Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Makna Kunjungan Paman Ho Ke Indonesia Bagi Kaum Millennial

Makna Kunjungan Paman Ho Ke Indonesia Bagi Kaum Milenial adalah sebuah karangan untuk sayembara peringatan kunjungan Paman Ho ke Indonesia yang diselenggarakan oleh Pemerintah Vietnam melalui Radio Suara Vietnam atau Voice of Vietnam Bahasa Indonesia. Beruntung sekali saya menjadi pemenang harapan pertama. Pada artikel ini saya juga menyertakan foto saat penyerahan plakat foto kramik dari pihak VOV.

Saya Dan Ms Melissa

Enam dasa warsa lalu peristiwa penting yang dilakukan founding fathers ke-dua bangsa bertemu di rumah yang bernama Indonesia, rumah segala suku bangsa. Begitulah tonggak sejarah yang kini menjadi samar karena waktu yang saling menumpuk, lembaran-lembaran sejarah penting itu tertumpuk oleh lembaran yang lain di mata milenial seperti-ku. Karakter-karaker kaum milenial yang ngepop dengan hingar bingar teknologi informasi menjadikan seorang milenial menjadi sedikit buta sejarah masa lalu bangsanya. Cukup jarang milenial  yang mengenal tokoh nasional, terlebih tokoh internasional yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saya sebagai milenial tidak cukup tahu tentang tokoh-tokoh berpengaruh di dunia, seperti Gamal Abdul Nasser, Jhon F Kennedy atau Mao Zhe Dong, terlebih lagi Ho Chi Minh. Dari sederet nama tokoh yang disebut hanyalah Ho Chi Minh saja yang cukup familiar di telinga milenial Indonesia, terlebih ada nama kota di Vietnam yang bernama Ho Chi Minh City. Awalnya Saya sendiri tidak tahu antara tokoh besar Ho Chi Minh dan kota Ho Chi Minh, begitu juga kaum milenial lainnya mungkin mengira bahwa kota Ho Chi Minh adalah kota besar di Vietnam yang selevel dengan Jakarta atau Surabaya, tak lebih dari sekedar itu. Beruntung dengan adanya siaran Voice of Vietnam dalam bahasa Indonesia, saya mengetahui bahwa kota Ho Chi Minh atau yang biasa disingkat HCMC, diambil dari nama bapak bangsa Vietnam. Sebelumnya tidak mengira bahwa HCMC diambil dari bapak bangsa Vietnam yang terkenal gigih, sederhana dan penuh kasih sayang.

Dalam pelajaran sejarah di tingkat SD sampai SMA di Indonesia tokoh Ho Chi Minh  atau Paman Ho tidak diungkap banyak, namun hanya sekilas sehingga kami kaum milenial mengetahui-nya dari berbagai artikel ataupun buku-buku yang terbit. Tentunya buku-buku tentang Paman Ho selalu digandengkan dengan bapak bangsa Indonesia yakni Ir Soekarno. Paman Ho dan Ir Soekarno adalah tokoh negara yang tak dapat dipisahkan dalam sejarah antara Vietnam dan Indonesia, jadi sampai kapanpun tidak akan terpisahkan. 

Mencari tahu tentang kunjungan Paman Ho ke Indonesia adalah tidak terlalu sulit bagi kaum milenial seperti saya. Kemudahan teknologi membuat semua informasi tentang beliau mudah ditemukan baik dari cetakan buku, artikel-artikel media internet dan yang lainnya. Dari banyak artikel yang ditulis banyak sekali pelajaran-pelajaran berharga dari kunjungan Paman Ho ke Indonesia. Pelajaran-pelajaran berharga dari Paman Ho inilah yang semestinya menjadi pupuk yang baik untuk kalangan milenial yang sebagian-nya sudah lupa akan nasionalisme, kesederhanaan, kemerdekaan, perjuangan dan arti kehidupan.

Catatan sejarah menyebutkan bahwa Paman Ho datang ke Jakarta dan sejumlah kota lainnya di Indonesia dalam rangka memenuhi undangan dari sahabat karibnya Ir Soekarno yang mana saat itu masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Paman Ho datang pada bulan Februari 1959 dengan pesawat terbang melalui Bandara Internasional Kemayoran Jakarta. Berbagai sambutan meriah diadakan oleh rakyat Indonesia khususnya masyarakat Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan kota-kota yang dikunjungi lainnya.

Terdapat banyak pelajaran kehidupan yang bisa diambil dari kunjungan Paman Ho ke Indonesia, baik oleh masyarakat umum maupun bagi kaum milenial. Paman Ho bukan saja sebagai pahlawan revolusioner Vietnam yang patriot dan bersahaja, melainkan sebagai guru kehidupan bagi masyarakat Vietnam dan dunia. Sifat pribadi beliau yang dikenal sebagai rendah hati, sederhana, hemat, berpakaian santai, berbicara dengan tenang, tidak kehilangan kesabaran, dekat dan mencintai rakyatnya. Kesemua pribadi beliau patut dicontoh dan ditiru oleh kalangan milineal Indonesia yang sudah lupa akan nilai-nilai kepribadian berbangsa yang baik.

Paman Ho dan kesetaraan gender, pada saat kunjungan ke Bandung dalam rangka peresmian Institut Teknologi Bandung (ITB) Paman Ho sempat keheranan karena jumlah mahasiswa di ITB jumlah laki-laki lebih banyak daripada perempuan, saat itu jumlah mahasiswa 4000 orang, sementara jumlah mahasiswi hanya 600 orang saja. Dalam pidatonya juga beliau mengatakan bahwa di Vietnam Utara jumlah laki-laki dan perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi lebih seimbang. Maka dari itu beliau berharap jumlah mahasiswi di Indonesia lebih dari 50%. Dari kutipan di atas bisa disimpulkan bahwa Paman Ho mempunyai rasa keadilan yang tinggi terhadap perempuan, berbeda pada kalangan umum lainnya yang masih menganggap perempuan sebagai warga kelas dua yang kurang mandiri dan jauh dari pendidikan tinggi. Pandangan Paman Ho terhadap kesetaraan gender sangat relevan pada kehidupan masa kini yang masih belum bebas dari stigma buruk terhadap perempuan.

Keteladanan lain dari Paman Ho terpancar begitu sederhana saat kunjungan ke istana presiden di Jakarta, dimana dia hanya mengenakan alas kaki berupa sandal, bukan sepatu. Kesederhanaan ini bukan tanpa alasan, melainkan sebuah semangat sama rasa sama rata dari pemimpin untuk rakyat  Vietnam yang kala itu masih dalam perjuangan merebut kembali kemerdekaan. Sifat sederhana dari Paman Ho patut dicontoh dan ditiru oleh kalangan milineal yang terjebak pada kehidupan yang glamour dan konsumerisme.

Kini aku baru sadar dan tahu betapa pentingnya kunjungan Paman Ho bagi persahabatan Indonesia dan Vietnam di kala itu dan sekarang. Berbagai kesamaan sejarah antara Indonesia dan Vietnam terutama dalam melawan imperialis, penjajahan, dan neo-kolonial membuat kedua founding fathers bersahabat dekat. Kehangatan persahabatan antara Paman Ho dan Ir Soekarno menyebar masuk mendarah daging ke rakyatnya masing-masing sehingga persahabatan Indonesia dan Vietnam langgeng selamanya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...