Bakar Ayam Di Pantai Batukaras |
Rangkaian libur panjang bertubi-tubi menimpa tubuhku, sedikit banyak membawa saudara yang ingin berlibur di Pangandaran. Maklumlah saya tukang main jadi diandalakan soal plesir-plesiran. Muncul di pikiran kalian "Duit dari mana? Kok liburan terus?" Sebenarnya plesiran yang saya lakukan adalah low budget alias liburan hemat.
Liburan hemat kali ini saya menghabiskan tidak lebih dari Rp 90.000 saja. Percaya tidak percaya itulah yang terjadi minggu kemarin. Yuk kita hitung bersama.
Duapuluh Ribu Rupiah Untuk Bensin Pertamax
Sore itu, sekitar jam 3:30 persiapan untuk berkemah di Batukaras nyaris sudah lengkap tinggal membeli beberapa makanan untuk disantap. Saya dan Erwin berboncengan sementara Imam dengan Ci'in. Tidak ada peserta lainnya yang mengikuti, maklum saja masih dalam suasana lebaran. Semuanya sibuk!#
Inilah rupiah yang pertama sekali keluar. Modal utama untuk mencapai destinasi adalah bahan bakar, tanpa bahan bakar, sepeda motor tidak bisa melaju. Saya membeli bensin jenis Pertamax di SPBU Kertahayu untuk 2,2 Liter saja. Jika dirupiahkan berarti Rp 20.000.
Volume kendaraan di jalur nasional nomor 18 (Banjar-Pangandaran) tampak tidak begitu banyak padat. Sebenarnya was-was juga kalau jalur ini padat merayap bahkan macet hingga belasan kilometer. Gas ditarik dengan kecepatan bervariasi tergantung kebutuhan dan kondisi jalan sewaktu itu.
Sesekali berhenti untuk menunggu Imam yang tertinggal di belakang.
Erwin, Ci'in Dan Imam |
Bebas Karcis Masuk Dan Bebas Uang Parkir
Karcis masuk suatu tempat wisata kadang ada yang mahal kadang ada juga yang murah tergantung kebijakan dari suatu daerah tempat wisata tersebut. Rata-rata untuk memasuki wilayah pantai wisata umumnya berkisar 10-20 ribu rupiah, berbeda dengan tempat wisata yang dikelola oleh masyarakat ataupun pemerintahan desa biasanya hanya Rp 5000 saja. Sebenarnya saya kurang sepaham dengan diadakanya tiket masuk ke pantai, berbagai alasan tentunya.
Tak kalah penting dari sebuah plesiran adalah uang untuk parkir. Nah inilah yang bikin ruwet pengunjung. Jika parkir resmi kita boleh benafas lega, pasalnya uang parkir lebih murah sekitar 1000-2000 rupiah saja baik untuk sekali parkir. Sementara hal yang membuat hati judes adalah parkir liar yang menerapkan tarif mahal, terkadang uang parkir lebih tinggi daripada harga tiket masuk. Umumnya parkir liar berkisar Rp 5000-10.000 tergantung musim liburan atau bukan.
Menikmati Suasana |
Dari kedua hal tersebut saya bisa menghemat tentunya dengan cara yang bisa dianggap menyalahi aturan, haram ataupun sebutan lainnya. Perjalanan plesir kemarin sama sekali tidak ada uang yang keluar untuk parkir di pantai maupun tiket masuk ke pantai. Bagaimana caranya? Yok baca terus aja.
Jadilah atau mirip-miripkan diri Anda seperti orang lokal sehingga penjaga tiket mengira Anda orang lokal dan bebas tiket! Cara lain datanglah lebih awal daripada penjaga tiket dan terakhir datanglah saat pintu tiket sudah tutup. Silahkan dipilih sesuai waktu dan kesempatan. Tips ini berlaku untuk pesepeda dan pesepeda motor saja. Mobil bisa saja tapi datang lebih awal atau saat menjelang malam.
