Sepedahku cukup melaju kencang hingga melewati turunan makam Samono di bilangan desa Kertahayu. Hari-hariku memang selalu dengan sepeda, bukan sekedar olahraga tapi sebuah gaya hidup yang selalu dinikmati semenjak kecil. Dengan bersepeda kadang menemukan hal yang luar biasa berbeda tentunya dengan naik sepeda motor ataupun mobil yang terbatas untuk mencermati lingkungan sekitar.
Laju berkurang karena himpitan piringan kanvas hingga berhenti tepat di pertigaan Kertahayu yang bisa dianggap zona merah pengendara, maklum banyak menelan korban jiwa. Arah Banjarsari dan Banjar begitu lengang, roda mulai berputar sedikit lebih cepat.
Tugu Palagan Cisaar - Kertahayu |
Aku sempat bertanya dalam hati tentang ingatanku. "Rasanya ada tugu di dekat pertigaan? Sekarang kemana" Dari pertanyaan itulah muncul penasaran dalam tentang tugu itu. Bicara soal tugu biasanya berhubungan dengan sesuatu yang mengandung sejarah. Mungkin tidak ada tugu yang tidak mengandung sejarah. Tugu dibuat biasanya karena sebuah peringatan yang luar biasa. Jadi bukan barang remeh-temeh.
Otaku membawa kenangan masa kecil dimana saat berpergian jauh harus menunggu bis di dekat tugu itu. Aku masih apatis, bahkan lebih dari itu. Mungkin bukan aku saja yang apatis tapi masyarakat sekitar juga. Mungkinkah karena dampak nikmatnya kemerdekaan sehingga lupa perjuangan pahlawan. Entah tapi aku merasa satu titik ke selah itu.
Beranjak dewasa ke-apatis-an ku mulai berkurang satu dompol hingga sekarung penuh. Pertanyaan penasaran muncul hingga teori komparasi muncul. Tugu Kertahayu dan Caringin, Golempang kok sama persis ya?! Benakku nyinyir sedemikian rupa. Ah tapi aku bukan sejarawan, tapi kamu kan hidup!
Kenyinyiran hilang sama sekali karena boyong ke kota lain. Hingga akhirnya nyinyir kembali saat kembali ke kawasan halaman (sekarang). Sejujurnya ada hal yang bikin nyinyir kembali, salah satunya tugu tampak hilang dari pandangan. Jadi nyinyir muncul karena sebuah rasa kehilangan yang dibalut kerinduan. Kewajaran manusia dimana menemukan suatu perbedaan pada kerutinannya akan selalu nyinyir akan kerinduan pada kerutinan sebelumnya.
Tugu Berada Di Balik Rimbunnya Pohon Pisang Dan Jemuran Pakaian |
Kali ini semakin penasaran dan menimbulkan banyak pertanyaan yang tak kalah memusingkan dibandingkan pertanyaan kapan kawin. Untuk menjawab pertanyaan dari sebuah tugu di Kertahayu diwajibkan mempunyai ilmu penelitian sejarah yang kompeten. Sayangnya aku hanyalah seorang penanya bukan penjawab professional. Tapi ada kabar gembira, aku mau sedikit jawab pertanyaanku sendiri dengan metode sederhana dengan menyusun sumber-sumber.
Tugu Pahlawan Cisaar Kertahayu berlokasi tepat pada pertigaan jalan nasional Banjar-Pangandaran dengan jalan Lintas Kertahayu-Pamarican-Banjar. Tugu ini berbentuk seperti saka atau tiang penyangga, dengan dua tugu berjajar sama panjang, sama bentuk, sama ukuran. Sisi bawah terdapat plakat keterangan tugu yang berisikan: PALAGAN CISAAR 17-8-45 s/d 27-12-49 KORBAN JIWA SEBAGAI PAHLAWAN : MARDI, NASORI, INAB, MARSIDIK, MARSAN, TAWIS, SARBINI, SAWON, OMO, SER SURATMAN. Tugu mempunyai cat biru khas kantor kormil. Tidak ada keterangan lain yang ditemukan selain di plakat.Tugu Cisaar mempunyai pelataran berbentuk bulat, terdapat beberapa rantai yang mengelilingi tugu sebagai hiasan.
