Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Jelajah Curug di Pamarican - Ciamis

Sejenak kita lupakan pandemi Covid-19 di bumi ini, entah bagaimana caranya yang penting sesuai protokol kesehatan yang berlaku. Kini saya dan kawan berada pada situasi yang sama, kebosanan. Pengusir bosan adakah? Tentu saja ada dan sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku yakni pergi menyendiri ke hutan lindung.

Lebaran tanpa liburan adalah hal yang terlalu mengerikan, namun kengerian itu bisa dimaklumi pada saat pandemi ini. Kami yang nekat sesuai prosedur protokol kesehatan, akhirnya memilih untuk liburan ke hutan lindung di kawasan gunung Gegerbentang di Pamarican Kabupaten Ciamis. Di kawasan hutan lindung ini memang banyak menawarkan pemandangan yang luar biasa seperti biasanya alam liar, curug perawan yang tak pernah diperkosa oleh manusia brengsek dan ketenangan dunia yang tak diusik oleh deru mesin. 

Tidak banyak persiapan untuk perjalanan ini, cukup membutuhkan pakaian yang cukup rapat untuk melindungi gigitan nyamuk dan hewan nakal lainnya, baju rapat ini juga berfungsi untuk menghindari lecet dari gesekan ilalang ataupun tumbuhan liar yang haus akan gesekan kulit manusia. Jadi sebelum ke sini usahakan agar tubuh Anda terlindungi dengan aman. 

Perbekalan tidaklah terlalu repot-repot membawa se-abrek makanan, kecuali Anda sekalian sudah nawaitu untuk ngaliwet. Cukup air mineral satu liter untuk dua orang, kudapan ataupun makanan ringan secukupnya. Perbekalan ini hanya untuk menggantikan semua energi yang hilang selama perjalanan dari dusun Ciparakan.

Untuk mencapai Curug Tiga atau Curug Angin cukup mudah jika diakses dimulai dari Dusun Ciparakan, berjalan hingga perbatasan pemukiman hingga menyusuri jalan setapak menuju kawasan hutan. Saat ini jalan setapak menuju kawasan hutan, khususnya ke wilayah curug tertutup oleh tumbuhan liar. Maklum saja sudah berapa semester tidak ada manusia yang membuat huma di sana.

Ilalang yang tumbuh bukan setinggi kaki orang dewasa normal, melainkan lebih dari satu meter. Seakan-akan pengunjung masuk dan tersesat di hutan karena saking tingginya ilalang. Harap hati-hati saat mengarungi lautan ilalang siapa tahu ada ular ataupun babi hutan yang sedang asyik menikmati hidup. 

Perjalanan dari kawasan pemukiman Dusun Ciparakan hingga Curug Tiga sekitar 30-40 menitan. Suguhan awal perjalanan selain ilalang adalah suara halus dari gemercik aliran air yang jernih, selanjutnya suara burung liar yang mempesona ruang telinga Anda. 

Apa yang di dapat di kawasan hutan lindung Gunung Gegerbentang? Sejatinya banyak sekali terlebih pemandangan yang liar. Kesunyian dan jalan yang curam mengharuskan kewaspadaan diri ditingkatkan menjadi nomor satu. Jalan setapak aliran air (sodetan) yang licin harus selalu diperhatikan. Kiri kaki Anda adalah jurang yang cukup dalam sekitar 20 meter. 

Selain licinya jalan, Anda akan dihadapi curamnya jalan. Ya Anda harus memanjat tebing untuk melewati sodetan yang susah dilalui. Jika menggunakan sepatu haruslah dikuatkan tali sepatunya. Jangan lupa berpegang pada akar ataupun ranting yang kuat agar tidak terjerembab jatuh ke jurang. Ngeri kan untuk mendapatkan keindahan hakiki! 

Setelah kesusahan pada perjalanan menuju curug, kini saatnya menikmati jerih payah itu dengan sajian dari curug yang perawan. Jernihnya air, heningnya bumi, dan lembut ya warna hijau belantara. Semua tersaji untuk Anda yang mencintai perawan bumi ini.


Foto di atas adalah gambaran empat lelaki bejat yang nekat menggauli perawan bumi yang masih polos nan anggun. Curug Angin ini mempunyai ciri khas tersendiri daripada curug lainnya di kawasan hutan lindung Gunung Gegerbentang. Curug Tiga disusun oleh batu gigantik melebihi 6-9 meter besarnya. Batu gigantik itu membentuk sebuah lengkungan sehingga air yang jatuh dari atas menghasilkan tekanan angin yang cukup kuat. Dari rangkaian alam itulah Curug Tiga disebutkan Curug Angin. 

Curug ini bisa Anda nikmati dengan bertelanjang dada untuk berenang, berendam, ataupun mencipratkan air-air suci ke tubuh Anda ataupun ke orang lain yang Anda kenal. Kalau belum krban jangan coba-coba mencipratkan air suci itu, bisa-bisa Anda ditempeleng kasar di pipi.

Kehati-hatian wajib diperhatikan terlebih saat Anda melakukan swafoto, batu yang licin bisa membunuh Anda. Kalau Anda punya asuransi yang menjamin masuk surga atau punya "orang dalam" di alam barzah sana sih enggak apa-apa untuk melupakan kehati-hatian. Di curug ini memang banyak batu yang berlumut dan mutlak bersifat licin, selain itu ada juga batu yang rapuh. Batu rapuh lebih menggerikan karena tampang muka batu seperti batu lainnya yang kukuh, namun ternyata batu rapuh ini bisa membawa anda ke masalah serius.

Masalah sampah plastik adalah masalah utama dunia terlebih Indonésia yang menempati urutan lima besar dunia dalam masalah sampah ini. Jangan dibiasakan menjadi pelancong goblok yang selalu membuang sampah sembarangan terlebih sampah yang sulit terurai oleh tanah. Jika Anda sekalian membawa sampah Yang's usah diurai oleh tanah semisal sampah plastik, sterofoam dan bahan lainnya diwajibkan untuk dibawa pulang kembali untuk didaur ulang agar lebih bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d