Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Goes Ke Nusakambangan Siapa Takut! #3

Maaf sekali kali saya malas membuat mukadimah yang bagus jadi langsung saja ke cerita pokok ya.

Ada dua dermaga di Klaces - Kampung Laut diantaranya dermaga resmi yang berada di sisi timur dan mempunyai fasilitas layaknya dermaga selain itu ada Pos TNI AL tepat di sisi dermaga. Adapun dermaga illegal orang sekitar menyebutnya berada sekitar 200 meter dari dermaga resmi. Di dermaga illegal ini tidak memiliki fasilitas yang lengkap hanya sandaran berupa kayu saja. Anehnya dermaga illegal inilah yang ramai oleh perahu - perahu yang bersandar. 

Menginjakkan kaki di wilayah Kampung Laut membuat saya terpana karena wilayah yang khas seperti rawa - rawa. Dimana - mana ada air yang menggenang. Kadang terasa aneh karena memang Kampung Laut adalah daerah terisolasi. Klaces merupakan pusat pemerintahan dari kecamatan Kampung Laut jadi beberapa fasilitas yang ada termasuk lengkap misalnya adanya fasilitas kesehatan berupa Puskesmas yang sudah menyediakan fasilitas rawat inap. Terlihat beberapa sekolah pun ada di Klaces ini. 

Gerbang di Dermaga Klaces - Kampung Laut
Tidak ada jalan raya besar di sini. Lebar jalan hanya pas untuk berpapasan 2 sepeda motor saja. Tidak ada mobil yang terlihat di Klaces.  Lebar jalan tidak melebihi satu meter dengan balutan batu kaving blok yang sudah di lapisi dengan semen agar kuat dan tidak ambles karena struktur tanah yang mirip rawa. 

Karena kehabisan air mineral saya putuskan untuk pergi ke warung terdekat.  Saya lihat ada beberapa minuman ringan populer hanya saja saya tidak terbiasa minum minuman ringan saya meminta untuk satu botol air mineral. Namun ternyata tidak ada!  Dengan sangat terpaksa saya meminta air mineral dari warga.  Jangan khawatir semua orang di Klaces orang - orangnya hangat dan baik. Kesopanan a la Jawa Banyumasan terasa di Klaces. 

Berbekal informasi yang saya dapatkan dari Kapten Perahu di dermaga. Saya pergi ke puncak gunung. Jalan tidak dibalut dengan paving block tapi jalan tanah biasa. Saat hujan atau sehabis hujan tentunya jalan ini susah dilalui karena tanah merah yang lebih gampang untuk menempel di ban kendaraan. Di sini Apang susah berjalan karena tanah merah yang melekat terlalu banyak. Saya putuskan untuk meninggalkan Apang untuk pergi ke Puncak Gunung. 

Pemandangan dari Atas Gunung
Pemandangan menakjubkan di atas gunung membuat saya terpana karena keindahan rimbunnya pulau mangrove. Karena tidak ada orang yang lalu lalang saya kembali ke dataran lagi. Saat turun gunung ada seorang kakek berpakain sederhana. Saya pikir dia adalah seorang yang bukan dari kalangan atau dari jenis saya. Bersikap sopan kepada siapa pun mungkin akan menyelamatkan seseorang dengan berpegangan perinsip demikian kepada alam maupun kepada yang lainnya.  Dugaan saya ternyata salah!!  Kakek itu ternyata dari jenis yang sama dengan saya yang tidak bisa menghilang tiba - tiba. Ternyata ada orang lain di belakang kakek tersebut yang sama - sama mencari kayu bakar. Degdegan juga!!!

Terdapat banyak mata air di lereng gunung membuat saya ingin mengusap air ke muka untuk mendinginkan badan dan merasakan manfaat dari air segar tersebut.  Rasa lapar merasuk kuat di lambung yang kosong sedari pagi. Pergi ke warung terdekat di dermaga Klaces untuk menyantap mie instan ceplok telor!  

Usai duhur saya lanjutkan kembali untuk menjelajahi sebagian pulau Nusakambangan. Menurut informasi ada beberapa mata air dan gua yang masih alami yang juga dijadikan sebagai tempat ritual relgius dari beberapa agama. 

