Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Makna Selamatan Kematian (Kaulan)

Waktu sembahyang Subuh tinggal menanti satu bedug lagi. Mata Ki Bodin tampak mulai bergelayut. Maka Cebolang mencoba mengusir kantuk sang penjaga masjid itu dengan mengajaknya berbincang, "Kangmas Bodin, saya ingin tahu. Pada umumnya orang yang meninggal itu didoakan dengan selamatan. Saya belum tahu maksudnya, apakah ini sudah menjadi adat kemufakatan ataukah ada tuntunannya?"

Ki Bodin mulai terbuka lebar matanya, lalu menjawab, "Kanjeng Kiai pernah memerintahkan kepada saya: 'Hai Bodin, karena kamu ini sudah termasuk golongan kaum, sering diundang dalam acara selamatan, diminta memberi doa dalam segala macam kenduri, mendoakan arwah dan selamatan, lantas jika ada yang bertanya tentang tata-cara bagi orang yang sudah meninggal dunia sampai peringatan seribu harinya, bagaimana jawabanmu?'

"Saya pun menjawab sebisanya. Kanjeng Pangeran malah tertawa mendengar jawaban saya itu, lantas berkata: 'Hai Bodin, kamu harus tahu, kalau ditanya seperti itu maka jawabannya demikian. Menurut Kitab Tanajultarki (Tanazzul Taraqqi, menurun dan mendaki), asal mula selamatan surtanah bagi orang yang meninggal itu, bermula dari menempatkan jisimnya pada kain kafan serta menggusur tanahnya. Maksudnya, yang semula berada di alam sahir (saghir, kecil) sekarang sudah pindah ke alam kabir (kabiir, besar), yang abadi keadaannya, atau telah kembali ke asalnya.

"Orang meninggal itu diperingati pada hari ke-3. Itu dimaksudkan untuk menyempurnakan empat macam anasir (unsur- unsur), yaitu tanah, air, api, dan angin. Selamatan 7 hari dimaksudkan untuk menyempurnakan kulit dan bulu. Selamatan 40 hari itu adalah untuk menyempurnakan bawaan dari pihak ayah dan ibu, yakni yang berwujud darah, sumsum, daging, isi perut, kuku, rambut, tulang, dan kedelapan otot. Selamatan 100 hari adalah untuk menyempurnakan sifat badan wadag (jasmani). Selamatan pendhak sapisan atau 1 tahun adalah untuk menyempurnakan kulit, daging, dan isi perut. Selamatan pendhak kapindho atau 2 tahun adalah untuk menyempurnakan keadaan semuanya. yakni kulit, darah, dan sebagainya, hingga tinggal menyisakan tulang. Dan selamatan 1.000 hari itu adalah selamatan yang terakhir, yakni untuk menyempurnakan segala bau dan rahsa. Pada selamatan 1.000 hari itulah hilang bau dan rasanya, keris yang dipisahkan dari sarungnya. Tak ada keris yang masuk ke dalam sarungan, tapi sarungan yang memasuki keris."

"Begitulah apa yang pernah saya terima dari Kanjeng Pangeran Tembayat. Adapun mengenai Kitab Tanajulturki itu dikenal juga dengan nama Kitab Adam Sarpin. Namun demikian selama ini belum ada yang pernah menanyakannya ke padaku, baru engkau saja, Dimas Cebolang. Wah, rasanya sekarang sudah masanya memukul bedug."

Kutipan teks di atas merupakan bagian dari naskah novelisasi Serat Centhini Jilid 3. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Tarawih di Masjid LDII

Sepuluh menit yang lalu, usai sudah ritus tarawih ramadan. Kali ini saya sengaja untuk beribadah di masjid yang berlabel LDII. Masjid yang menurut orang-orang "serem" mesti dipel kalau bukan anggota!.  Banyak sentimen negatif pada organisme LDII bukan saja dari kalangan agama lain ataupun dari agama Islam sendiri. Bisa jadi sentimen negatif lebih parah dari golongan Islam yang lain. Rumor-rumor yang mengerikan nan menyesatkan membuat orang mbligidig untuk sekedar sembahyang lima waktu di masjid berplang LDII.  Saya mempunyai banyak pandangan terhadap Islam dan cabang-cabangnya, tentu saja tidak mau terbawa sentimen negatif nan menyesatkan. Perlu bukti nyata! Kini bukti tersebut saya rasakan dengan bertarawih di Masjid LDII Bojongnangka, Kertahayu, Pamarican, Ciamis.  Awal memasuki kawasan masjid rasanya terintimidasi oleh perasaan sendiri yang sudah terdoktrin oleh isu-isu negatif terhadap LDII. Barang sepuluh menit berlalu tidak ada lagi perasaan yang menekan diri saya, ...