Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Hari Raya Untuk Kita I

Pagi itu surya memancarkan kecerianya yang luar biasa karena menyambut hari raya kemenangan dharma. Tak hanya surya yang tersenyum cerah semua penduduk Bali yang beragama hindu cerah ceria dalam menyambut seminggu lebih hari raya yang suci ini. Penjor (hiasan janur) berjajar rapih di pinggir jalan untuk menyambut kemenangan dharma. Dalam kepercayaan Hindu Bali, penjor adalah bentuk rasa syukur kehadirat nikmat Shang Yang Widhi Wase atau Tuhan Yang Maha Esa.

Sembahyang Pagi
Hari yang ditunggu saya tiba dengan hikmat dan istimewa saking istimewanya saya pun berbaju baru dengan warna putih sebagai perlambang kemenangan dharma yang suci. Berjalan mencari keramaian di setiap sudut Banjar ataupun Pura. Tampak semua berbaju putih untuk seorang jemaat pria dan baju warna favoritnya untuk perempuan. Yang unik dari jemaat perempuan adalah membawa sesaji yang dibawa dalam besek atau tempat sesaji berbentuk kotak atau persegi panjang dibuat dari daun lontar. Selain membawa sesaji dengan kotak ada juga perempuan yang membawa sesaji dengan susunan buah - buahan yang dibawa di atas kepala. Menarik sekali bukan?!

Setiap keluarga menpunyai Pura masing - masing jadi pagi hari saat Galungan banyak keluarga kesana kemari untuk sembahyang di Pura yang sudah dijadikanya tempat berdoa. Bahkan Ada satu keluarga yang menpunyai pura lebih dari sepuluh. Seorang ibu bercerita sedikit kepada saya dan dia berkata "saya sudah keliling untuk sembahyang sejak jam lima pagi" luar biasa sekali keimanan mereka. Hati saya saat itu sangat iri karena mereka lebih beriman walaupun prosesi sembahyang memberatkan baik ekonomi maupun waktu. Berbeda dengan keyakinan saya yang hanya bersembahyang lima kali sehari tanpa modal apapun namun terasa berat saat dilaksanakan.

Pecalang berjajar menghalang kendaraan untuk selalu tertib di depan pura mereka. Semua orang tahu bahwa pecalang lebih terhormat dan lebih dipatuhi daripada polisi. Saat umat Hindu Bali sembahyang tidak ada satupun polisi yang akan menilang mereka walaupun dalam keadaan tidak menggunakan helm. Begitu juga pada seorang muslim yang hendak solat jumat, mereka tidak akan ditilang. Agama nomor satu !!!

Semua prosesi sembahyang di hari Galungan saya saksikan dengan gembira dan hikmat. Banyak keindahan yang saya kagumi selama di Bali. Berpindah lokasi ke pantai Sanur yang cukup rame saat itu, saya pikir ramai untuk sembahyang ternyata saya salah. Hanya sedikit saja orang yang sembahyang di pantai. Keramaian itu dibuat oleh penduduk Bali yang bukan hindu yang sedang liburan dan turis interlokal dan internasional.

Puas dengan semua pengalaman yang saya dapat tentang hari Galungan kali ini saya kembali ke kosan untuk bersiap - siap plesiran dengan Rosi ke Kintamani. Membantu pekerjaan Rosi bagi saya adalah hal yang menyenangkan karena saya jarang sekali bekerja menusuk sate. Hanya beberapa jam setelah saya bergabung pekerjaan selesai, mungkin Bu Haji hanya membuat sate sekitaran 4-5 kg saja.

Tidak perlu mandi lagi saya langsung buka aplikasi peta Google untuk menuju ke Tegalalang sebagai tujuan pertama. Tidak ada kesulitan yang berat di jalanan Bali terutama menuju ke Bali utara. Jalan ke Bali utara identik dengan jalur lurus dengan sedikit persimpangan besar. Sangat sedikit jalan yang berkelok - kelok di sana beda sekali dengan kampung halamanku, Jawa Barat yang penuh dengan kelokan. Tak sampai sejam kami sudah sampai di kawasan warisan budaya dunia UNESCO, Tegalalang. Sawah terasering dengan warisan sistem irigasi yang unik membuat sawah ini terkenal di dunia. Kami sempat berfoto dan jalan langsung menuju pertengahan sawah.

Tidak ada keistimewaan yang merasuk dalam hatiku untuk jatuh cinta ke Tegalalang ini. Saya paham apa kata hati saya karena di Jawa Barat sendiri banyak sekali sawah model begini. Bahkan dekat rumah saya pun ada dan tak kalah indah karena di samping sawah terasering terdapat air terjun dan pemandian air panas. Selain menarik karena itu sistem pembajakan di tempat saya masih menggunakan kerbau. Anda bisa bayangkan keindahannya kan?!. Dari alasan itu kami tidak lama berada di Tegalalang. Lima belas menit cukup!!!

Lanskap Gunung Batur
Jauh menuju ke utara sekitar tiga puluh menit perjalanan dengan kecepatan lumayan tinggi, kami sudah mencapai kawasan pemandangan gungung Batur yang begitu mempesona terlebih lagi danau Batur yang menyegarkan. Sungguh menakjubkan. Istirahat untuk menikmati kuliner khas Bali yakni lumpia dengan saus kacang yang enak dan kupat tahu khas Bali yang tak jauh beda rasanya dengan yang ada di Jawa. Parkir di bahu jalan dekat kawasan pemandangan hanya ditarif seribu rupiah saja. Banyak wisatawan menikmati pemandangan yang luar biasa ini.

Rasa kekaguman yang tinggi membuat kami ingin pergi menjumpai sang 'gadis cantik' danau Batur. Tidak ada tiket khusus untuk memasuki wilayah danau Batur dan kawasan geopark gunung Batur. Gersang seperti musim gugur untuk menyamakan keadaan hutan di sekitar gunung Batur. Indah sekali. Maju lagi ke arah utara, kami disajikan pemandangan savanna dan bentangan danau Batur yang indah. Di sisi timur nampak kegagahan gunung Agung yang memang sedang sedikit marah.

Waktu memang tidak bisa diperpanjang ataupun diperpendek, kekekalan waktu yang abadi dan setiap mahluk menpunyai rentang waktu yang sama yakni 24 jam dalam sehari. Mentari mulai sedikit dingin pertanda sudah tergelincir ke arah barat dimana dia mulai tidur dalam rumahnya di Barat sana. Sepanjang perjalanan kami menemukan kemeriahan hari raya yang sakral mulai dari iring - iringan barong, adu ayam, panggung sandiwara di banjar - banjar, dan kemeriahan kentongan yang mereka bunyikan.

Hari Raya memang benar - benar ramai terutama di kampung dan ini adalah fakta !! Sampai jam sembilan malam pun orang - orang masih berdatangan ke Pura maupun banjar. Selain itu jalan raya semua penuh dengan kendaraan yang hendak mengunjungi sanak saudara dan kerabat untuk silaturahmi.

Roda sepeda motor mulai menggelinding cepat masuk ke wilayah kekuasan kota Denpasar yang kini sedikit 'lesu' karena ditinggal penduduknya untuk hari raya. Keneningan Denpasar membuat saya jatuh terbawa arus mimpi.
Berlanjut.......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d