Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Jembatan Persahabatan (Sayembara CRI X RLC)

JEMBATAN PERSAHABATAN

Artikel ini pernah disiarkan di acara Halo Beijing - China Radio Internasional seksi bahasa Indonesia pada awal Desember 2020.

Sore itu suasana agak mendung dengan hawa udara yang mulai sumuk, suatu tanda alam yang menandakan hujan segera turun. Apalah daya alam memang punya kehendak yang berbeda dari segala keinginan manusia. Aku terdiam dengan kejenuhan yang membucah, tidak ada ide untuk pembebasan diri dari belenggu jenuh. Acara TV membuatku muak dengan segala sinetron yang ada, tidak ada jalan lain selain menyalakan radio sebagai alternatif hiburan.

Radio tua merek Nasional masih 'berbedak' debu di sekujur wajahnya. Belum lagi ada tangan yang berkehendak untuk memolesnya, semua tercampakan oleh adanya televisi. Kejenuhan inilah faktor pendukung saya untuk menyalakan radio tua itu. Tak disangka semua tombol dan mesin radio masih berfungsi, kecuali bagian kutub positif dan negatif tempat batu baterai rusak entah apa sebabnya. Beruntung ayahku mempunyai kabel adaptor, langsung saja menyambungkan adaptor dengan pesawat radio. Awal menyala hanya suara gemersik disertai dengungan khas, knob diputar menjelajahi tulisan meter dan Khz. Desiran gelombang terdengar turun naik, satu angka terlewat dengan penyiar berbahasa Inggris, kemudian berbahasa asing yang tak pernah aku ketahui sebelumnya. Hingga pada akhirnya menemukan suara penyiar dengan aksen bicara yang aneh. Bahasa Indonesianya tidak mencerminkan orang Indonesia, sedikit terbata-bata dengan aksen yang belum aku kenal.

Dia memperkenalkan diri sebagai Wang Lai, selanjutnya penyiar lainnya menyebutkan diri sebagai Wujin dengan nama panjang Wi Jin Ping. Ah… aku tersadar bahwa kedua nama penyiar ini khas sekali dari suku Tionghoa, aku semakin tertarik untuk mendengarkan isi acara yang mereka bawa. Lima belas menit kemudian rasa aneh ini semakin meledak seperti Archimedes menemukan rumus dengan nyemplung ke kolam. Eureka! Eureka! Eureka!... Akhirnya aku paham bawa radio ini diisi oleh para penyiar Tionghoa dan radio ini berasal dari Tiongkok dengan nama "CRI" alias China Radio Internasional.

Aku masih saja terheran, kok bisa ada siaran bahasa Indonesia dari Tiongkok, apa bisa gelombang radio dari Tiongkok nyampe ke Indonesia?! Ah aneh sekali, seperti tidak mungkin. Tapi ini terjadi dan gelombangnya ada. Terus ini radio dari mana dan bagaimana bisa?! Aku masih mikir keras dengan pertanyaan-pertanyaan itu, belum ada jawaban pasti. Aku tanya bapakku (alm) tidak menjawab, dia bingung juga. Beliau hanya berkata memang radio tua itu berisi siaran ceng coweng (bahasa asing), tapi kadang ada bahasa Indonesia dan ada radio yang memainkan gending Jawa.

Butuh satu bulan untuk memahami apa itu CRI, hari kedua sampai seminggu masih memantau dan menikmati program acara yang tersedia mulai dari belajar bahasa Mandarin hingga warta berita. Ada rasa keinginan untuk berkirim surat langsung ke Tiongkok, namun berkali-kali susah sekali untuk menulis alamatnya. Seingat saya alamat CRI Sijing San Road, Beijing 10000, karena uang jajanku hanya 1000 rupiah perhari tidak cukup untuk berkirim surat langsung ke kantor CRI di Tiongkok. Butuh waktu 3-4 hari untuk menulis benar alamat lengkap perwakilan CRI di Jakarta, saya ingat setiap akhir siaran penyiar senior selalu menyebutkan alamat lengkap CRI baik di Indonesia maupun Tiongkok.

Waktu memang tak pernah berhenti, jikapun berhenti entah apa yang akan diperbuat oleh manusia. Suratku dibacakan di CRI, saya lupa lagi nama acaranya yang pasti acara itu ada di hari Jumat. Betapa senangnya ketika suratku dibacakan, timbul keinginan untuk berkirim surat kembali. Aku pun menemukan CRI bahasa Melayu, kini jadwal mendengarkan radio setiap sore bertambah satu jam lagi. Tiga bulan kemudian aku mendapatkan balasan surat dari CRI, seketika guru-guru dibuat kagum oleh sampul surat itu yang tercap pos Tiongkok dengan tulisan besar di pojok kiri atas China Radio International. Guru Bahasa Indonesia-ku langsung memanggilku untuk menyerahkan amplop putih dari CRI. Teman-temanku tidak pernah percaya dengan stasiun luar negeri yang menyiarkan dalam bahasa Indonesia, mereka masih mempercayai TV. 

Buletin pertama yang saya terima tahun 2006 dengan judul JEMBATAN PERSAHABATAN bergambar bunga putih semacam bunga sakura ataupun bunga apel. Selain buletin saya juga mendapatkan souvenir menarik lainnya seperti kartu pos, dan kalender 2006. Banyak hal yang saya dapatkan dari siaran CRI terutama perihal kebudayaan Tionghoa, negara Tiongkok, sejarah dan suku-suku di Tiongkok. Sampai saat ini saya masih hafal benar dengan etnis-etnis di Tiongkok seperti Hui, Han, Uygur, Tibet, Mongol, dan Kazakh. Ada hal yang tidak bisa dihapus dalam sejarah hidupku, yakni sebuah pemahaman terhadap budaya, kepercayaan dan segala hal tentang Tiongkok. Dari siaran CRI bahasa Indonesia dan Melayu lah saya paham apa itu Tiongkok dan Tionghoa, dari hal kecil seperti kenapa warna merah lebih disukai masyarakat Tionghoa, hingga pada pemahaman lebih jauh tentang negara Tiongkok.

