Spriritku tetap sama dengan Adipala atau Maos, dari kecil sampai sekarang tidak ada ubahnya. Tanah leluhur memang mengandung sejuta zat dan ion-ion yang terlalu mencurigakan dan selalu ingin dikulik, baik dari segi sosial, budaya maupun agama. Semua tampak wooow.
Lelah perjalanan dari Banjar ke Maos tidak bisa ditawar lagi, aku masih merindu dengan segala kenangan di tanah leluhur. Keliling dengan sepeda onthel seolah menjadi bahan ngidam yang harus dituruti. Apalah daya buah-buah dari keinginan ngidam diganti dengan sepeda motor yang terlalu cepat melewati setiap meter kenangan di jalanan Maos Adipala.
Layaknya manusia kota kecamatan ini berubah setiap saat, ada yang berbeda dari sudut wajahnya. Kafe-kafe, jalanan, dan drama sosial yang berubah. Sebuah keniscayaan bagi semesta. Aku tidak mau menjadi seorang kolot yang menyesalkan sebuah perubahan dan selalu mendamba kenangan, aku tidak mau! Menikmatinya sudut ke sudut perubahan dan masuk hingga tenggelam hingga menemukan sebuah klimaks yang memuaskan. Bagai persetubuhan, namun ini pada sebuah kota leluhur.
Di warung kopi aku berada, sebagai manusia yang goblok dengan segala pengetahuan yang belum jelas kebenarannya. Aku membual dengan orang-orang baru, seakan menjadi seorang penginjil yang membawa kabar baik. Ah aku terlalu sombong dengan diriku, apakah ini kesombongan?! Entahlah yang pasti aku berbicara pada mereka yang membuka telinga. Dan aku pun membukanya lebar untuk mereka yang memberi sebuah hal yang baru.
Siapa yang pertama menyebarkan dan mengajarkan bahwa warung kopi adalah sekolah, tempat gosip, tempat tukar pikiran dan tempat omong besar. Entahlah siapa dia yang memulai, yang pasti warung kopi menjadi tempat sebuah mulut untuk saling berbual. Walau secangkir kopi bisa membawa waktu yang berjam-jam, padahal rasionalnya meminum kopi satu gelas hanya butuh beberapa detik saja untuk menghabiskannya. Tapi ini sudah dirasuki segala jenis ilmu, ada antropologi, sosial, budaya dan bahkan agama merasuki kegiatan sederhana meminum kopi ini. Sejatinya hanya meminum kopi, tapi inilah manusia yang ditunjuk Tuhan sebagai mahkluk berakal, semua menjadi hal yang penting dan berasaskan ilmu. Pantas saja malaikat ditanya Tuhan soal 'nama-nama' tidak tahu, malah Adam yang bisa menyebutkan segalanya di dunia dengan rasionalnya sendiri. Inilah anugrah Tuhan atas manusia, kekuasaan di dunia (Al Baqarah 31-33).
Sebagai anak Adam yang pernah dibisiki setan iblis, akupun tak ubahnya kakek buyut ku Adam. Segala ucapan yang mengalir dari mulut belum tentu kebenarannya, sebenarnya aku malu pada teman baruku untuk berbicara tentang ngalor ngidul yang tak berujung. Tapi inilah sebuah warung kopi yang bisa ada hikmah yang bisa diambil seperti Adam memetik buah khuldi.
Monolog ini masih berjalan selagi debar jantung oleh kafein dari Vietnam drip masih bekerja. Tak dihiraukan mulut dan mata sudah tak tahan, kekejaman kafein Vietnam drip terlalu egois untuk memperkosa setiap sel tubuhku.
Bukan sebuah pujian, ini sebuah kenyataan. Teman baikku di warung kopi dengan segala kedewasaannya membawaku sebuah kesadaran akan manusia seutuhnya. Layaknya sebuah ceramah Gautama, semua tersinari dengan rasa menghormati dan keterbukaan tentang segala pendapat. Sebuah kasus langka untuk perbincangan yang esensial, ya ini memang bukan acara Karni Ilyas yang selalu mengucapkan "bebirsa".
Aku masih bertanya "apakah ini sebuah kedewasaan berpikir?" Aku masih belum percaya, hanya saja keterangan teori-teori di buku baik dari ilmuan Barat Timur menyebutkan kedewasaan berpikir cirinya seperti itu. Ah... Aku menjadi risau dengan pengekelasan sebuah kedewasaan, ini artinya umurku sudah tua dan hendak berakhir. Dan ketika berakhir apakah aku terkaget-kaget dengan apa yang telah terjadi, seperti seseorang yang merasakan kebingungan sat bangun tidur. Aku teringat pada ucapan Imam Al Ghazali soal kehidupan dan mimpi, beliau berkata "tidak ada seorangpun yang bisa memastikan bahwa kehidupan ini adalah sebuah mimpi atau bukan!".
Dan akupun memasuki area mimpi di atas bantal.
Kalikudi deru terompet kereta malam, 09 Januari 2021 - 01:23 WIB.
Komentar