Terasa lembut pendaratan burung besi dari maskapai Air Asia mendarat selamat di bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar. Bersyukur atas semua kesempurnaan nikmat yang telah diberikanNya. Keluar dari badan burung besi tersapu oleh lembutnya angin yang berhembus dari pantai Kuta membawa wewangian khas Bali.
Disambut dengan ucapan "Om Swatiastu" yang terpampang di papan digital bandara membuat saya mensyukuri semua kesempurnaan nikmat. Berjalan santai untuk mengambil barang di claim baggage, antrian lumayan banyak ya maklumlah menjelang Hari Raya semua pulang kampung untuk bersuka cita. Tas besar dan satu set tripod kuraih dari papan berjalan itu. Tanpa menunggu lama saya keluar dari bandara menuju ke tempat mangkal Sarbagita (public bus) yang berada di terminal keberangakatan internasional. Kupikir jarak terminal keberangakatan internasional dengan terminal kedatangan domestik dekat ternyata jauh sekali. Olahraga sekalian ya.
Om Swastiastu Bali |
Berlari tepuntal - puntal mengejar bus Sarbagita yang terlihat dari tiga puluh meter dari mata saya. Ternyata saya mengejar pepesan kosong!!! Sarbagita menolak saya karena beda jurusan. Menunggu adalah keputusan mutlak until memperoleh kendaraan super murah itu. Bayangkan saja dengan Grabcar saja dari bandara ke sanur seharga 65K apalagi taxi biasa bisa 150K lebih. Sementara si super murah hanya 3500 rupiah!!! Untungkan! Sabar menunggu hingga sejam dengan keadaan dahaga dan lapar, mau beli makanan di bandara harus berfikir panjang karena duit yang tipis, sebagai penghilang jenuh dan lapar saya membuat small talk dengan turis asking Jepang. Detik demi detik terasa akrab dan hangat walaupun kadang ada kalimat bahasa Inggrisnya yang susah untuk didengarkan ya begitulah lidah Jepang saat mengucapkan bahasa Inggris.
Batrei telpon genggam sudah habis sejak small talking dengan turis Jepang itu. Kekhawatiran muncul takut Rosi tidak menjemput saya di Sanur. Malu dong jalan langsung ke tempat Rosi dan langsung minta ngekos hahaha (gengsi gedein). Sarbagita yang ditunggu telah datang dengan membawa 4 orang saja. Wah beruntung benar hari ini, dengan empat orang penumpang saya bisa tidur tenang tanpa harus berdiri untuk memberi bangku ke perempuan, lansia dan orang lemah lainnya.
Kondektur membangunkan saya dengan bahasa Jawanya yang halus "Mas wis dugi Sanur" ucapnya. Sontak saja terbangun dengan kepala yang sedikit pusing karena terlalu lelah dan kurang gula. Berjalan mencari warung makan Jawa/Banyuwangi/Minang di sepanjang jalan Tukad Bilok. Pesan satu porsi nasi pecel dengan lauk ikan laut favorite saya, nikmatnya rasanya enak luar biasa. Terima kasih atas nikmat Mu. Batrei hampir terisi 50% dalam beberapa puluh menit dan siap untuk menghubungi Rosi.
Sampai di rumah Bu Haji (ibunya Rosi) sama seperti setahun yang lalu tidak ada perubahan yang dahsyat. Keramahan Bu Haji masih sama seperti dulu hangat Dan supple. Terlalu lelah membuat saya tertidur pulas di sofa milik Bu Haji. Lebih dari dua jam tertidur tanpa mimpi dan ngiler. Uuuuh rasanya segar sekali saat bangun hanya perut terasa keroncongan lagi beruntung ada kue kelepon di depan mata, tanpa izin ke pemilik rumah saya sikat langsung. Maafkan saya Rosi, Bu Haji. Saya lapar!.
Tidak ada rencana lain sore ini selain ke pantai dan berkunjung ke ibu kos saya dahulu. Dan kini Saya mau ambil Kos seminggu lagi. Lumayan murah dengan Rp 100K sudah dapat tempat berteduh. Memang fasilitas tidak terlalu baik tapi sekedar untuk berteduh saja. Sahabat lama saya masih ingat dengan saya juga, Bu Beti namanya. Sampai sekarang masih awet muda dan masih hidup 'gotong royong' dengan si Mas asal Jember itu. Dulu hanya Bu Saja yang kos sekarang ada dua penghuni baru yakni Bu Khadijah dan sepasang sejoli dari Jember. Khusus Bu Khadijah akan saya ceritakan lebih lengkap di episode berikutnya.
Sesuai kesepakatan sore ini 'menjenguk' pantai favorite saya Sunrise Beach Sanur. Sore ini tampak ramai sekali mungkin juga orang - orang sembahyang ataupun sekedar mengisi liburan Hari Raya. Menghindari kerumunan orang, kami pindah ke ujung utara Sanur. Ombak yang lumayan besar menantang saya untuk menikmati kehangatan pelukannya. Sayang sekali Rosi enggan membasahkan tubuhnya di sore hangat ini. Tanpa bilas kami lanjutkan untuk flash city tour sekitaran Renon.
Perbedaan bahasa Bali dan bahasa Saya sehari - hari kadang membuat saya meringis seperti Coli. Kalau dalam bahasa sunda tentu saja artinya masturbasi alias onani tapi di Bali ini merupakan sebuah nama kafe yang lumayan terkenal. Coli, Cobek Bali.
Istirahat....
Komentar