna sangat besar karena menandakan orang yang difoto sudah pernah berkunjung ke tempat tersebut. Praktis bukan alasan dan fungsi tulisan besar itu.
Aange: Syaefa Umar |
Berjalan lebih dari 10 menit ke arah timur (kalau ga salah) untuk mencari tempat yang pas untuk menikmati Karangsong. Saya pilih tempat yang lumayan sepi, rindang dan aman bagi anak - anak. Memang repot kalau bawa anak kecil karena kita sebagai manusia dewasa yang mempunyai tanggung jawab harus memperhatikan keamanan dari anak-anak. Saya memilih tempat sepi supaya anak - anak (Kaka dan Asna) terpantau terus. Bukan liburan namanya jika di lokasi kita kehilangan anak atau saudara yang kita cintai atau bahkan nyawa mereka pergi.
Wong Ilang |
Ternyata airnya ga gatel ya hahahaha. Syukurlah. Alhamdulillah. "Apa airnya asin?" Pertanyaan yang paling gila dan aneh dari Aangé. Ini candaan apa memang ga pernah tahu soal air laut? Dua kali saya dikasih pertanyaan aneh seperti ini, yang pertama pas di muara Suranenggala. Padahal dia itu orang muara yang deket sekali dengan laut. Aku bingung Ang!!! Yo wis lah.
Bermain dengan anak - anak balita memang menyenangkan tapi sekaligus menyebalkan kalau rewel. Kali ini saya mengajak asna untuk main istana pasir. Tapi ternyata tidak tertarik untuk membuat istana pasir. Kakak juga langsung merobohkan istana pasir yang saya buat. Baiklah mungkin mereka punya dunianya sendiri seperti pamannya. Karena tidak tertarik dengan istana pasir lebih baik saya bersantai di hammock yang saya pasang di pohon pinggir pantai. Lumayan enak menikmati angin utara dan panasnya mentari laut. Sedikit pengin ketawa saat aangé pake kacamata hitam. Aneh hahahaha.
Sisi Timur Karangsong |
Penasaran dengan hutan mangrove di sebelah timur akhirnya saya dan aangé pergi ke sana sendiri. Banyak orang yang bakar ikan di bawah rindangnya mangrove ah rasanya ingin gabung saja. Sepanjang menikmati mangrove kami mengisi dengan canda dan tawa saja. Sedikit potret yang saya ambil untuk mengabadikan momen yang mungkin bisa saya ceritakan kepada orang lain.
Sepulang dari hutan mangrove ternyata perut sudah merasakan kelaparan. Akhirnya kita mulai pindah ke warung terdekat untuk memesan mie goreng sebagai penutup katup asam lambung yang terus mengalir dan menyakitkan perut. Beli di warung sama di restoran bagi saya sama - sama mahal. Kok bisa?! Mahal karena setiap 10 menit pengamen datang. Jadi ya sama - sama mahal jatuhnya.
Yo we lanjutkan di bagian dua ya.....
Komentar