Kembali menemui tahun 2004-2005 dimana masa kecilku diliputi oleh siaran-siaran radio luar negri, saban pagi, sore dan malam hari. Semua terkungkung oleh siaran internasional dari radio sw yang gemersik mendengung. Radio Nederland Wereldomroep biasa disebut RNW menyiarkan dalam beberapa bahasa dunia, termasuk bahasa Indonesia. Radio inilah yang mendikte kehidupanku untuk menjadi pemikir bebas dan berani untuk berbicara atau menulis. Meneroka hal-hal tabu dan menjadi liar. Warisan RNW layaknya warisan VOC di Indonesia, kini pikiranku liar seperti negara asalnya Belanda. Sayhdan radio ini hilang dari atmosfer dunia pada tahun 2012, dimana saat itu saya sedang menyelesaikan karya ilmiah.
Kembali pada periode 2003 dimasa itu otakku lebih terbuka daripada otak remaja awal lainnya di kampung, dengan modal radio seluruh dunia terjelajahi. Orang lain pun menganggap aku aneh. Dimaklumi. Ranesi alias Radio Nederland Seksi Bahasa Indonesia selalu memberikan perspektif berbeda terutama hal ketabuan, kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi. Saban tahun mempunyai tema sendiri termasuk tema "keluarga modern" keluarga dengan pasangan LGBT, jelas tema itu sangat tabu di kalangan masyarakat Indonesia ataupun sebagian masyarakat dunia lainnya. Selain hal terkini, Ranesi juga selalu menghadirkan romansa masa kolonial. Masa dimana Indonesia dan Belanda masih menjadi suami istri, Sajian romansa ini meliputi hal-hal berbau kolonial baik melalui sastra, laporan sejarah atau hal lainnya.
Termasuk sandiwara radio yang diproduksi oleh radio di Jakarta, Ranesi menyiarkan sandiwara radio tersebut saban sabtu atau minggu (kalau tidak salah) selepas acara Membuka Cakrawala. Sandiwara radio ini diambil dari sebuah novel berjudul Koeli atau Kuli yang ditulis oleh M.H. Székely-Lulofs. Novel yang berlatar zaman kolonial akhir di Deli Serdang, Sumatra Utara. Setiap Sabtu atau Minggu saya sangat menikmati sandiwara itu dan terlalu terbuai oleh cerita, hingga dewasa masih terngiang dan ingin mendapatkan naskah ataupun rekaman sandiwara itu. Novelnya berkali-kali aku cari, hasil nihil. Maklum saja kota kecil, koleksi buku dan tokonya sangat terbatas. Lepas kuliah dan bekerja di Jakarta, berbagai lapak buku dicari dan akhirnya ketemu di Blok M. Harga buku yang 'kurang ajar' bagi dompetku menyebabkan dompet mengkerut mengigil karena tawaran yang 'kurang masuk akal'. Zaman perdagangan daring pun berlangsung, banyak penjual menjajakan dagangan di market place, mak dar... Novel incaran ada dengan harga cukup murah Rp 25.000 dengan ongkos kirim Rp 9000. Bersyukur bisa berjodoh.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Seorang muda bernama Ruki, kini berusia tujuh belas tahu. Pemuda Sunda tumbuh alami di daerah pedesaan. Kini dia beranjak dewasa dengan para kerbaunya, begitu juga sang nenek yang selalu mendampingi bertambah tua juga. Iming-iming dahsyat dari pendatang Betawi membuai pikiran masyarakat kampung yang gemar berjudi, perempuan dan kekayaan. Batin seorang nenek lanjut usia mencium ketidakberesan dari pendatang Betawi itu, sayang jiwa Ruki dan pemuda lainnya goyah akan bualan manis pendatang itu. Malam hari yang sunyi Ruki mengambil sarung barunya dan sejumlah dodol sebagai bekal perjalanan. Nenek tertidur pulas telah ditinggal seorang diri, tanpa teman bergantung.
Empat pasang kaki berjalan menjauhi kehidupan yang miskin, tiga pemuda desaa Ruki, Sidin dan Karimun membawa asa pada negri dongeng nun jauh. Segala ketakjuban membuat mereka bengong hingga akhirnya sampai di Batavia, mereka teken kontrak dan dimasukkan ke dalam sebuah ruangan penampungan para kuli. Ruki bertemu dengan Karminah, seorang gadis yang dijual kakaknya sebagai pengganti kerbau yang mati. Jalinan dia insan ini terputus oleh mandor ketua yang menyerahkan Karminah pada kuli yang lebih tua untuk dijadikan istri.
