Menjadi pendengar radio adalah yang sangat lumrah di dunia ini, semua orang bisa menjadi pendengar radio. Ada jenis gelombang radio yang cukup unik untuk didengarkan yakni radio gelombang pendek, dalam bahasa Inggris disebut Short Wave, disingkat SW. Gelombang radio memang mempunyai beberapa jenis gelombang diantaranya SW, gelombang ini mempunyai keistimewaan tersendiri yakni jangkaunnya tak terkira. Bayangkan saja stasiun radio di Kanada sementara pendengarnya di ujung selatan Australia. Begitulah keistimewaan dari gelombang pendek. Ssst jangan salah imajinasi, untuk kualitas penerimaan gelombang pendek mempunyai segudang kekurangan diantaranya signal yang naik turun, gangguan suara berisik bahkan bertabrakan dengan stasiun radio lainnya.
Stasiun radio SW yang paling terkenal di dunia salah satunya BBC, VOA, NHK, ABC dan stasiun radio yang lainnya. Namun sayang diantaranya stasiun tersebut sudah menjadi mendiang, sebagian masih berlanjut hanya berganti saluran menjadi stasiun radio yang berafiliasi dengan radio lokal dan jalur internet. Tak bisa dipungkiri bahwa zaman teknologi sudah sangat maju sehingga teknologi lama mulai ditinggalkan terlebih teknologi lama memakan biaya tinggi.
Saya sendiri mendengarkan radio SW sejak duduk di bangku kelas tujuh. Saat itu tak sengaja mengotak-atik radio milik bapakku, knob putar mengarah ke gelombang SW. Aku putar knob namun sedikit sekali signal radio yang muncul, kecewanya lagi tidak ditemukan yang berbahasa Indonesia. Jarum merah penanda frekwensi mengarah ke 90XX Khz di situlah saya menemukan siaran berbahasa Indonesia tapi logatnya aneh, baru saya dengar. Penasaran membubung ke langit hingga akhirnya mengetahui bahwa siran tersebut dari Singapura.
Hadiah Yang Ku Pilih |
Cukup lama sudah menjadi pendengar radio gelombang pendek, berbagai cindera mata dari berbagai negara asal stasiun radio telah terkumpul dan digunakan sebagaimana fungsinya. Sempat vakum dari dunia gelombang pendek karena urusan kuliah dan kerja, lama memang hampir tujuh tahun!
Di tahun 2016 barulah membuka kembali hobi yang 'aneh' ini. Berawal dari dalam kereta Pasundan di Stasiun Surabaya Gubeng aku memesan radio gelombang pendek melalui aplikasi Bukalapak. Cukup mahal harganya sekitar Rp 250.000 tapi inilah dedikasi untuk sebuah hobi. Konon hobi bisa membuat awet muda! Jadi jangan ragu untuk menekuni hobi demi keawetan itu!
Bergabung dengan grup Facebook adalah satu jalur yang apik untuk menjalin sebuah talian pertemanan sesama pegiat hobi. Grup pendengar ini bernama RLCI, kalau dipanjangin jadi Radio Listener Club Indonesia. Sebuah grup pendengar cukup tua didirikan oleh pendengar senior salah satunya Lin Jin Tjan dan Eddy Setiawan. Benar saja umur grup ini lebih tua daripada umurku, saking tuanya penduduk grup tidak kalah banyak dengan populasi di lingkungan RW tempatkku.
Akhir tahun 2018 adalah suatu moment langka dimana grup pendengar RLCI mengadakan sayembara foto diri dan radio miliknya. Sayembara foto ini atas prakarsa Radio Taiwan International seksi bahasa Indonesia, boleh disebut RTISI. Hadiahnya gak seabal-abal barang yang dijual di pasar malam pinggir kota. Sebut saja satu set baju kaos dengan topi bertuliskan Taiwan, gantungan kunci besi, notes, hiasan piring besi, tas dan masih banyak lainnya.
Siapa yang tidak ingin barang-barang seistimewa itu! Hanya setan yang gak butuh, aku mengusahakan sekuat daya untuk mendapatkannya. Syarat dan ketentuan sayembara bisa disebut cincai untukku, sekali cekrek jadi! Tapi apa daya kemalasan seringkali muncul bak hama tanaman yang merugikan. Hampir dua minggu setelah pengumuman sayembara, barulah hama malas itu musnah.
Sepulang ibadat jumat cuaca sedikit membuat kulitku merasa panas, sesekali kaind diusap ke atas jidat yang penuh buliran peluh. Aku mau apa? Terlintas pertanyaan yang mengugahku membrantas hama malas itu. Kamera A6K ku ambil dari kotak kedap udara. Tiada konsep berarti untuk foto ini, hanya selintas ide pemuda pemalas yang ingin melihatkan kemalasannya. Ku ambil radio merek Tens dan buku karangan Rudi Hartono sebagai embel-embel bahwa aku pendengar sejati!
Foto Yang Dikonteskan |
Posisi layaknya pemalas tertidur dengan radio di sebelahnya dan sebuah buku tergeletak di tangan sebagai tanda bahwa sang pemalas lelap terbuai suara radio dan tersihir oleh huruf-huruf yang tersusun di buku. Konsep yang tak terlintas sebelumnya! Tapi inilah adanya, hanya berharap menang saja.
Persyaratan sudah lengkap tinggal dikirim melalui inbox Facebook. Hampir mendekati tanggal kadaluarsa ketentuan syembara ternyata inbox Facebook belum juga direspon. Ah... Mungkin ada yang salah, kucoba berbasa-basi. Dan akhirnya 'barang' kontes itu diterima baik di email maupun inbox group.
"Siapa yang tak banyak harapan maka dirinya sedikit harapan" begitulah petuah berharga dari Sang Guru Sinto Gendheng. Aku manut saja dengan memperbanyak harapan. Hingga tiba waktunya pengumuman dan traaa... Akulah sang juaranya!
Berdasarkan S&K sayembara juara pertama berhak memilih bebas hadiah yang dia inginkan. Otakku sedikit lebih waras dari Guru Sinto Gendheng, dengan itu saya memilih hadiah yang belum pernah saya miliki sebelumnya yakni sebuah hiasan piring besi. Tak kurang dari seminggu hadiah itu menyambangi alamat rumah yang ku tulis, lebih cepat dari Sang Juara Kedua, Harry Santosa. Maklum saja pak, alamatku masih satu provinsi dengan si pengirim jadi wajar lebih kilat!
Betapa dermawannya penyelenggara sayembara, hadiah yang saya dapatkan bukan hanya satu tapi wuakeh ada vandel, kartu pos, gantungan kunci dan stiker RTI. Wah keberuntungan apa yang kamu tolak?! Ora ono. Tentunya kedermawanan penyelenggara harus aku akui dan ditulis di media internasional ini sebagai pertanda saya berterima kasih atas hadiahnya. Ora kelalen berterima kasih juga untuk RTISI terutama untuk sang duta besar Farini Anwar dan Tony. Tanpa kalian ke Jakarta aku ra iso dapat barang-barang keren ini.
Akhirul kalam, saya masih mengumpulkan harapan untuk menang kembali di sayembara RLCI X VOV Bahasa Indonesia.
Dalam tulisan ini tidak menyertakan nama gelar atau sebutan hormat, demi sebuah artikel yang enak dibaca. S&K berlaku.
Komentar