Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Menyapa Jogja

Penari Malioboro

Awal bulan Februari diberi kesempatan untuk menyapa Jogja dengan gratisan, kesempatan emas dan bisa terulang kembali. Kali ini saya menemani sepupu yang ikut ujian CPNS di UNY Yogyakarta. Awal rencana menggunakan kereta, namun karena dia susah percaya diri dengan kereta. Akhirnya saya sarankan untuk menggunakan sepeda motor dari rumah agar hemat pengeluaran.

Pagi di hari senin dimana orang-orang sibuk ke sana kemari untuk memulai minggu, demikian juga aku dan sepupu, Solih. Kami berangkat jam 07:00 WIB dimana keributan jalanan mulai berkurang terlebih untuk pegawai dan murid sekolah yang jadwal masuk jam tersebut. Rute yang kami gunakan adalah jalur pantai selatan dimulai dari Pamarican ke  Bendungan Meganti, Sidareja ke Cilacap, seterusnya hingga jalan Deandeles menuju Bantul dan akhirnya kami bertandang di Rumah Mas Dedi Susilo di Sewon, Bantul.

Di sepanjang perjalanan kami hanya istirahat beberapa kali saja, pertama di Karangkandri, Cilacap untuk masuk ke Alfamart dan minum yogurt, selanjutnya di pantai Ayah, Kebumen untuk makan siang, Kawasan perkebunan di Purworejo, selanjutnya solat dzuhur dan asyar di Glagah, Kulonprogo. Syukur alhamdulillah nyampe di rumah mas Dedi sekitar jam 17:00 lumayan masih sore, di sana saya sangat terharu karena masih di-ingat oleh orang tua mas Dedi baik oleh ibunya maupun bapaknya yang sedari dulu ramah sekali. Obrolan mengalir alami bak mata air yang mengalir hingga menjadi sebuah aliran sungai yang jernih mengalir hingga muara dan bergabung dengan lautan luas, begitu juga obrolan kami dari hal penting hingga hal-hal yang tidak terlalu penting, namun selalu hangat. 

Selepas istirahat sejenak, saya yang keranjingan untuk 'memeluk' Jogja lebih erat akhirnya keliling kota dengan banyak tujuan seperti membeli parfum Batik Megamendung, jalan-jalan di Malioboro yang konon selalu ngangenin, bercengkrama di angkringan, keliling kota yang setiap sudut menimbulkan keindahan budaya. Ya malam itu kami mabuk dengan pesona Jogja, walaupun hujan gerimis semua nampak indah dan mengandung rindu yang teramat. Penari-penari cantik jalanan Malioboro melenggang kangkung dengan lentiknya jari dan pinggul membawa suasana kental akan budaya, pesona adiluhung dari bapak penarik dokar, berdikarinya bapak penarik becak dan segala isinya membuat aku yakin bahwa saya masih sebagai manusia yang mempunyai kelebihan dari Tuhan. 

Menunggu Penumpang Malam

Jam 22:00 WIB barulah kami pulang, nampaknya kerinduan akan keluarga besar mas Dedi masih tersimpan hingga kami mencurahkan segala kalimat yang ada hingga larut malam. Solih sudah tertidur dalam letihnya perjalanan jauh yang dihasilkan sedari pagi tadi, dan aku masih tetap ngoceh seperti penyiar radio malam. Kokok ayam tak terdengar hanya suara gerakan sembahyang yang masih terdengar oleh daun telinga, subuh? Kurasa belum dan benar saja masih jam 03:00 dini hari, aku lanjut ke alam mimpi dan abai terhadap hubungan Solih dan Tuhan-nya.

Saka, Mas Dedi dan Si Mbah

Pagi, tersedia makanan tradisional yang sudah dibuat oleh tangan terampil dari ibunya mas Dedi. Makanan manis! Aduh suatu hal yang perlu dimakan dan disegerakan untuk disantap, demikian aku yang tidak terlalu suka manis akhirnya mencoba walaupun sedikit pusing karena gula yang menurut skala lidahku terlalu besar. Satu porsi makanan tradisional itu habis ditelan mulutku yang sedang menahan lapar, rasa malu hilang dan kalah oleh lapar yang begitu dalam, maklum saja letih membutuhkan banyak energi.

Makanan tradisional ini berupa bola-bola dari beras biasa dicampur dengan parutan kelapa, kuah dibuat dari santan kelapa dan ada satu mirip bubur tepung yang manis. Cara makannya cukup mudah: campur bola-bola beras dan bubur tepung manis dan masukkan ke santan. Saya tidak tahu kondisi panas atau dingin untuk dimakan dengan kenikmatan yang maksimal. Nama makanan ini adalah Jenang Gempol Khas Bantul.

Habis makan kudapan tradisional selanjutnya kami sarapan pagi dengan buntil yang enak, di sini saya merasa sangat merepotkan keluarga mas Dedi. Kami memutuskan untuk pergi ke wilayah Caturtunggal dan menginap di hotel demi dekat dengan UNY (lokasi ujian). Sebelum chek in di hotel, saya mampir dulu ke Butik Antam dekat Lippo Mall dan ngopi-ngopi di Ambarukmo Plaza. Letih yang tak kunjung hilang selalu mendera setiap sel tubuh. Solih sepertinya sudah tidak mampu lagi untuk jalan-jalan di Jogja, tubuhnya terlalu letih. Setelah check in di hotel dengan harga Rp 75.000 akhirnya bisa rebahan dan tidur pulas hingga ashar. 

Jenang Gempol Khas Bantul

Undangan demi undangan dari kawan yang hidup di Jogja terus saja mengalir, beberapa saja yang dipilih. Sayang sekali kali ini gagal ikut pengajian di MJS Colombo, dan juga gagal ketemu Sufi Waliyullah Al Hussain Toba-Toba si anak gendheng dari Subang. Di Jogja silaturahmi dengan Miftah dan temen-temen Persis, Yayan di Candi Indah - Sleman, Farid yang datang ke hotel, kunjungan ke rumah Mas Solehan di Purworejo dan transit di rumah Bibi Karinah di Maos hingga terakhir mampir di rumah Zaenudin di Gandrungmangu. Perjalanan ini sangat melelahkan, sel-sel tubuh pulih dari kelelahan membutuhkan waktu tiga hari dengan bantuan supplemen makanan.

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Secangkir Kopi Instan Vietnam: G7 CA PHE THU THIET

Kopi Instan Vietnam G7 3In1  Pulang dari kantor perwakilan VOV di Jakarta saya mendapatkan beberapa oleh-oleh istimewa dari Vietnam, salah satunya kopi instan asal Vietnam. Jenama kopi instan itu adalah G7 CA PHE THU THIET, milik perusahaan besar kopi Vietnam. Perusahaan kopi ini menyediakan berbagai produk kopi instan yang didagangkan ke beberapa negara dunia. G7 CA PHE THU THIET mempunyai beberapa jenis diantaranya: G7 2in1, G7 3in1, Pure Black, Cappuccino, Strong X2, Passiona dan White Coffee. Di Indonesia sendiri kopi Vietnam G7 3in1 masih dijual secara online melalui Shopie.Id, Bukalapak dan yang lainnya. Setiap toko online membandrol harga yang bermacam macam, berkisar dari Rp 70.000 sampai 150.000.  Cara Penyeduhan Cara penyeduhan seperti pada umumnya kopi instan lainnya dengan air panas baik 80°C atau 100°C atau bisa menggunakan air es sebagai hidangan kopi dingin. Siapkan cangkir kopi, sobek bagian atas kemasan, masukkan kopi, tuang air panas atau d

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d