Zaman teknologi ini membuat semuanya menjadi dadah yang terus menagih dan menagih tanpa batas, kecuali mati atau insyaf. Komunikasi menjadi pendek, cepat dan kurang bermakna, detik ke detik lainnya muncul pesan baru. Semua semakin liar saja.
Sore itu layar kecil mengedipkan lampu pertanda pesan baru masuk ke gawai. Percakapan saling silang menjalin keteraturan bak rajutan, tenun dan karpet persia. Semua terjalin dengan harmonis hingga pada kerapatan yang baik. Rapat, saling berhadap hingga degup jantung terdengar satu sama lain. Satu sisi jatuh hati, sisi lain belum terlihat.
Akulah sisi yang jatuh hati, segala yang ada ditumpahkan untuk perasaan yang semakin hari semakin menghimpit. Sesak rasanya entah saat senang ataupun iri pada dirinya yang dekat dengan yang lain. Itulah sehari-hari perasaan yang dialamiku, persis seperti Majnun. Gila.
Segala waktu terbuka, segala kesempatan teruntuknya. Semua melebihi penyembahan pada yang Kuasa, aku paham ini racun yang bisa menelan waktu. Rasa dadah yang menagih, lagi dan lagi. Sesat!
Dari pertemuan ke pertemuan, benda ke benda dan semua untuknya hingga menjadi rasa yang aneh. Aku tak bisa menyimpulkan apa yang dirasakan padanya, hingga aku merasa bahwa aku sendiri. Tidak berlawan dan hambar. Pesan demi pesan dari gawai meluncur tak terkendali demi perasaan yang menyesakan. Bagiku seperti sayupnya lirik To Love You More dari Celine Dion, sakit. Dan aku sadar itu adalah luka, hanya luka yang diperjuangkan untuk menjadi nanah busuk.
Yang kini tersadar betapa busuknya nanah yang ku hasilkan. Dan aku bukan sesiapa dan aku terasa asing untuk diriku sendiri dalam himpitan perasaan yang tidak dapat dijelaskan.
Komentar