Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa - Jan Breman

"Tetapi di sana orang asing dari Barat datang yang menjadi tuan penguasa negeri itu. Mereka berkeinginan mengambil untung dari kesuburan tanah negeri itu, dan memerintahkan penduduk untuk memberikan sebagian dari tenaga dan waktu merelakan guna mengerjakan hal-hal lain".

Petikan kalimat di atas menjadi pembuka dengan penuh kesinisan, pahit sekujur lidah hingga anak cucu di Indonesia. Inilah buku sejarah yang mengupas tuntas bagaimana pemerintah kolonial saat itu memaksa "memberikan sebagian dari tenaga dan waktu guna mengerjakan hal-hal lain". Buku ini bukankah sebuah novel, melainkan sebuah penerokaan atau penelitian dari profesor Jan Breman. Dia merupakan profesor sekaligus dekan di CASA, Center Asian Studies Amsterdam. Dia mengadakan penelitian di perkampungan Jawa pada tahun 1970-an, dari penelitiannya menyingkap bagaimana pemerintah kolonial memberlakukan sistem kerja paksa. Titik utama dari penelitian ini berlaku di wilayah pegunungan Priangan, dimana Priangan menjadi titik awal kerja paksa dalam hal pertanian atau perkebunan. Perkebunan awal merupakan kebun kopi oleh pihak kolonial setelah kekuasaan Mataram Islam usai di tanah Priangan.

Buku ini diawali dengan prolog, berupa alasan mengapa terjadi kerja paksa di wilayah Priangan dan berlanjut ke wilayah lainnya. Prolog ini merupakan gambaran kecil dan sebagai pembuka pertanyaan kenapa terjadi. Selanjutnya buku ini terbagi dalam sembilan bagian, setiap bab mempunyai lini masa sendiri. Dari urutannya sudah jelas mulai dari pembukaan lahan hingga pada pelaksanaan sistem kerja paksa dan pelaksanaan reorganisasi ataupun perubahan-perubahan sebagai ganti sistem kerja paksa.

Pada artikel ini tidak ada ulasan singkat ataupun pandang-pandangan mengenai buku ini, berhubung ini buku sejarah berbau kolonial yang saya sukai. Jadi akan saya buat senarai rangkuman sejarah penting dan menarik bagi saya sendiri. Poin penting pada buku ini adalah urutan awal, jika sudah paham dan mengerti apa yang diceritakan bab awal maka bab selanjutnya akan terang benderang. Breman menjelaskan geografis di awal buku, selanjutnya tentang sistem sosial, kekerabatan, politik di wilayah Priangan. Juga menyebut beberapa sifat dari bupati ataupun menak yang ada saat itu. Berikut ulasan saya tentang hal-hal menarik.

1. Tahun 1705 Mataram Islam sepakat dengan VOC menyerahkan segala haknya di wilayah Sunda. VOC sebagai pewaris tunggal dari kekuasaan Mataram yang wilayahnya dibatasi oleh aliran sungai Cilosari. Sungai ini sebagai pemisah kedua kebudayaan. Hal 12.

2. Setelah kekuasan Mataram Islam di wilayah Sunda, VOC membagi beberapa wilayah. Selama kurun waktu tertentu banyak penggabungan ataupun pemisahan wilayah. Seperti wilayah Sumedang, Cianjur, Sukapura, Limbangan, dan Bandung. Hal 19.

3. Angka kematian di Priangan tinggi selama bertahun tahun tetap akibat dilanda epidemi penyakit pes dan cacar. Saat itu masyarakat menolak vaksinasi, hal ini sama persis saat terjadi covid-19. Hal 84. 

4. Pada dekade awal abad 19 VOC runtuh dan digantikan oleh sistem negara kolonial. Hal 101.

5. Kartu pass untuk memasuki wilayah Priangan disediakan dan diatur demi keuntungan maksimum. Para bangsa lain atau orang lain tidak bisa masuk sembarangan. Hal 116.

6. Terjadi krisis sandang dan pangan saat kerja paksa perkebunan kopi di Priangan. Krisis ini terjadi karena tidak ada waktunya masyarakat untuk memintal kapas untuk dijadikan kain (baju), sehingga bahan textil harus diimpor dari luar negeri. Sementara pada produk pangan pun demikian. Masyarakat sibuk dengan kopi, sementara kebutuhan pangan terlewatkan. Pada umumnya mereka memakan buah-buahan, umbi-umbian, daun pisang. Saat itu terjadi kelaparan parah berbulan-bulan.  Hal 190.

7. Banyak masyarakat yang mati akibat dimangsa macan, kemungkinan macan Jawa yang sekarang sudah punah. Para petani pembuka lahan ini sering menjumpai harimau dan badak. Hal 217.

8. K.F Holle adalah seorang Belanda yang mempunyai banyak sahabat pribumi, dia merupakan orang belanda yang paham akan pribumi. Hal 298.

Buku dengan ketebalan lebih dari 400 halaman ini sangat menbutuhkan wajtu banyak, terlebih bagi orang yang kurang selera pada sejarah akan memakan waktu yang sangat banyak. Dari uraian buku ini kita sebagai manusia Indonesia paham dan tahu bagaimana leluhur kita berpesta pora akan rakyat kecil yang diperalat oleh para pembesar dan juga VOC. Juga kuta merasakan bagaimana susahnya menjadi masyarakat kelas bawah. Bahasa yang digunakan oleh penerjemah sangat apik dan lebih lugas, tidak kaku dan mudah dicerna. Sangat jarang penerjemah yang membawa pembaca menikmati dengan bahasa yang luwes seperti bahasa ibu para pembaca.

Judul: Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa
Penulis: Jan Breman
Penerjemah: Jugiarie Soegiarto dkk.
Penyunting: Susi Moeimam dkk.
Cetakan: Pertama, Maret 2014
Dimensi: xiv + 400 hlm; 17,5x25 cm
Penerbit: Yayasan Pustaka Obror Indonesia
ISBN: 978-979-461-874-5

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d