Ini adalah sekuel dari cerpen "Tangisan Anak Ayam". Kematian ibu adalah bencana yang menyengsarakan bagi kami, terlebih adik-adiku yang sudah melanggar perintah ibu. Mereka mati satu persatu hingga mayatnya tidak diketahui dimana berada, entah dikubur oleh manusia atau tergeletak di atas permukaan tanah terbuka. Kini kami hanya hidup berdua Aku dan adikku yang bernama Ciak. Hidup kami semakin tidak jelas dan penuh kesengsaraan, beruntung Ciak bisa berbahasa Sunda yang membuat kehidupan kami lebih baik. Dengan bergaul dengan berbahasa Sunda, Ciak bisa diterima oleh kawanan ayam lainnya yang berbahasa Sunda. Sementara aku yang hanya bisa berbahasa Jawa hanya terdiam saja sambil mengingat kosakata yang muncul dari mulut Ciak. Nama Ciak sendiri diberikan khusus dari komunitas ayam Sunda, nama yang lucu dan menggemaskan. Sebelumnya nama Ciak adalah Kuthuk, kadang dipanggil Uthuk oleh mendiang ibu. Berkat dialah kami makan dengan kelapangan wilayah yang luas, bukan hanya di wilayah