Beberapa tempat memang menyediakan tempat parkir khusus ada juga yang tidak. Petugas parkir juga menjadi momok menyebalkan bagi sebagian orang termasuk saya sendiri, kenapa bisa? Jelas saya kurang suka dengan oknum tukang parkir yang datang hanya saat menarik uang saja dan tanpa membantu mengeluarkan motor. Kita juga sering bertanya "Apakah uang parkir itu disampaikan ke dinas atau dimakan sendiri atau untuk 'komunitas' mereka?"
Parkir cukup jauh dari tukang parkir ataupun krumunan kendaraan yang dipakrir. Jarak jauh memungkinkan tukang parkir tidak akan menjangkau Anda dan terkakhir parkir di tempat bebas biaya parkir.Beberapa tips mungkin berguna dan juga tidak berguna pada kondisi dan tempat tertentu.
Limabelas Ribu Rupiah Demi Makan Ayam
Beberapa dari kami mengeluh dengan mahalanya harga daging ayam yang dijual di pasar Cijulang. Mereka yang mengeluh terbiasa dengan harga ekonomis kelas desa. Bagi saya yang pernah hidup satu minggu di Cijulang bisa memakluminya. Cijulang sendiri merupakan daerah baru yang cukup bagus perkembangan ekonominya sehingga wajar harga melambung tinggi. Faktor musim liburan dan lebaran juga sangat mempengaruhi.
Demi sebuah kenikmatan mau tidak mau harus dibeli walaupun mahal. Terlebih dari rumah tidak membawa bekal banyak hanya biskuit dan kue-kue lebaran saja.
Kuda Laut Yang Dikeringkan |
Badai Di Awal Pagi
Jelajah pantai mulai dari Pangandaran, Batuhiu, Bojongsalawe dan berakhir di pantai Batukaras. Pantai Batukaras kami pilih karena suasana yang tidak ramai ataupun turistik. Suasana ini cocok untuk berkemah dan juga menghemat anggaran.
Mulai jam delapan malam angin samudra cukup kuat berhembus ke arah pantai. Langit mendung menggumpal begitu menakutkan. Badan Metrologi Klimatoligi Geologi Indonesia berkali-kali mengumumkan akan adanya anomali cuaca berserta gelombang tinggi untuk kawasan laut tertentu termasuk wilayah laut selatan Jawa Barat. Kami yang mempunyai semangat tinggi untuk berkemah tidak terlalu khawatir, hanya waspada saja.
Tenda dibangun cukup kuat untuk menerpa angin samudra. Imam yang mahir membuat api unggun menjadi tugas utamanya selain masak ataupun membuat kopi. Saya hanya sekedar membantu dan mengarahkan. Ci'in dan Erwin tetap dengan pengawasan. Mereka tanggung jawab saya paling berat kali ini.
Mulai Memasak Nasi |
Tidak susah untuk membuat api unggun di pantai hanya beberapa menit langsung menjadi api unggun yang menghangatkan badan. Beras dan peralatan masak dikeluarkan. Kini giliranku memasak dan memanggang ayam.Sejam berlalu, badan terasa capek dan nyaman untuk tidur. Masuk ke dalam tenda dan pamit untuk tidur lebih awal.
Suara sayup lama-lama menjadi keras "Yo! Angin gede karo udan. Kepriwe gie?" Teriak Imam dalam Bahasa Jawa. Mata masih belum terbuka segera ambil instruksi untuk membawa tenda dan semua peralatan ke warung terdekat untuk mengamankan semuanya. Badai itu terlalu kuat dan menyeramkam terlebih hujan yang cukup besar. Tenda milik Rylo yang dirancang untuk berkemah di pekarangan rumah tidak kuat untuk menghadapi besarnya tekanan badai.
Semua sudah dipindahkan tak tak terkecuali sepeda motor yang dipakrir dekat tenda. Mata kembali tertutup dan tertidur kembali. Keseraman kalah dengan ngantuknya mata. Entahlah dengan kondisi mereka apakah bisa tidur atau tidak. Aku tidak peduli tentang tidur atau tidaknya mereka yang pasti tanggung jawab menjaga mereka dari badai sudah tertunaikan.
Kokok ayam milik tukang warung membangunkan! Terima kasih ayam! Gumpalan-gumpalan pekat awan di atas samudra terus menggantung tanpa pergerakan pasti. Perut semakin lapar, hujan gerimis tipis masih saja mengguyur dan membasahi semua yang ada di bumi. Imam mencoba membuat api unggun kembali untuk memasak sarapan pagi, seneng Erwin dan Ci'in mencari kayu bakar. Aku menyiapkan peralatan.
