Kapan terakhir kirim surat?
Kalimat tanya yang bisa dijawab dengan panjang atau sependek-pendeknya, tergantung pada pengalaman orang yang akan menjawabnya. Pertanyaan ini juga bisa menghangatkan suasana terlebih bagi orang yang pernah mengalami zaman dimana komunikasi masih mengandalkan surat. Pastinya akan lebih seru lagi jawaban dari pertanyaan di atas, jawaban berbanding terbalik disaat bertanya pada seorang yang lahir di awal munculnya SMS (Short Message Service). Bisa jadi mereka hanya menjawab surat sakit, surat izin atau jangan-jangan surat hutang.
Sejumlah Surat Yang Diterima |
Perkembangan zaman, umumnya menjadi sebuah kemutlakan di mana manusia selalu berinovasi untuk mempermudah segala urusannya. Perkembangan zaman bisa menjadi sebuah tantangan tersendiri baik pada kehidupan, teknologi, layanan jasa dan sebagainya. Tak terkecuali layanan surat!
Surat jika didefinisikan mempunyai makna yang banyak sekali, terlebih jika dijabarkan dari jenis-jenis suratnya. Maka dari itu saya hanya ingin membahas satu jenis surat dari layanan Pos. Baik surat yang dibungkus dengan amplop ataupun kartu pos, tentunya yang menggunakan perangko.
Kapan pertama kirim surat?
Pertama kirim surat itu waktu kelas empat SD (Sekolah Dasar). Saat itu populer dengan surat menyurat antar fans kepada idolanya. Saya inget sekali waktu itu saya diajari cara menulis surat kepada sang artis oleh tetangga. Tiga surat aku tulis langsung dan dikirim langsung juga, dari ketiga surat itu ditunjukan ke Sherina, Messy dan Geovanni. Semua artis cilik. Habis biaya sekitar Rp 5000 terbanyak memakan biaya adalah perangko, saat itu perangko nominal Rp 1000 adalah salah satu perangko yang bisa mengantarkan surat ke Jakarta mungkin juga ke seluruh Indonesia. Kertas dan amplop dapat dibeli terpisah dengan variasi harga dari yang super murah hingga yang mahal. Sebagai anak-anak tentunya saya memilih amplop dan kertas yang boleh dikata alay untuk hari ini.
Kartu Pos Untuk Rosi Mahendra |
Tiga minggu berlalu, tidak ada kabar balasan dari sang idola datang. Aku cukup iri dengan kawanku yang suratnya dibalas terlebih ada fotonya! Saeful, saudara sekaligus tetanggaku mendapatkan balasan dari semua artis. Foto artis dipajang di depan ruang tamu sebagai tanda dia fans berat. Hal lumrah saat itu di kalangan anak-anak yang mengidolakan artis cilik. Hanya aku saja yang tidak punya foto artis. Aku cukup geram.
Minggu ke-lima akhirnya aku mendapatkan surat balasan dari Sherina. Rasanya girang hingga ke ubun-ubun, setelah dibuka dan dibaca seketika aku mulai menurunkan kegirangan hingga level mata kaki. Hancur sudah! Balasan tidak menyertakan foto dan disurat minta perangko balasan jika ingin fotonya! Dua surat lain tidak ada balasanya, mungkin saja karena surat basah atau rusak. Maklum saat itu membeli kertas dan amplop yang murah, bisa jadi amplop rusak atau hal lainnya. Kekecewaanku ternyata berlanjut hingga muak membahas surat menyurat untuk artis pujaan. Aku emoh menyurati!
Ada tugas dari keluarga untuk mengabarkan keuangan untuk bibiku yang tinggal di Cilacap - Jawa Tengah. Tugas itu ternyata cukup mudah yakni dengan menulis surat saja dan mengirimkan sejumlah uang melalui layanan Wesel Pos. Walaupun baru kelas enam aku dipercaya untuk hal ini, mereka percaya karena aku pernah kirim surat ke artis dan dibalas.
Sahabat Pena: Agus Maulana, Febriza & Susana |
Berawal dari surat laporan kiriman uang ke keluarga bibi. Aku menjadi suka dengan surat menyurat terutama dengan anggota keluarga lainnya. Balasan-balasan surat selalu ditunggu hingga rindu yang tak tertahan. Gembira seperti memeluk pertemuan pertama saat menerima surat balasan.
Apa punya sahabat pena?
Aktifitas surat menyurat menjadi teramat sering saat masuk kelas dua SMP (Sekolah Menengah Dasar) terutama sejak kenal dengan radio internasional yang selalu membalas surat dengan segala pernak-pernik yang menarik. Jika dihitung matematika dalam seminggu mengirimkan lima surat jadi dalam sebulan bisa 20 surat. Belum lagi surat balasan dari radio yang mengalir deras tiap minggunya.
Biasanya orang yang suka kirim surat punya koleksi perangko, punya gak nih?
Koleksi perangko adalah hal yang sangat lazim saat itu baik oleh perempuan maupun laki-laki. Menurut eboom yang pernah kubaca bahwa pemerintah saat itu mengadakan propaganda untuk penggalakan koleksi perangko, jadi wajar semua orang ikut dalam dunia filateli.
Koleksi Perangko: Dua Perangko Prisma Milik Pak Pos; Hendarmin |
Saya sendiri mengoleksi perangko dari surat balasan teman pena, kadang ada yang memberi. Sampai saat ini koleksi perangko ku tidak pernah bertambah signifikan. Mungkin rasa cinta yang tidak maksimal untuk kegiatan filateli. Saya sendiri mempunyai dua perangko prisma, perangko yang bisa di-isi dengan gambar yang kita inginkan. Satu gambar saya sendiri dengan pakaian Bali dan satu lagi artis pujaan, Gus Teja. Alay sebenarnya ya cetak perangko prisma artis pujaan, tapi gimana lagi ya wong dia sejajar dengan Kitaro.
Beberapa minggu lalu saya sempatkan untuk mengirim sebuah kartu pos dan satu surat untuk dua sahabatku, Rosi Mahendra di Denpasar dan Kang Kin Sanubari di Sumedang. Bersyukur sekali semuanya diterima dengan baik, tapi sempat kecewa pada penerimaan kartu pos, tampak kartu pos lusuh. Saya berpikir negative bahwa sistem pengiriman tidak begitu bagus untuk kartu pos, seakan-akan hanya barang biasa. Padahal itukan bayar!
Sejumlah Surat Dari Stasiun Radio Internasional |
Selain perangko, aku juga koleksi berbagai kartu QSL dan juga kartu pos. Hampir semuanya pemberian baik dari kedutaan besar negara-negara sahabat Indonesia, stasiun radio internasional dan juga teman dekat. Untuk kartu pos bersyukur tiap tahun selalu menerima dari stasiun radio internasional.
Berani berkomunikasi kembali dengan layanan jasa pos? Saya kira tantangan ini luar biasa berat kecuali hanya sekedar hobi. Saya sendiri menjalani komunikasi dengan layanan jasa pos hanya untuk hobi, bukan komunikasi sehari-hari. Kalau dulu memang pos sebagai jasa layanan primer. Jangan lupa ke kantor pos ya!
Komentar