Docang Screenshot Instagram |
Suatu tempat atau kota pastinya mempunyai ciri khas tertentu tak terkecuali dengan panganan. Sebaran makanan bukan saja sebatas desa, kecamatan, kabupaten ataupun sebuah wilayah tertentu. Misalnya saja empek-empek bukan hanya di Palembang saja melainkan juga sebagai makanan khas Jambi ataupun opak bukan hanya di Ciamis saja melainkan hampir seluruh kabupaten di Jawa Barat. Ya begitulah suatu makanan mempunyai sebaran wilayah masing-masing.
Akhir juli 2017, saya berkesempatan untuk berkunjung ke kota Cirebon. Kota yang terkenal dengan segala ke khasannya seperti terasi, batik, dan macam-macam lainnya. Kota di ujung Jawa Barat ini memang mempunyai keunikan tersendiri, wajar saja karena kota inilah tempat perpaduan beberapa etnis terutama Jawa dan Sunda yang mendominasi, ada beberapa etnis yang berkonstribusi dalam pembentukan budaya Cirebon diantaranya dari bangsa Arab dan Tionghoa.
Setiap sisi Cirebon menawar kekhasannya sendiri misalnya saja soal bahasa yang nampak adalah perpaduan antara Bahasa Jawa dengan Bahasa Sunda. Sementara budaya Tionghoa mempengaruhi seni membatik, misalnya saja motif megamendung yang khas sekali Tionghoa. Semua perpaduan dari beberapa etnis membuat Cirebon lebih berwarna dalam harmoni yang indah. Suatu tempat atau kota seperti pelabuhan tidak akan bisa menolak akulturasi budaya dari orang-orang yang berlabuh di tempat tersebut. Sebagai mana Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan terpenting pada zamanya hingga sekarang.
Berbagai kuliner sudah saya coba di warung maupun di rumah teman. Kali ini saya disugguhi Docang, sebagai jamuan yang dijanjikan sebelum saya mampir ke rumah Ang Umar. Dia menceritakan tentang makanan ini yang tidak seterkenal tahu gejrot, ketoprak, ataupun terasi Cirebon. Menurutnya docang mempunyai karakter rasa yang khas jadi pantas untuk dihidangkan untuk tamunya.
Pagi itu, saya mencicipi docang yang dibeli ang Umar di pasar Suranenggala. Docang dibungkus oleh plastik bening nampak memikat perut dan mulut untuk memakannya. Plastik docang saya sobek untuk disajikan di mangkok. Lidah saya sepertinya mengenali rasa docang sebelumnya! Hmmmm ternyata! Baiklah akan saya jelaskan docang itu seperti apa.
Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia docang sendiri singkatan dari Bodo (baceman) dan Toge Kacang Hijau yang merupakan salah satu komposisi utamanya. Docang sendiri disajikan dalam bentuk keluarga kari. Kuah docang dibuat dari santan kelapa dengan berbagai jenis rempah-rempah yang dijadikan bumbunya. Isi docang terdiri dari lontong, potongan halus daun singkong, baceman, dan toge. Sebagai pelengkap docang boleh disajikan dengan kerupuk ataupun kripik.
Kenikmatan docang muncul saat dihidangkan dalam keadaan hangat. Bumbu rempah-rempah akan terasa dalam lidah dan semua terasa segar. Namun bagi yang tidak suka olahan fermentasi/baceman akan terasa mual ataupun pusing. Saya sendiri sangat sensitive untuk makan makanan fermentasi baceman ini. Jadi hanya beberapa suap saja yang masuk perut selanjutnya saya pindahkan ke mangkok ang Umar.
Jangan khawatir kalau tipe perutnya seperti karung (lapar terus). Dalam docang ada nasi lontong, karbohidrat padat ini akan mengenyangkan anda, cukup beberapa batang lontong saja perut akan penuh. Kenikmatan docang bertambah jika ditaburi bawang merah goreng ataupun bawang putih goreng. Terasa gurih dan nikmat!!
Minuman yang pas bagi saya untuk menemani docang adalah teh hangat ataupun dingin. Jika memilih teh hangat saat memakan docang hangat tentunya tubuh anda akan mengeluarkan keringat banyak.
Soal harga sepertinya sangat terjangkau kantong semua lapisan masyarakat. Berkisar dari Rp 5000 - 10.000 tergantung lokasi.
Selamat menikmati......
Komentar