Suasana Malam Pantai Batuhiu |
Bagian kedua ini mungkin saja tak semenarik yang pertama, alur cerita nyata ini terjadi pada sore hari hingga larut malam di berbagai tempat sekitar Pangandaran. Malam hari untuk safari pantai sepertinya kurang pas terlebih warna-warna khas pantai tidak muncul.
Berbagai luapan kebahagiaan di setiap tempat wisata muncul dengan skala ketertarikan otak masing-masing. Bisa saja seseorang tertarik lebih banyak pada suatu tempat namun terhalang oleh fisik yang kurang prima sehingga efek hormone kebahagiaan muncul hanya setengah saja, beberapa orang lainnya mungkin berbeda respon-nya. Dua sejoli suami istri ini nampaknya masih semangat untuk menjelajah tempat-tempat istimewa di Pangandaran.
Perjalanan sekitar 30 menit lebih dari Jogjogan Pangandaran hingga ke pantai Batukaras. Kualitas jalan tidak perlu diragukan lagi, mulus dan lurus. Sore itu udara agak dingin dan angin cukup kencang, sinar matahari sore lama-lama menjadi pekat. Pertanda hari sudah lelah.
Keindahan Batukaras Menjelang Petang |
Pantai Batukaras nampaknya begitu damai dengan sedikitnya pengunjung. Di Legokpari para turis masih berselancar menikmati ombak-ombak indah. Tujuan kami bukan ke Legokpari tapi ke Shangiang yang lebih damai, terlebih lagi masih banyak pohon yang bisa gunakan untuk hammocking. Beruntung sekali saya membawa dua hammock, satu milik sendiri dan satu milik Rylo.
Angin yang cukup kuat menyembur dari arah samudra, hammock bergoyang-goyang menahan terpaan angin samudra. Mereka yang masih baru menikah menikmati sekali keintiman bersama di suasana yang romantis. Saya hanya bisa lihat dan menjauh untuk sebuah kemesraan yang rahasia.
Lidah api unggun tampak begitu menarik bagi saya, terlebih lagi kulit yang sudah tidak bisa menahan dinginnya angin samudra. Trik pendekatan dilakukan untuk bisa bergabung dengan "tetangga" camping, alhamdulillah saya diterima dengan baik. Badan terasa hangat karena lidah api yang menjilat-jilat seluruh tubuh ku. Juli dan Atik yang masih mashuk dalam kemesraan tidak ada yang berani mengganggu, tak terkecuali kuman di atas kulitnya.
Gambaran Kemesraan Dua Sejoli |
Angin laut semakin menampar keras begitu juga ombak menampar keras wajah pesisir yang ayu. Tamparan-tamparan alam yang tidak bisa disalahkan dan tidak perlu ditangisi karena kekasarannya. Itulah kodrat dan tugas alam dari Tuhannya. Jajaran bintang selatan nampak begitu cantik, berkerling menggoda sesama mata untuk bermesaraan. Duhai yang Kudus dan Terkasih, terima kasih atas kemesraan dunia.
Mereka sejoli dimabuk asmara menyat dari hammock untuk bergabung dengan kami. Api tetap menyala dan terus membara selaras dengan kayu yang selalu masuk dalam bara. Muncul ide tak terduga dan bukan merupakan rangkaian agenda utama. Sang istri, Atik merengek penuh harap untuk bisa bermalam di pantai Batukaras. Jiwanya yang penuh eksplorasi bangkit dan tertarik untuk mencoba hidangan alam Pangandaran. Pertentangan terus berkecamuk antar suami dan istri. Biarlah mereka yang punya agenda! Aku manut saja.
Logika lelaki dan kasih sayang lelaki mungkin bisa diterjemahkan berbeda dengan perempuan. Itulah gambaran dan analisa saya terhadap perseteruan ringan oleh kedua sejoli itu. Juli yang menjadi suami mempunyai naluri ilmiah menjaga istri, naluri inilah yang menjadikan dia bersikap tegas menolak untuk bermalam di pantai. Dia tidak menginginkan istrinya jatuh sakit oleh ganasnya angin samudra.
Sekilas tubuh dan raut Atik goyah oleh angin samudra, tubuhnya seakan ringkih tapi entahlah dia yang lebih tahu. Sikapnya cukup keras untuk terus bereksplorasi, bara-bara semangat masih terpancar dari sikap dan isi kalimat-kalimatnya. Biarlah mereka menentukan pilihan, saya hanya seorang manager dan teman perjalanan yang harus bersikap netral.
Tetangga Kamping Yang Berasal Dari Bandung |
Perseteruan masih berlanjut walaupun sudah berganti lokasi. Kali ini tema perjalanannya night safari, untuk menambah gengsi tema tour berganti menjadi menggunakan bahasa Inggris. Lebih terlihat keren, menurut sebagian orang.
Night Safari dimulai dari Bojongsalawe dengan melihat lampu mercusuar yang berkedip-kedip tanda sebuah daratan terdekat. Walaupun berkedip setiap detik dan terlihat membosankan namun fungsinya begitu vital untuk navigasi para pelaut yang mengarungi laut teluk Pangandaran.
