Hujan di pagi hari ini (11/12/17) mengingatkanku pada sebuah moment antara Indonesia dan Indomie. Berbagai iklan dan kejadian nyata berlangsung dalam kehidupan manusia Indonesia ataupun manusia yang tinggal di Indonesia yang berhubungan dengan Indomie atau mie instan merek lainnya. Saat waktu hujan tak segan para manusia Indonesia membuka/merobek kemasan Indomie, untuk dijadikan santapan saat tubuhnya kedinginan. Kepraktisan, aroma dan rasa dari Indomie memang tidak bisa membohongi manusia Indonesia. Hampir semua suka!
Saking gemarnya orang Indonesia akan produk mie instan ini, sampai - sampai ke luar negri pun mereka masih membawa/membeli Indomie untuk dijadikan menu alternative. Wajar saja setiap lidah manusia kadang menerima/tidak menerima makanan dari budaya tertentu. Sebagai benda untuk "mempertahankan" diri, Indomie menjadi hal yang utama untuk manusia Indonesia dikala berpergian ke luar negri. Misalnya saja pada kasus yang terjadi saat berpergian ke Kuala Lumpur - Malaysia, setahun lalu.
Saat itu tiba di bandara Kuala Lumpur tepat pada jam 12 malam waktu Kuala Lumpur. Di tengah malam yang seharusnya beristirahat di kasur empuk kita masih berepot-repot membopong barang-barang bawaan sebesar "kulkas". Dari klaim bagasi menuju ke imigrasi dan seterusnya hingga proses "masuk" ke negara ini berjalan lancar. Awal mula tenaga dalam tubuh masih mengandung energi sebesar 60-70% namun lama kelaman energi turun drastis hingga 30-40% saja. Demi mencari sebongkah energi namun tak menguras ringgit, kami mencari sebuah kedai makanan semacam indoapril ataupun betamart di dalam kawasan bandara. Di sana kami menempuh berbagai makanan yang dijual termasuk produk Indonesia.
Perdebatan dimulai dikala memilih makanan. Salah seorang dari kami memilih produk Indomie dengan berbagai alasannya, saya dan kawan memutuskan memilih produk mi segera, 'mie instan' buatan lokal. Tentunya dengan alasan untuk menambah khazanah rasa dalam lidah.
Kawan saya mempunyai alasan lebih smart saat memilih Indomie. Kenapa saya bilang smart karena dia terfikir untuk membandingkan rasa Indomie yang dijual di Indonesia dengan yang dijual di Malaysia. Saat saya mencicipi ada sedikit perbedaan dalam rasa yakni hilangnya rasa super gurih khas Indomie. Mungkin saja karena aturan dari "BPOM"nya Malaysia tidak mengizinkan kandungan penyedap rasa/prisa/micin yang terlalu tinggi. Satu perbedaan lagi kualitas mie-nya sedikit berbeda, bagi saya lebih halus.
Khazanah rasa yang saya koleksi bertambah lagi, saat memakan mi produk lokal Malaysia. Saat itu kami memutuskan untuk memilih berbagai prisa/rasa dari merek Maggie. Saya memilih rasa tom yam, teman saya yang lain memilih kari chili api, dan laksa. Dari ketiga rasa itu yang paling aneh adalah rasa tom yam yang menurut lidah saya seperti bau busuk ikan mati, untuk tekstur mi cukup lembut. Karena bau ikan mati Yang membuat lambung mual, saya putuskan untuk bertukar dengan punya teman lainnya. Rasa laksa dan kari chili api masih diterima oleh perut dan lidah.
Ya itulah sepenggal episode di Malaysia saat itu.
Komentar