Berbagai kegiatan CRI pernah saya ikuti mulai dari sayembara mengenal penyiar Anda; hubungan Indonesia Tiongkok hingga sayembara tentang Olympiade Beijing 2008. Pada sayembara Olympiade Beijing 2008 saya menjadi juara ketiga, aku sangat bangga sekali. Saya masih ingat waktu itu masih SMA kelas 2. Semua kenangan itu terlalu manis untuk diingat, hingga sekarang kenangan berupa benda pun masih saya simpan dan dijaga dengan baik seperti buletin, souvenir, kartu pos dan yang lainnya.

Aku merasa beruntung dengan adanya sayembara ini, di sini saya bisa mengulang kenangan manis yang lama tidak saya cicipi dengan nikmat terutama hubungan saya dengan CRI yang akhir-akhir ini kurang begitu dekat kembali. Masa kuliah hingga bekerja di Jakarta saya sudah tidak memantau CRI melalui gelombang pendek, tapi melalui website. Namun semua itu tidak seluang saat SMP dan SMA, semua kabur dan menguap bersama waktu hingga akhirnya bisa mendengarkan kembali melalui gelombang pendek tahun 2017 lalu.

Memulai menjalin hubungan dengan CRI yang telah lama ditinggal adalah momen yang sangat menggairahkan terlebih kerinduan yang dalam. Satu bulan penuh mendengarkan CRI, aku sungguh kagum dengan format acara kaki ini yang lebih banyak seperti talk show di radio FM lokal. Sejatinya kekagumanku ini merupakan bentuk hal yang mungkin bisa mengecewakan CRI, bagiku program tersebut terlalu monoton dan miskin informasi tentang budaya, negara, dan politik Tiongkok. Walaupun begitu saya tetap waspada mendengarkan dan mencatat laporan penerimaan siaran sebagai kontribusi pada stasiun CRI yang saya cintai.

Belasan email sudah saya kirimkan ke alamat CRI bahasa Indonesia maupun Melayu, namun tidak ada juga tanggapan baik di siaran radio maupun email. Balasan berupa surat pun tidak ada, hingga saya menghubungi halaman Facebook CRI pun tidak ada jawaban. Terbitlah rasa kecewaku pada CRI yang sudah tidak sehangat dulu, laporan penerimaan yang sudah ku buat urung dikirim melalui email. Aku pikir mengirimkan laporan penerimaan siaran ke CRI adalah hal yang sia-sia belaka karena memang tidak ada respon. Dan hingga kini aku melupakan, hingga pada sayembara ini aku mulai mengenal CRI kembali. Semoga dengan tulisan ini, pihak CRI kembali merangkul pendengarnya dengan membalas email ataupun hal lainnya.

Kedepannya saya harapkan CRI kembali menjalin hubungan hangat pada setiap pendengar dan membuat program-program acara yang seperti dulu untuk lebih mengenalkan kembali apa itu Tiongkok dan dan Tionghoa, terlebih sekarang sentimen pada Tiongkok sedang naik. Hal ini sangat penting bagi CRI dan Pemerintah Tiongkok untuk memberikan pemahaman yang berarti pada masyarakat dunia dan juga Indonesia. Acara talk show seperti saat ini juga inovasi yang bagus, namun tidak banyak membawa pemahaman yang banyak untuk pendengar. Kerjasama dengan radio di Indonesia terutama Elshinta sudah sangat bagus, semoga selalu depannya CRI juga menjalin kerjasama dengan radio Indonesia lainnya hingga akhirnya terjadi pemahaman yang berarti pada negara Tiongkok yang sedang makmur itu. Semoga dengan umur 80 tahun CRI membawa perubahan dan pemahaman bagi masyarakat dunia untuk Tiongkok.

Terima kasih sekali untuk RLC yang sudi menerima saya di grup Facebook. Adanya RLC membuat silaturahmi antar pendengar radio internasional terjaga dengan baik, juga hubungan dengan stasiun radio juga terjalin dengan baik. Ini adalah wadah yang istimewa bagiku, semoga RLC selalu lestari. Aku masih ingat, saat itu belum tahu grup RLC, sekitar tahun 2016 aku mulai bergabung di RLC atas dasar rekomendasi dari pak Eddy dan Basid Hasibuan. Aku pikir tidak ada gunanya untuk bergabung di grup Facebook RLC, namun pemikiran itu salah belaka. Banyak manfaat yang saya dapat di grup Facebook RLC, mulai dari silaturahmi, sayembara, informasi tentang radio dan juga temu pendengar. 

Partisipasi pertama yang saya ingat adalah ikut sayembara foto antara RLC dengan VOV selanjutnya dengan RTI, ah...semuanya aku ikutan dan menang. Aku sangat bersyukur dengan adanya RLC dan juga bergabung dengan RLC. Ada satu harapan untuk RLC untuk membentuk website/blog sebagai sarana museum digital dari souvenir radio-radio internasional. Tentunya website ini bisa diakses siapa saja yang ingin mendapatkan informasi tentang radio luar negeri dan menjadi suatu memory call bagi setiap pendengar dan penyiar.

Akhirnya segala kenangan manis dan harapan terkumpul pada kalimat terima kasih untuk kesempatan yang diberikan dari CRI dan RLC di program sayembara kali ini. Tabik.



Pamarican, 19 November 2020


Waluyo Ibn Dischman


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...