Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Dalam Bali II

Pagi Di Pantai Sanur


Cerahnya hari ini tak lepas dari kebahagian semalam. Relasi keduanya begitu erat dan saling mengisi. Selepas pulang dari Bedugul, kami mendapatkan undangan yasinan empat puluh hari kematian. Undangan ini begitu istimewa bagi saya. Mungkin bagi kalian undangan yasinan empat puluh hari kematian itu sebagai undangan biasa saja tapi bagiku ini adalah sesuatu yang istimewa terlebih lagi saya memasuki komunitas Madura. Bayangkan saja saya hanya seorang yang beretnis Jawa di acara itu.

Tidak jauh berbeda ritual yasinan empat puluh hari kematian yang ada di Jawa dengan komunitas Madura ini, hanya beberapa perbedaan saja. Perbedaan hanya pada tatacara seperti makan snack di awal acara, surat Yassin tidak dibaca melainkan dilafalkan langsung, makan snack dan makan besar setelah ritual doa dan lagam doa yang berbeda. Beberapa perbedaan itulah yang membuat saya merasa bahagia.
Menikmati Pagi 

Kebahagiaan semalam tidak begitu saja memuai ke udara dan terbang tinggi tak beraturan. Kebahagiaan itu saya simpan dalam toples palung hati biar tidak mudah memuai ke udara. Pagi memang terasa pegal sekali dua kaki yang saya punya tapi apalah daya nafsu untuk menikmati pantai Sanur masih menggebu. Wajarlah saya belum pernah melihat wajah matahari yang mirip ceplok telor di pantai Sanur. Berkali - kali saya tidak mendapatkan kesempatan itu. Kurang beruntung!!

Berjalan sekitar dua - tiga kilometres untuk mencapai pantai Sanur tidak membuat saya patah semangat. Kebahagiaan memang bukan untuk dicari tapi diciptakan sendiri. Lagi - lagi saya tidak beruntung untuk mendapatkan si ceplok telor itu. Hanya kapas putih yang lembut disertai dengan garis pancar cahaya dari timur itu. Pantai Sanur dengan segudang pesona tidak akan mengecewakan saya walaupun ada sedikit kekurangan. Lebih dari tiga jam saya menggauli keindahannya.

I Komang Bagia (Pekusi) - I Wayan Marjana (Tingklik)
Hari ini memang tidak ada acara jalan - jalan jauh lagi di siang hari. Tidak ada destinasi wisata yang kami pilih saat ini, kami hanya menunggu malam untuk bertemu dan menikmati keindahan instrumen musik yang Gus Teja mainkan. Mendapatkan informasi di Instagram membuat saya mati - matian untuk hadir di acara yang Gus Teja hadiri sebagai pengisi acara.

Beberapa kendala untuk pergi ke acara Gus Teja membuat saya sedikit bersemangat untuk ke sana. Motor matik Rosi dipakai bu Haji untuk berdagang. Sempat terfikir untuk sewa motor tapi Rosi memberi solusi untuk pinjam motor ke saudaranya. Saya beruntung!!  Bermodal bensin penuh kami ke acara Ubud Trash Festival.

Sekitar empat puluh menit perjalanan dari Denpasar ke Ubud. Cukup jauh memang tapi kalau bukan karena macet bisa mencapai tiga puluh menit waktu tempuhnya. Kami berangkat tepat jam tujuh malam dan acaranya mulai jam setengah sembilan malam. Lumayan banyak waktu yang kami sisakan. Waktu sisa itu kami gunakan untuk berbelanja kaset - kaset CD Gus Teja di toko Pandawa di jalan monkey forest, Ubud.

Agus Teja Sentosa (Gus Teja)
Suasana hari raya masih terasa meriah. Setiap banjar yang saya lewati selalu ramai oleh orang - orang. Anak - anak Ubud membawa barongan keliling jalan raya dengan keriangan yang berarti. Saya pun ikut merasakan apa yang ada dalam diri mereka. Senang!!!

Sempat tersesat untuk menuju tempat Gus Teja manggung ya maklumlah saya dan Rosi bukan orang lokal yang tahu segalanya. Tersesat beberapa kali tidak memudarkan niat saya untuk jadi saksi mata keindahan instrumen musik yang dimainkan Gus Teja.

Gus Teja sudah diklaim sebagai maestro musik Bali bagi orang - orang Bali sendiri. Setiap sudut kampung saya tanya tentang Gus Teja, mereka paham dan tahu siapa itu Gus Teja. Selain dari bukti nyata itu kaset CD album - album dijual mempunyai harga yang berbeda dari karya musikus Bali lainnya. Satu album Gus Teja dihargai dengan Rp 100.000 sedangkan karya orang lain hanya dihargai hampir setengah harga kaset album Gus Teja. Jelas harga mahal menandakan betapa terkenal dan istimewa karyanya.

Ubud Trash Festival 2017
Sebelum konser dimulai kami mencari kuliner khas Bali yang panitia jajakan. Sistem pembayaran menggunakan voucher yang dibeli dengan kelipatan Rp 5000. Banyak makanan dijajakan namun banyak jenis makanan yang tidak bisa masuk perut saya. Wajarlah.

Tepat jam sembilan malam Gus Teja sudah mempersiapkan diri. Disitulah kesempatan saya untuk mendekatkan diri dengan sang idola!!! Saya berhasil mendapatkan tanda tangan dan foto bersama dia. Saya sempat malu karena menyebut Gus Teja tanpa sebutan Bli dan saya juga tidak membukakan plastik penutup kaset yang masih menempel di album sebelum dia tanda tangani. Saya merasa sedikit lebih alay di momen ini. Hahahaha.

Lost Love menjadi pembuka Gus Teja manggung di festival sampah itu. Keren sekali semua penonton duduk rapih menikmati sugguhan musik Gus Teja. Saya yang masih dirasuki Rasa alay sempat berjoget sedikit saat memotret penampilan Gus Teja di panggung.

Beberapa judul musik instrumen telah disuguhkan namun perut saya dan Rosi sedikit protes karena belum diberi haknya untuk kenyang. Kami meninggalkan Gus Teja sejenak untuk makan. Makanan yang kami incar yakni sate keong ternyata sudah habis terjual. Sayang sekali! Tak apa masih ada makanan lain yang layak dicoba.

Tuan Muda Rosi Mahendra
Masih satu saudara dengan kupat tahu, tahu masak, gado - gado ataupun ketoprak namun bagi saya ini lah yang paling nikmat. Entah jenis kacang apa yang mereka gunakan. Rosi pun menikmati dengan lahap dan dia setuju dengan saya bahwa makanan ini sangat lezat.

Seiring makanan yang saya makan habis demikian juga dengan persembahan dari Gus Teja. Lepas selesai manggung banyak fans yang lari minta foto, saya yang masih menyisakan makanan buru buru menghabiskannya untuk bertemu kembali dengan Gus Teja. Alay saya muncul dengan alami hahahaha.
Ketemu Artis!!!

Acara persembahan dari Gus Teja usai dan tidak ada kepentingan lain dari saya dan Rosi. Kami putuskan untuk pulang ke rumah. Sepanjang jalan kehangatan hari raya masih terasa walaupun saat itu hanya para lelaki saja yang masih tersisa di banjar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...