Api Selalu Gagal Membakar Kayu |
Lebih dua jam api tidak mau membakar kayu! Seperti makanan basi yang tidak akan dimakan orang waras. Kegigihan Imam cukup kuat hingga matahari mengintip di balik gumpalan-gumpalan pekat awan. Sesekali saweran gerimis datang dan kembali panas hingga panas matahari benar-benar menyinari semua wilayah samudra yang terlihat mata.
Sarapan pagi ditutup jam sepuluh pagi, kala itu pengunjung mulai berdatangan ada yang memulai aktivitas plesiran dan juga ada yang pergi ke tempat lainnya. Tenda digulung dan semua peralatan dibungkus rapih. Perapian kami wariskan ke pengunjung lainnya yang ingin membuat barbeque.
Perjalanan eksplorasi dimulai, arah utara menyusuri pantai Shanghyang hingga muara dan kembali lagi ke pantai Legokpari yang terkenal dengan ombaknya untuk berselancar. Semangat tinggi dari Erwin dan Ci'in nampak kuat saat saya memutuskan untuk berenang di pantai ini. Karena mereka tidak membawa baju ganti akhirnya mereka membeli beberapa helai celana pendek jenis kolor.
Pesan masuk dari Solih melalui aplikasi WhatsApp mengarahkan kami untuk selalu memperbarui lokasi. Rencananya kami akan bertemu. Beberapa kali pesan diterima dan dibalas hingga kami mengunjugi pantai Bojongsalawe, terkakhir pesan diterima di Batuhiu. Di pantai Batuhiu kami bertemu.
Sekitar dua jam lebih kami melepas lelah di sini. Kegiatan photografi terhenti sejenak. Perut mulai lapar kembali, perbekalan masih tersisa cukup banyak. Kue mue masuk mulut perlahan dan mengumpul di lambung hingga penuh. Penuh namun kepuasan belum diterima otak karena kami terbiasa makan dengan nasi! Roti dan kue hanya sekedar makanan ringan. Indonesian banget ya!
Pose Di Pantai Shanghyang |
Rencana terkakhir adalah pantai Pangandaran! Kami berangkat bersama-sama ke pantai itu. Jalanan agak penuh hingga Cikembulan jalanan penuh sekali dengan kendaraan. Astaga macet total lebih dari lima kilometer! Informasi dari Google maps pun menunjukan tanda merah (garis merah) sebagai tanda macet. Kemacetan semakin memanjang hingga ke Kalipucang. Ya Tuhan kemacetan lebih dari 20 Km, beruntung kami menggunakan sepeda motor yang bisa masuk ke sela-sela deretan mobil yang mengantre.
Terlepas dari kemacetan parah antara Cikembulan sampai Kalipucang, kami juga masih bergelut dengan volume kendaraan yang penuh antara Padaherang sampai Kertahayu. Bersyukur jam delapan malam kami tiba di rumah. Sepupu saya yang menggunakan mobil pribadi pulang dari Pangandaran jam 12 siang sampai rumah (Pamarican) jam 1 dini hari. Kasian.
Berikut detil rincian biaya yang saya keluarkan saat kamping di Batukaras:
Pertamax SPBU Kertahayu Rp 20.000; Daging Ayam Rp 15.000; Cokelat Hangat Rp 3.000; Pertamax SPBU Cikembulan Rp 20.000; Numpang Masak Mie Instant Dan Kerupuk Rp 10.000; Air Mineral Aqua dari Indomaret Rp 3.500 dan total semuanya Rp 71.500 Cukup murah bukan?!
Pertamax SPBU Kertahayu Rp 20.000; Daging Ayam Rp 15.000; Cokelat Hangat Rp 3.000; Pertamax SPBU Cikembulan Rp 20.000; Numpang Masak Mie Instant Dan Kerupuk Rp 10.000; Air Mineral Aqua dari Indomaret Rp 3.500 dan total semuanya Rp 71.500 Cukup murah bukan?!
Komentar