Plakat Pada Tugu Pahlawan Cisaar |
Palagan mempunyai arti perang, medan perang, pertempuran (KBBI Online). Jadi nama Palagan Cisaar berarti medan pertempuran Cisaar, dimana Cisaar menjadi saksi sejarah pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial. Banyak tugu palagan baik kecil maupun besar dibuat terutama di kota-kota yang pernah mengalami pertempuran dengan kolonial Belanda. Contohnya saja tugu Palagan Ambarawa.
Sejarah
Beberapa uraian sejarah yang berkaitan dengan tugu Pahlawan Cisaar diceritakan ada sembilan masyarakat Cisaar dan satu dari pihak TNI yakni Sertu Suratman memberontak kepada kolonial Belanda. Dugaan kuat pemberontakan ini terjadi pada saat Agresi Militer Satu pada tahun 1948. Menurut cerita kesembilan orang Cisaar diantaranya Mardi, Nasori, Inab, Marsidik, Marsan, Tawis, Sarbini, Sawon dan Omo memberontak kepada pihak kolonial Belanda namun kalah hingga ditangkap dan dieksekusi mati di jembatan Citalahab.
Beberapa uraian sejarah yang berkaitan dengan tugu Pahlawan Cisaar diceritakan ada sembilan masyarakat Cisaar dan satu dari pihak TNI yakni Sertu Suratman memberontak kepada kolonial Belanda. Dugaan kuat pemberontakan ini terjadi pada saat Agresi Militer Satu pada tahun 1948. Menurut cerita kesembilan orang Cisaar diantaranya Mardi, Nasori, Inab, Marsidik, Marsan, Tawis, Sarbini, Sawon dan Omo memberontak kepada pihak kolonial Belanda namun kalah hingga ditangkap dan dieksekusi mati di jembatan Citalahab.
Pertempuran itu tidak jelas kapan terjadinya karena dalam plakat ditulis rentang waktu antara 17 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Apakah ke-sepuluh orang itu dibantai satu waktu atau dibantai satu persatu dengan rentang waktu yang tertulis di plakat. Sumber sejarah tertulis sangat sedikit ditemukan hanya koran lokal yang menyebutkan tanpa keterangan lebih lanjut dan hanya bersumber cerita dari masyarakat, sangat disayangkan.
Masa Kini
Tugu Pahlawan Cisaar bisa dikatakan mempunyai nasib yang sama dengan pahlawan yang berjuang saat itu. Sama-sama tragis! Tugu tidak pernah dipugar, dirawat dan tidak pernah ada perhatian dari pemerintah desa maupun pemerintahan di atas desa. Kini tugu itu tertutup oleh pohon pisang dan menjadi sebuah pekarangan rumah, sebelahnya terdapat kandang ayam.
Tugu Pahlawan Cisaar bisa dikatakan mempunyai nasib yang sama dengan pahlawan yang berjuang saat itu. Sama-sama tragis! Tugu tidak pernah dipugar, dirawat dan tidak pernah ada perhatian dari pemerintah desa maupun pemerintahan di atas desa. Kini tugu itu tertutup oleh pohon pisang dan menjadi sebuah pekarangan rumah, sebelahnya terdapat kandang ayam.
Kandang Ayam Berdiri Sebelah Tugu |
Berdasarkan koran lokal menyebutkan bahwa Tugu Pahlawan terancam dibongkar oleh pemilik tanah. Apa sebabnya? Tanah tempat berdirinya tugu sudah berpindah tangan dari status tanah desa menjadi tanah pribadi. Diceritakan bahwa tanah desa itu ditukar dengan petak sawah/tanah pekarangan lainnya oleh kepala desa Kertahayu pada waktu yang tidak disebutkan oleh koran lokal itu. Miris!
Komentar