Buku From Beirut To Jarusalem |
Buku yang telah kubaca dua kali ini pernah mendapatkan penghargaan sebagai buku dengan penjualan terbaik baik di Indonesia maupun di luar negri. Halaman-nya cukup tebal 476 halaman dengan jenis kertas yang cukup ringan. Di Indonesia buku dengan judul "From Beirut To Jarusalem" diterbitkan oleh Mizan Bandung. Buku ini termasuk buku sejarah karena memuat catatan harian sang penulis saat melaksanakan tugas kemanusiaan-nya di medan pertempuran. Sebelumnya saya perkenalkan dulu nama penulis-nya adalah dr Ang Swee Chai seorang Malaysia-Singapura yang mengungsi ke London, Inggris.
Bagiku buku ini sangatlah menguras air mata jika memang Anda membacanya dengan nurani kemanusiaan, jika tidak ada getaran kemanusiaan saya yakin Anda sudah termasuk hewan persis dengan orang yang memberantas habis masyarakat Lebanon dan Palestina pada tahun 1985 di mana dr Swee menyaksikan hal itu. Saat membaca buku ini mungkin kalian yang beragama Islam ataupun bukan, akan mengerti bagaimana suara hati kemanusiaan itu. Peperangan Shatila adalah peperangan dimana nurani manusia yang hilang, bukan perang agama ataupun perang negara.
Banyak sekali ungkapan besar dr Swee tentang kemanusiaan yang termaktub dalam bukunya, dan berikut saya rangkum menurut pengalaman mata dan rasa saat saya membaca bukunya:
1. Dokter Swee mengungkapkan eksistensi manusia yang sejatinya sama dengan manusia lainnya di dunia, dia menulisnya untuk surat terbuka yang ditujukan kepada masyarakat Inggris Raya: "Mereka tidak mempunyai hak, izin bekerja, maupun izin untuk hidup di reruntuhan dan puing-puing ini. Reruntuhan serta puing-puing ini secara resmi dinyatakan ilegal dan banyak penghuninya diminta segera pergi dari rumah mereka yang sebagian telah hancur tanpa tahu harus pergi ke mana. Sebagai seseorang yang berasal dari Dunia Ke-tiga, saya telah melihat banyak kemiskinan dan penderitaan. Akan tetapi, ini adalah yang terburuk yang pernah saya lihat. Mereka membutuhkan setiap bantuan dan dukungan yang dapat Anda berikan. Banyak dari mereka yang secara mental telah siap menanggung kelaparan atau mati kedinginan, namun mereka meminta saya untuk memohon kepada Anda agar menganggap mereka sebagai manusia, seperti diri Anda sendiri dan mereka berharap diakui status mereka sebagai manusia". Halaman 154.
2. Dokter adalah sebuah profesi yang sama dengan profesi lainnya "tukang", beliau merendahkan diri dalam panggilan kemanusiaan: "Aku segera menyadari bahwa menjadi seorang dokter bukanlah suatu yang istimewa. Ilmu kedokteran hanyalah aplikasi teknologi untuk meredakan penyakit atau rasa nyeri. Seorang dokter adalah seorang teknisi yang dilatih untuk berurusan dengan masalah-masalah tertentu". Halaman 36.
3. Dukungan suami yang luar biasa: "Dengarlah, Swee Chai, seandainya aku dokter, aku sendiri akan pergi. Tapi aku bukanlah seorang dokter, sehingga satu-satunya yang bisa kulakukan adalah mendorongmu pergi". Halaman 38.
Beberapa Foto Dalam Buku |
4. Dendam bukanlah solusi kemanusiaan dan doa dr. Swee untuk anak-anak Israel agar tidak senasib dengan anak-anak Palestina: "Anak-anak Palestina kira-kira juga berusia sebaya dengan mereka: tetapi bedanya, mereka terkurung di kamp, berkeliaran di antara reruntuhan dan puing-puing, kebanyakan dari mereka adalah yatim piatu. Ini akan menjadi musim dingin yang tidak menyenangkan bagi orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Mereka yang tewas setidaknya tidak perlu lagi menderita. Bagaimana dengan anak-anak di bangsal ortopediku, yang terluka karena pecahan peluru dan bom? Banyak dari mereka yang takkan pernah berjalan bisa berjalan lagi. Sedangkan anak-anak Israel itu tampak begitu tak berdosa dan bahagia dan aku berharap kepada Tuhan bahwa mereka tidak akan mengalami apa yang menimpa anak-anak di sebrang perbatasan, anak-anak yang sengsara dan menderita. Aku tak dapat berhenti untuk terus berdoa demi anak-anak Israel ini, semoga mereka tidak akan dihukum karena kesengsaraan dan penderitaan yang ditimpakan oleh orang dewasa Israel kepada anak-anak lainnya. Aku berdoa mereka tidak harus menebus dosa orang lain." Halaman 204.
5. Pada akhir wawancara, ia bertanya padaku "Apakah Anda pernah menangis ketika memikirkan orang-orang Palestina?" - "Demi Tuhan, tentu saja," kataku. "Jika Saya tidak menangis, berarti saya bintang". Halaman 427.
Bagi Anda yang ingin belajar kemanusiaan, buku ini sangat cocok untuk Anda yang ingin benar-benar terpanggil demi kemanusiaan. Saat jiwamu terpanggil oleh suara kemanusiaan haruslah semua identitas-mu dicopot baik identitas bangsa, ras, agama ataupun etnis, buanglah semua itu dan sisakan identitas utama yakni identitas dirimu sebagai manusia. Identitas dasar dan universal adalah identitas kita sebagai sesama manusia, semua orang mempunyai rasa yang sama baik saat dipuji ataupun ditindas karena memang manusia mempunyai rasa universal.
Buku ini menceritakan bukan saja kehebatan dokter Swee Chai yang menolong korban perang baik dari pihak penyerang maupun pihak yang diserang, ada satu hal yang sangat dalam program kemanusiaan yang dilakukan oleh beliau. Hal tersebut adalah kabar berita atau menyuarakan keadilan kepada masyarakat dunia. Tanpa adanya kabar berita dari suatu daerah konflik mungkin saja manusia lainnya akan sibuk dengan pekerjaan mereka atau sibuk membelanjakan uang mereka. Namun dengan adanya kabar berita maka orang yang mempunyai hati nurani akan tergerak mengulurkan tangan mereka untuk membantu ataupun sekadar berdoa kepada Tuhan.
Komentar