Bojongsalawe memberi hidangan menarik di kala malam, deburan ombak yang tidak terlalu kasar seolah seorang putri cantik yang lemah lembut. Warna cantik lampu setiap sudut daratan sepanjang teluk Pangandaran yang mempunyai ujung antara Pangandaran-Cijulang. Kerlip godaan manja seorang putri bahari. Atik tampak begitu menikmati dan mengilhami keindahannya, perasaannya masih gemuruh oleh rasa penasaran untuk terus bereksplorasi. Siratan hasrat seorang Atik masih tampak begitu jelas, terlebih susunan kalimat yang keluar dari mulutnya. "Andai pagi hari, semua keindahan muncul untukku. Mas nginep ngapa?".
Sesekali rengengekan seorang istri keluar untuk membujuk nalar lelaki yang menjadi suaminya. Rayuan itu tidak tembus ke dalam otak Juli yang begitu tebal. Raut muka berubah-ubah seolah berbicara kasar dan mengaduh untuk sebuah permintaan yang tidak dituruti.
Bersantai Di Hangatnya Hammock |
Deburan ombak Batuhiu gambaran keras suasana hati Atik yang belum terpuaskan. Gelapnya Batuhiu begitu mengancam dengan keindahannya yang tertutup gelapnya malam. Para pemancing khusu memegang kail pancingnya. Sesekali korek menyala dan tampak hamburan asap dari rokok yang terbakar. Susana sedikit ramai ketika sebuah rombongan pemancing datang untuk bergabung. Sisi barat dan timur tampak sesak oleh jejalan tubuh pemancing.
Beberapa potret tercipta untuk mengenang sebuah peristiwa. Aku berusaha keras untuk mengubah suasana menjadi hangat dan gembira kembali namun tidak ada respon yang berarti. Dalam benak berbicara seperti monolog sebuah drama "Mungkin nanti saya dan istri akan merasakannya! Inilah kehidupan berkeluarga yang sarat akan keseimbangan antara logika dan perasaan".
Pangandaran sisi Barat begitu riuh oleh aktivitas glamor dari pengunjung yang mempunyai uang lebih dari hasil kerja maupun uang hasil angpao lebaran. Penjual di setiap sudut menahan kantuk demi sebuah rezeki musiman. Pangandaran sudah memasuki larut malam, namun masih saja hingar bingar akan kegenitan pengunjung yang ingin selalu bermesaraan dengan Pangandaran.
Boleh dibilang titik inilah paling puncak dari semua tempat wisata di Pangandaran. Tumpahan pengunjung membanjiri setiap kamar hotel dan jalan raya, beberapa pemuda rela tidur di pinggir jalan. Gas buang kendaraan dan suara bising mesin tak pernah dikeluhkan ataupun disalahkan, semua mabuk dengan Pangandaran.
Roda sepeda motor sesekali berhenti untuk sekedar menikmati suasana dan membeli sebuah cindera mata untuk koleksi rumahan. Sisum (Kakak Juli) memberi mandat penting untuk sebuah koleksi rumahan, dia memberi uang untuk dibelikan sebuah koleksi hiasan laut.
Susana Pantai Batukaras |
Skill bargaining yang saya punya tidak bisa menunjukan kesaktian di malam hari terlebih di puncak musim liburan. Juli ternyata lebih unggul untuk urusan ini, sementara Atik masih diselimuti bara nafsu untuk terus bereksplorasi. Aku hanya duduk menahan kantuk, sesekali berdiri dan merasakan sakit di perut. Mulas dan selalu kentut, bau gas produksi tubuhku seolah menandingi baunya mayat. Ya Tuhan Aku pengin boker!.
Sempat kaget juga dengan tarif yang tertulis di toilet umum pasar seni Pangandaran. Untuk kencing dan BAB saja dikenai Rp 5000. Lumayan mahal ya untuk fasilitas toilet yang sederhana dan tidak terlalu bersih. Yah mau apalagi, protes juga tidak akan berpengaruh. Mungkin akan menjadi cibiran orang lain! "Ini musim liburan Bung! Wajar harga naik, kalau gak mau bayar ya boker saja di jalan sana!" Seru monolog dalam otak ku yang sudah mulai ngantuk.
Kumpulan kendaraan masih saja bedertan mengantre memperoleh jatah jalan. Satu meter hingga dua meter berjalan dan menunggu kembali hingga lima sampai sepuluh menit. Kemacetan parah ini masih terpantau hingga hari berganti. Beruntung kami menggunakan sepeda motor yang bisa selap-selip mendahului mobil maupun bis.
Hanya Bisa Nonton Kemesraan |
Gerimis kembali mengancam konsentrasi, sesekali berhenti untuk menunggu mereka. Juli merendahkan gas-nya demi sang istri. Atik terlalu takut untuk track sejenis Emplak yang penuh tikungan tajam dengan jalan naik turun. Aku pun sebenarnya sama, rasa waspada naik melebihi standar kewaspadaan terlebih saat gerimis mulai membasahi segenap bumi Pangandaran.
Hari berganti dan sudah lebih dari satu jam, rasa lelah dicampur kepuasan melekat erat seperti daki di kulit kami yang lupa berbilas selepas rafting. Tubuh seakan menolak untuk membersihkan diri dan terhuyung ke lembah peristirahatan yang empuk.
Komentar
Nanti kamu merasakan bila sudah memiliki teman hidup sejati,,,,😀
Terlalu sempit memang waktu sehari untuk menikmati banyaknya keindahan disana,tapi apalah daya waktu yg terbatas,
Dan sampe sekarang pun dy masih bermimpi untuk bermalam disana,untuk bisa menikmati ombak di pagi hari,😆