Sering kali lirik lagu anak-anak mengenai keindahan alam ataupun hal-hal sederhana yang bisa dibilang hal yang menyenangkan bukan lirik yang bercerita tentang kisah cinta terlebih soal kecabulan. Tapi ini hal yang berbeda dari masa kecil saya dengan anak-anak sebaya ataupun lebih di atas saya. Lirik lagu anak lokal yang hanya dinyanyikan oleh mereka saat bermain bersama di sawah, ladang ataupun lapangan.
Lirik-lirik lagu cabul seakan menjadi hal lumrah di masa kecilku, bahkan ngaceng pun tak ada paling-paling hanya cengar-cengir yang melegakan jiwa. Sebenarnya lirik cabul itu siapa yang menciptakan dengan lagam-lagam tradisional, entahlah itu sudah ada bahkan orang tua juga sekan-akan mengajarkan dengan jiwa murni tanpa maksud birahi.
Lagu dengan lirik cabul bukan hanya satu atau dua bahkan banyak, setiap musim atau setiap moment ada lagu-lagu cabul sebagai bahan penyulut tawa. Sebagai contoh takala hujan:
Uruk-uruk udhan gedehè
Turuk muntuk
Kontol gedehè
Barisan lirik di atas sebenarnya bukan asli sebuah lagu namun sebuah lagu pendek. Lagu berbahasa jawa itu umumnya dinyanyikan saat hujan mulai jatuh, sambil berlari biasanya menyanyikan bait tersebut.
Sebelumnya saya sudah posting satu bait lagu cabul yang entah apa hubungannya dengan kehidupan anak-anak. Lagu ini selalu dinyanyikan hingga sekarang di kampungku, entah siapa penciptanya. Masih sebuah misteri. Lagu ini selalu dinyanyikan saat bermain bersama baik di lapangan atau di sawah.
Breng dumbreng dumbreng
Pak Kaji nyolong gedeng
Gedengè ora enak
Pak Kaji nyolong anak
Anakè ayu-ayu
Pak Kaji nyolong kayu
Kayunè lenceng-lenceng
Pak Kaji kontolè ngaceng
Ada satu lirik yang mungkin sudah punah sekarang, tapi saya masih menginggatnya. Bisa jadi kalau diangkat ke khalayak umum akan menjadi sebuah penistaan agama, tapi apalah ini sebuah lirik cabul anak-anak yang selalu terbahak-bahak saat bersenandung. Lagi-lagi penciptanya masih misteri, tapi biasanya orang tua yang mengajarkan dan juga sesama anak-anak lainnya.
Bimilah bimirintil
Kaki dulah nyembeleh itil
Bukan hanya sebuah lagu melainkan sebuah ucapan tuah yang cabul. Kecabulan tanpa birahi tentunya! Bukan hanya anak-anak tapi juga orang tua sebagai sebuah candaan.
Karena saya lahir dan tinggal di Jawa Barat tentunya mempunyai pengaruh dari kebudayaan Sunda. Saya dan anak-anak pada masa itu juga mengenal lagu cabul dari bahasa Sunda:
Tongtolok ditalian
Kontol bosok ditalian
Lagu pendek ini hanya saat anak-anak mencari tongtolak (tongtolok) di sawah saat kemarau, maklum kampungku dikelilingi gunung jadi saat musim kemarau tiba tongtolok sangat mudah terbang dari gunung dan mendarat di pesawahan atau perkampungan. Tentunya sangat mudah ditemukan di sawah karena mudah terlihat.
Saya sebagai orang jawa tentunya tidak pernah lupa budaya musik seperti gamelan, untuk mengingat nada gamelan biasanya para orang tua mengajarkan nada tersebut dengan bait-bait sundal. Walau sundal tetap tertawa bukan kengacengan.
Teng tong teng bur teng tong teng bur
Celek mabur
Teng tong teng bur teng tong teng bur
Kontol mabur
Hanya beberapa bait saja yang saya ingat mungkin masih ada puluhan lagu cabul hanya saja tidak pernah digali atau ditembangkan lagi. Mungkin menjadi anak imoral dan durhaka karena menyanyi bait-bait sundal. Betapa indahnya lagu sundal saat itu. Ssst ada juga makanan sundal loh, umumnya masyarakat jawa memberikan nama entah terinspirasi dari bentuknya atau terjadinya sebuah makanan.
Anda tahu kue ulir? Kami masyarakat kampung jawa menyebutnya Kontol Basur (kontol Entok), setuju atau tidak setuju bentuk kue ulir ini memang serupa dengan si kontol basur. Ada juga kontol kejepit khas Jogja, sayangnya saya bukan orang Jogja jadi tidak terlalu paham soal itu.
Bukan hanya sundal makanan ada yang super jorok, diantaranya: kue tai kucing, makanan tradisional seperti kerupuk hanya dibalut gula. Ada juga jajanan pasar tai kuda, untuk cacing (rumah cacing). Masih banyak lainnya!
Setuju tidak setuju, mengakui tidak mengakui realitas di atas adalah hal nyata dalam kehidupan masyarakat di kampungku. Apapun komentar Anda kehidupan kami tetap berlangsung. Salam budaya.
Komentar