Pesta rakyat terbesar sudah dimulai sejak tahun 2018 hingga berakhir pada tahun 2019 dengan pemilihan presiden dan legislative. Pesta rakyat ini tentunya bukan hal yang murah dan bukan hal yang seluruhnya menyenangkan namun lebih ke menegangkan.
Indonesia dengan sistem demokrasi yang cukup baik di Asia dan dunia terbukti dengan adanya pesta demokrasi berupa pemilihan langsung pemimpin ataupun wakil rakyat. Pemilihan langsung ini diawali dengan pemilihan dan seleksi dari internal partai hingga masa promosi atau kampanye ke masyarakat. Dalam masa kampanye inilah demokrasi seakan mencakar kedamaian kehidupan masyarakat yang berbeda. Sulutan panas dari kubu tertentu saling menyerang ke kubu yang lainnya. Di sinilah kecerdasan intelektual dan emosi harus diatur seimbang. Jika tidak sulutan itu akan membakar habis keindahan kedamaian kehidupan.
Pertengahan tahun ini (2018) di beberapa provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia melaksanakan pemilihan langsung pemimpin mereka. Saya sendiri menjadi bagian daripada petugas Pemilihan Umum. Tugas pertama yang saya emban adalah mencatat semua Data Pemilih Tetap (DPT) di lingkungan RT (Rukun Tetangga) yang saya tinggali. Masyarakat di lingkungan RT 01 kurang lebih 250 untuk yang berhak memberikan suara. Perlu diketahui bahwa RT 01 merupakan RT yang gemuk oleh penduduk.
Tugas kedua adalah mencatat dan membagikan surat undangan untuk pemilihan umum. Menyusuri dan menyambangi semua rumah yang masuk ke dalam DPT. Sisi lain dari tugas ini adalah mengenal lebih jauh masyarakat di lingkungan sendiri selain itu juga mendidik masyarakat untuk melek politik dan memberitahu akibat dari politik uang.
Dua hari sebelum pemilihan umum kami terlebih dahulu mencoba atau simulasi tatacara dalam pemilihan umum. Sungguh menguras tenaga dan pikiran. Untuk Tempat Pemungutan Suara (TPS) nomor satu berada di MIN kubangpari, tak jauh dari rumahku paling lima menit dengan menggunakan sepeda. Hampir semua petugas adalah pemuda dan hanya dua saja orang yang boleh dikata sudah tua. Dari ke-enam orang petugas hanya seorang saja yang berpengalaman dalam pemilihan umum yakni mas Dedi.
Pada hari yang sudah ditentukan kami duduk dan bertugas sesuai kesepakatan sebelumnya. Saya sendiri bertugas mencatat kartu suara untuk jenis kartu Gubernur. TPS dibuka pada jam 07:00 WIB dan resmi menerima pencoblos pada jam 07:30. Bersyukur semua berlangsung dengan baik.
Ketegangan dimulai saat penghitungan suara dari kedua kotak suara. Saya sendiri mempunyai tugas berat dan beresiko tinggi kena kecaman saksi maupun orang lain yang menyaksikan. Saat itu bertugas mencatat hasil hitungan surat suara yang sah maupun tidak sah di lembar kertas pleno yang besar. Kertas besar itu ditempel di papan besar sehingga terlihat langsung oleh saksi. Pencatatan menggunakan metode angka romawi dan penulisan hasil dengan angka arab (angka biasa), serta ditulis dengan huruf.
Dua kali mengalami kesalahan karena konsentrasi yang turun dan sekali karena ketua menyebutkan suara sah terlalu cepat. Beberapa saksi menyalahkan tapi saya memaklumi. Ketegangan kedua yakni dalam menghitung ulang dan mengisi data untuk berkas-berkas yang dikirim ke berbagai jumlah kantor. Perselisihan terjadi antara anggota dan ketua, beruntung sekali sang ketua masih bisa melucu.
Hampir memasuki awal malam semua berkas sudah mulai rapi dikerjakan dan siap dikirim ke kantor desa. Ah bersyukur semua berjalan dengan lancar. Mari tidur!
Komentar