Sejalan waktu Ruki menyesuaikan dengan kehidupan para kuli di Deli, kehidupan penuh derita. Seperti yang dituturkan oleh seorang Betawi di Deli bisa berjudi, main perempuan dan emas. Ruki pun terbuai oleh kehidupan tiga komponen setan itu. Sementara saudara sekapal Karminah bersuami Marto, kini diambil menjadi nyai tuan Belanda bernama Donk.
Pada babak kedua cerita, Ruki sudah benar-benar mengerti dan terbiasa akan kehidupan kuli. Dia pun mempunyai sahabat bernama Kromorejo, saat itu dia sakit dengan luka yang bernanah. Hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit dan diamputasi. Kehidupan kuli memang tak ubahnya kehidupan binatang saling membunuh, mencaci maki dan juga bekerja dengan berat. Sungguh suatu peradaban yang rendah. Saat Kromorejo dipindah tugas Ruki menemaninya hingga akhirnya bertemu kembali dengan Karminah, dengan tercengang Ruki dimarahi oleh Karminah karena tidak tahu sopan santun pada sang tuan. Karminah sudah mempunyai gengsinya sendiri, saat itu pula Ruki teringat kampung halaman dan ingin kembali dilahirkan hingga menjadi manusia yang bebas.
Kontrak pertama sudah habis, kini Ruki menolak pulang ke Jawa. Khutbah mandor untuk mempertahankan Ruki menjadi kuli kontrak ternyata lebih mujarab, hingga akhirnya berkali-kali teken kontrak dengan iming-iming uang yang besar. Impian kembali ke Jawa sudah menipis, ingatan akan nenek dan kerbau hilang dengan alasan mungkin nenek sudah mati atau kerbaunya sudah disembelih. Kini Ruki menjadi pekerja karet, pekerjaan yang separuhnya oleh mesin. Kini tangannya sudah keriput begitu juga dengan rambutnya sudah beruban.
Ruki bertemu kembali dengan Karminah, sekarang dia menjadi penjual nangka dan diperistri oleh tukang jahit. Semenjak Ruki diwarisi istri oleh Sentono kehidupannya berubah. Tidak banyak membeli perempuan bebas, tidak main judi dan yang lainnya. Wiryo merupakan perempuan yang baik untuk menyimpan harta hingga terkumpul banyak dan siap untuk dibawa pulang ke Jawa. Pada malam menjelang pulang Ruki terbuai oleh permainan judi hingga akhirnya harta yang telah terkumpul raib tak tersisa. Rencana pulang dan hidup di Jawa sirana, begitu pun rasa penyesalan siran di hatinya. Teken kontrak kembali ditandatangani.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Novel ini terbagi dalam tiga bagian cerita, bagian awal menceritakan bagaimana Ruki si tokoh utama direkrut sebagai kuli kontrak ke Deli Serdang. Pada awal cerita Székely mampu membawa pembaca dalam suasana haru, kerinduan akan kampung halaman dan kebingungan saat memutuskan untuk kehidupan baru. Kerinduan pada nenek, kerbau dan sawah yang ditinggal menjadi titik nadir sebuah kehampaan hidup, merana dan pilu. Selanjutnya dia juga membawa kebingungan saat Ruki dihadapkan pada dunai baru yang sedang dicicipi. Bahasa yang digunakan sangat lentur dan mencukil semua rasa yang ada di dalam relung pembaca. Tidak ada kesulitan pada setiap larikan kalimat ataupun sebrondong paragraf, semua diterjemahkan dengan enak.
Pada akhir cerita kita dibawa pada suasana penuh harap untuk kembali ke Jawa, oada kampung halaman yang selalu dirindu. Umur yang sudah menua digrogoti rindu pada masa kecil dimana mereka teringat saat pertama dikelabui orang Betawi. Setelah asa yang besar itu muncul, penulis menbawa kita pada rasa menyebalkan, geram dan kekecewaan pada tokoh utama. Novel ini sukses membawaku pada perasaan bercampur aduk.
Novel ini tampak tipis dengan 115 halaman saja, dari bentuknya juga tipis. Namun ukuran font hurufnya lumayan kecil. Dalam satu halaman mungkin bisa menghabiskan 2-3 menit membaca. Bisa saja novel ini dibaca dalam lima jam atau lebih, saya sendiri menghabiskan dua hari untuk khatam novel ini. Jelas dalam dua hari tidak maraton, melainkan diselingi kegiatan lainnya yang berfaedah.
Judul: Kuli
Penulis: M.H. Székely-Lulofs
Penerjemah: Dr. A. Ikram
Dimensi: 115 halaman
Terbitan: Pertama, 1985
Penerbit: Grafitipers
Komentar