Utun Sedang Mencari Kutu
Sekitar 20 menit dari dermaga ke lokasi gua Mas Sigit ataupun mata air Sela. Melewati rawa yang panjang membuat saya merasa ciut hati karena ancaman kehidupan terasa begitu dekat. Bukan ancaman dari manusia yang saya takutkan tapi dari hewan buas yang ada di sekitar rawa.  Tidak lucu kan saat sedang asyik goes tiba - tiba ada buaya yang sedang menyebrangi jalan kaving block atau juga ular besar yang lewat. Hewan liar yang saya lihat memang hanya burung saja seperti gagak, burung cucuk udang, berbagai jenis bangau dan berbagai burung berbulu indah. 

Benar juga di Sela tempatnya rindang dan dingin seperti sebuah oasis.  Sela juga salah satu tempat hits untuk anak muda di Kampung Laut. Tampak pemuda dan pemuda sekitar 20 orang sedang duduk - duduk menikmati kesejukan Sela dan beberapa gadis sedang mandi di kolam mata air. 

Seorang Juru Kunci Sedang Membersihkan Gua
Tidak tahan akan godaan mata air yang jernih akhirnya saya langsung nyemplung ke dasar mata air yang begitu menyegarkan segala urat saraf. Ada yang unik di sini ada pemilik warung yang mempunyai seekor kera ekor panjang yang dinamai Utun.  Utun ini menurut cerita pemiliknya sudah dipelihara sejak umur 4 bulan sehingga sudah menjadi jinak. Bayangkan dia mau saja disuruh untuk mencari kutu bahkan dia pintar memilih rambut uban! Karena kamera digital nikon S33 bagi Utun adalah hal yang menarik yang harus dia miliki. Akhirnya kamera nikon saya ditarik Utun dan meragakan cara penggunanya. Utun marah saat saya mencoba merebut kembali kamera itu. Akhirnya kamera saya dapatkan kembali berkat dibantu sang pemilik Utun! 

Sehabis mandi saya coba untuk mengunjungi gua Mas Sigit yang konon luasnya bisa 3-4 desa. Gua ini merupakan sebuah situs religius bagi orang - orang yang ingin mencari sebuah kemantapan! Ada satu pasang sepertinya suami isteri dari Pelabuhan Ratu - Sukabumi yang sudah menginap selama 3 hari di dalam gua. Entah dari mana adalah seorang lelaki yang juga menginap di dalam gua. 

Aktivitas Warga Sekitar
Sayang sekali saya tidak bisa masuk ke dalam gua karena badan saya basah selain itu juga pakaian saya teramat seksi. Untuk menghormati segala peraturan dan mahluk Lain di dalamnya saya hanya diperkenankan sampai mulut gua saja.  Konon di dalam gua juga terdapat sebuah masjid. Aneh sekali saat saya memasuki mulut gua ada perasaan yang membuat bulu - bulu sensor mahluk lain memberi signal kuat! Ngeri juga akhirnya saya kembali lagi dan berbincang lama dengan dua orang juru kunci gua. Ternyata juru kunci bukan hanya orang lokal tapi ada yang dari Subang. 

Memasuki gua Mas Sigit dikenai biaya retribusi Rp 10.000 sekali masuk tanpa ditemani juru kunci. Jika ingin menyewa senter dikenai biaya tambahan Rp 10.000 entahlah jika ingin ditemani oleh juru kunci. Ada aturan yang membuat saya ngeri yakni saat menginap di dalam gua jam 10 malam lilin harus dimatikan!  Haduh ngeri - ngeri sedap ya! Hahahaha mau kaya juga susah ternyata ya!

Baiklah saya cukupkan untuk berkeliling Klaces ini. Semoga bisa kembali lagi dengan sesuatu yang menyenangkan! 

Pamarican, December 21, 2016
07:40 pm

Komentar

Bukan R. Bintang mengatakan…
Murah juga ya biayanya masuk gua itu
Waluyo Ibn Dischman mengatakan…
Murah mas hanya menakjubkan hehehe

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d