Seminggu berlalu paska ribut-ribut terinfeksi virus Covid-19, kini aku kembali menatap baik-baik empat kartu pos yang diterima. Semuanya dari Taiwan. Satu amplop dari kak Maria Sukamto yang berisi tiga lembar kartu pos, sementara satu amplop berisi kartu pos dari RTI seksi bahasa Inggris. Kartu pos yang indah, bagiku koleksi kartu pos seperti lembar refleksi dari segala yang pernah bercerita.
Banyak terima kasih terutama Kak Maria Sukamto yang sudah mengirimkan kartu pos yang indah sekali dan penuh makna. Sebelum jauh ke mana-mana berikut saya ceritakan kembali autobiografi dari pencipta kartu pos tersebut. Tulisan ini hasil dengar dari acara Jurnal Maria yang disiarkan di Radio Taiwan Internasional seksi bahasa Indonesia.
Kartu pos ini dikreasikan oleh Mr Accordion Bus (Mr Chen) yang bertempat tinggal di Taipei - Taiwan. Lukisan ini menarik perhatian karena garis sederhana, lugu dan gambar yang unik. Terlahir di Chiayi, Taiwan dengan ukuran badan bayi kecil. Bayi ini terlihat aneh karena tangan kanan tidak bergerak, sementara tangan kiri yang aktif. Chen kecil bertumbuh besar sehingga perbedaan tangan dan kiri ketara, sehingga ayahnya membawanya ke fasilitas kesehatan untuk menyembuhkan keadaannya. Diagnosis dokter untuk dirinya adalah saat dokter obgyn mengeluarkan dirinya dari 'gerbang kehidupan' dengan tenaga yang berlebihan sehingga saraf brachialis tercederai sehingga merusak fisiologi dari tangan kanannya.
Chen kecil senang menggambar dan pernah mendapat juara dua dalam lomba menggambar. Sangat beruntung Chen kecil mendapatkan guru kursus menggambar dengan gratis. Dukungan keluarga sangat kuat untuk dirinya, terlebih dalam menentukan jurusan apa yang akan dipilih saat kuliah. Beberapa rintangan dihadapi terlebih aturan jurusan yang mengharuskan kesempurnaan kedua tangan, namun Chen remaja tidak putus asa dengan tekad yang lebih kuat daripada aturan yang berlaku. Seiring berjalannya waktu hingga akhirnya Chen remaja ak juara desain! Berkat kerja keras yang dikerjakannya, dia pantas mendapatkan gelar juara itu.
"Manusia itu dalam hidupnya kalau bisa menuntaskan hal dengan baik, maka dia telah rampung tugas manusianya di dunia".
Dari kak Maria, saya mendapatkan tiga lembar kartu pos karya Accordionbus: manusia jamur, kapal ikan dan kucing ikan. Yuk kita kenali satu persatu karya Accordionbus dengan rabaan orang awam.
Menurut kak Maria, kartu pos bergambar wajah manusia yang dipenuhi jamur adalah representasi dari keadaan manusia yang penuh dengan penyakit/kuman/jamur/virus. Kartu pos ini menggambarkan manusia hari ini yang masih bergelut dengan pandemi Covid-19. Dasar dari gambar berwarna hijau susu dengan garis-garis kecil seperti garis tumbuh rambut pada kulit kaki atau tangan manusia. Mungkin jamur/virus ini yang menempel pada kulit manusia.
Kartu pos kedua bergambar kapal dengan baling-baling di belakangnya mirip seperti pada kapal laut, namun kapal ini terbang dengan adanya kumpulan awan. Di situ juga terdapat seorang pria yang sedang mengambil awan dengan sumpit dan di belakangnya ada tujuh karung awan yang dimasukkan plastik, mirip seperti harum manis atau permen kapas. Dari pandangan awam pada seni lukis ini menurut saya: Seorang manusia mengumpulkan kemanisan dunia dengan tangannya dan dimasukkan ke plastik sebagai bekal untuk jiwanya.
Kartu pos yang terakhir bergambar kucing putih sedang siap memakan ikan emas. Dari gambaran tersebut terlihat betapa nikmatnya detik-detik yang dirasakan. Menikmati waktu di setiap kejadian, momen dan apa yang ada. Mata kucing yang sedikit memejamkan mata adalah gambaran kenikmatan yang mendalam.
Untuk halaman belakang (halaman pesan dan alamat) terdapat kotak kode pos yang dihias dengan lambang cuaca. Sementara kotak perangko ada yang bergambar kepala kucing dan dua yang lainnya bergambar lambang Accordionbus.
Dari sekian koleksi kartu pos yang saya punya, baru kali ini yang langsung beli dari pelukisnya (dibelikan) dan berbentuk karya seni. Bukan lagi bentuk pemandangan ataupun propaganda suatu negara. Ini adalah suatu kenangan yang indah dari Kak Maria, sekali lagi terima kasih.
Komentar