Syok juga melihat jadwal terbaru dari Radio Thailand Worldwide Service untuk akhir tahun 2019 ini, hampir separuh seksi Bahasa hilang! Aduh runtuh lagi dunia radio gelombang pendek!
Dilihat dari jadwal yang ada yang bertahan hanya seksi bahasa Thailand, Inggris, Melayu, dan Mandarin. Sementara seksi yang hilang cukup banyak diantaranya: seksi bahasa Jepang, Laos, Burma, Jerman, Khamer, dan Vietnam. Enam program Bahasa hilang dari udara gelombang pendek. Sangat disayangkan, walaupun Radio Thailand Worldwide Service hanya menyuguhkan waktu siar 15 menit saja, namun sangat berarti sekali bagi pendengarnya.
Saya sendiri jadi teringat dahulu Radio Thailand Worldwide Service mempunyai seksi Bahasa Indonesia, namun tutup siaran. Alasan tutup siaran tidak diketahui, namun menurut pengamat radio gelombang pendek, Pak Eddy Setiawan mengatakan bahwa siaran bahasa Indonesia Radio Thailand Worldwide Service dikarenakan kurangnya penyiar ataupun staff yang bertugas. Menurut beliau juga para penyiar biasanya didapat dari staff kedutaan yang bertugas di Bangkok.
Dari alasan tersebut maka sangat paham bagaimana kondisi Radio Thailand Worldwide Service saat ini. Saya sendiri sempat mencari tahu dengan membuka halaman resmi Facebook dari Radio Thailand Worldwide Service. Beruntung di situ ada beberapa pendengar yang mengeluhkan hilangnya enam seksi bahasa, beberapa pertanyaan dijawab langsung. Ada jawaban yang sangat mengejutkan bahwa ke-enam seksi bahasa tersebut akan segera hadir kembali (gambar tangkap layar).
Dengan balasan tersebut saya sebagai pendengar merasa cukup tenang, ya walaupun seksi Bahasa Melayu (Malaysia) tidak termasuk dalam daftar seksi bahasa yang hilang. Dunia digital ini memang sangat menyesakan nafas bagi radio-radio internasional, tak sedikit stasiun radio yang tutup siaran atau memilih jalur siaran digital. Contoh kasusnya Radio Netherlands Werledomroep (RNW), Radio Singapura Internasional (RSI), Radio Suara Malaysia atau Voice Of Malaysia tutup total, sementara VOA dan BBC memilih jalur siaran digital dengan podcast, siaran radio afiliasi atau melalui Facebook Live. Berbeda dengan ABC Radio Australia seksi Bahasa Indonesia yang beralih ke platform berita digital, Deutsche Welle (DW Radio) seksi Bahasa Indonesia beralih ke konten televisi. Tak ketinggalan Radio Suara Iran yang dikenal Parstoday atau IRIB yang wafat tahun 2018 beralih ke siaran digital baik melalui website maupun jaringan WhatsApp Group.
Tak bisa dipungkiri dunia analog, terlebih lagi radio gelombang pendek sudah tidak banyak dilirik kembali oleh masyarakat pada umumnya. Berbagai defisit anggaran selalu menjadi momok menakutkan, selanjutnya kurangnya audiens dan juga gempuran dunia digital menjadi skak mati dunia radio gelombang pendek. Berharap pada stasiun radio internasional berbahasa Indonesia atau Melayu tetap mempertahankan siaranya baik dalam jalur gelombang pendek maupun digital.
Beberapa pendapat terutama dari mantan penyiar radio internasional, La Rane Hafied mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan radio internasional kurang disukai kaum milenial hari ini. Faktor tersebut diantaranya isi konten dari radio internasional yang mempunyai pakem kaku. Ya perlu diketahui bahwa radio internasional dahulu maupun sekarang digunakan sebagai alat propaganda suatu negara untuk negara lainnya.
Teringat masa sebelum serba digital, Saya saat itu masih kelas satu SMP selalu dipuji kawan dan guru karena selalu mendapatkan berita ataupun informasi yang sangat cepat daripada berita televisi maupun koran nasional. Namun masa itu sudah berlalu sekitar 14-15 tahun yang lalu, kini setiap orang bisa mengakses segala jenia berita maupun informasi dari belahan dunia lainnya.
Komentar