Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Dendeng Dari Hewan Kurban

Hampir empat hari berlalu perayaan kedua terbesar umat Islam Indonesia berlangsung. Idul Adha. Perayaan ini sama pentingnya dengan perayaan keagamaan lainnya dalam ajaran Islam, hanya dalam tradisi Indonesia hari raya Idul Adha merupakan ke-dua terbesar atau teramai setelah Idul Fitri. 

Perayaan ini merupakan ibadah tertua menurut ilmu theology, sejajar dengan ibadah penyembahan terhadap Tuhan. Dalam ajaran Islam pada Idul Adha dianjurkan untuk berkurban hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing ataupun hewan ternak lainnya yang sesuai peraturan dalam agama Islam. Tradisi Indonesia untuk menyembelih hewan kurban biasanya dilakukan di lingkungan masjid setempat, daging hewan kurban ini nantinya akan dibagikan kepada masyarakat yang tinggal di lingkup Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) biasanya satu DKM satu Rukun Warga (RW). 

Saya cukup beruntung Idul Adha kemarin mendapatkan tiga kantong daging kambing dan sapi. Jika dikira-kira satu kantong daging sekitar setengah kilogram hingga satu kilogram. Nah kalau ditotal kemungkinan daging yang saya dapatkan sekitar 1,5-3 Kg. Saya di rumah tinggal hanya berdua saja dengan ibu, dengan total daging yang diterima tidak mungkin dimakan semuanya. Jujur saja saya sendiri tidak terlalu suka dengan daging. 

Ini Dia Dendeng Buatanku

Sejujurnya ingin seperti orang lainnya saat menerima daging kurban langsung diolah menjadi sate, namun rasa malas membuat saya enggan mengolah daging. Ibu saya sendiri bingung dengan daging yang sebanyak itu. Ide-ide belum muncul untuk mengelohnya. Mau dijadikan apa ya?! Ting... Akhirnya dapat ide! Setengah kilogram diolah menjadi gulai dan selebihnya dijadikan dendeng. 

Dendeng adalah pilihan yang tempat dimana seseorang tidak mempunyai lemari pendingin untuk mengawetkan daging. Dendeng dalam literatur yang pernah saya baca, bisa awet hingga 3-4 bulan dengan kemasan plastik tanpa udara. Lumayan nih buat lauk di hari yang akan datang. Saya enggan muntah karena mabok daging kurban. 

Olahan daging ini cukup sederhana membuatnya, cukup dengan rempah-rempah utama dapur Indonesia. Yuk kita coba membuatnya.

Alat Dan Bahan
Pisau
Talenan/papan potong
Batu/geprekan
Ulekan
Papan untuk pengeringan daging
Ketumbar
Bawang merah
Bawang putih
Gula merah
Garam
Jahe

Persiapan
Daging hewan kurban diiris tipis sesuai dengan jalur otot.
Irisan daging geprek dengan batu hingga gepeng
Ulek bawang merah, bawang putih, garam, gula merah, jahe, dan ketumbar hingga halus.
Masukan geprekan daging ke bumbu yang sudah diulek sempurna, lumuri daging dengan bumbu dan diamkan sampai setengah jam.

Proses Pengawetan
Proses pengawetan ini bergantung pada sinar matahari, biasanya jika matahari terik dari pagi hingga sore membutuhkan dua hingga tiga hari daging sudah kering. Persiapkan wadah untukmenjemur dendeng. Jemur di tempat yang aman dari kucing ataupun hewan karnivora lainnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang baik dan cepat dalam satu hari daging dibolak-balik agar keringnya rata dan cepat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Tarawih di Masjid LDII

Sepuluh menit yang lalu, usai sudah ritus tarawih ramadan. Kali ini saya sengaja untuk beribadah di masjid yang berlabel LDII. Masjid yang menurut orang-orang "serem" mesti dipel kalau bukan anggota!.  Banyak sentimen negatif pada organisme LDII bukan saja dari kalangan agama lain ataupun dari agama Islam sendiri. Bisa jadi sentimen negatif lebih parah dari golongan Islam yang lain. Rumor-rumor yang mengerikan nan menyesatkan membuat orang mbligidig untuk sekedar sembahyang lima waktu di masjid berplang LDII.  Saya mempunyai banyak pandangan terhadap Islam dan cabang-cabangnya, tentu saja tidak mau terbawa sentimen negatif nan menyesatkan. Perlu bukti nyata! Kini bukti tersebut saya rasakan dengan bertarawih di Masjid LDII Bojongnangka, Kertahayu, Pamarican, Ciamis.  Awal memasuki kawasan masjid rasanya terintimidasi oleh perasaan sendiri yang sudah terdoktrin oleh isu-isu negatif terhadap LDII. Barang sepuluh menit berlalu tidak ada lagi perasaan yang menekan diri saya, ...