Pagi itu surya memancarkan kecerianya yang luar biasa karena menyambut hari raya kemenangan dharma. Tak hanya surya yang tersenyum cerah semua penduduk Bali yang beragama hindu cerah ceria dalam menyambut seminggu lebih hari raya yang suci ini. Penjor (hiasan janur) berjajar rapih di pinggir jalan untuk menyambut kemenangan dharma. Dalam kepercayaan Hindu Bali, penjor adalah bentuk rasa syukur kehadirat nikmat Shang Yang Widhi Wase atau Tuhan Yang Maha Esa.
Sembahyang Pagi |
Hari yang ditunggu saya tiba dengan hikmat dan istimewa saking istimewanya saya pun berbaju baru dengan warna putih sebagai perlambang kemenangan dharma yang suci. Berjalan mencari keramaian di setiap sudut Banjar ataupun Pura. Tampak semua berbaju putih untuk seorang jemaat pria dan baju warna favoritnya untuk perempuan. Yang unik dari jemaat perempuan adalah membawa sesaji yang dibawa dalam besek atau tempat sesaji berbentuk kotak atau persegi panjang dibuat dari daun lontar. Selain membawa sesaji dengan kotak ada juga perempuan yang membawa sesaji dengan susunan buah - buahan yang dibawa di atas kepala. Menarik sekali bukan?!
Setiap keluarga menpunyai Pura masing - masing jadi pagi hari saat Galungan banyak keluarga kesana kemari untuk sembahyang di Pura yang sudah dijadikanya tempat berdoa. Bahkan Ada satu keluarga yang menpunyai pura lebih dari sepuluh. Seorang ibu bercerita sedikit kepada saya dan dia berkata "saya sudah keliling untuk sembahyang sejak jam lima pagi" luar biasa sekali keimanan mereka. Hati saya saat itu sangat iri karena mereka lebih beriman walaupun prosesi sembahyang memberatkan baik ekonomi maupun waktu. Berbeda dengan keyakinan saya yang hanya bersembahyang lima kali sehari tanpa modal apapun namun terasa berat saat dilaksanakan.
Pecalang berjajar menghalang kendaraan untuk selalu tertib di depan pura mereka. Semua orang tahu bahwa pecalang lebih terhormat dan lebih dipatuhi daripada polisi. Saat umat Hindu Bali sembahyang tidak ada satupun polisi yang akan menilang mereka walaupun dalam keadaan tidak menggunakan helm. Begitu juga pada seorang muslim yang hendak solat jumat, mereka tidak akan ditilang. Agama nomor satu !!!
Semua prosesi sembahyang di hari Galungan saya saksikan dengan gembira dan hikmat. Banyak keindahan yang saya kagumi selama di Bali. Berpindah lokasi ke pantai Sanur yang cukup rame saat itu, saya pikir ramai untuk sembahyang ternyata saya salah. Hanya sedikit saja orang yang sembahyang di pantai. Keramaian itu dibuat oleh penduduk Bali yang bukan hindu yang sedang liburan dan turis interlokal dan internasional.
Puas dengan semua pengalaman yang saya dapat tentang hari Galungan kali ini saya kembali ke kosan untuk bersiap - siap plesiran dengan Rosi ke Kintamani. Membantu pekerjaan Rosi bagi saya adalah hal yang menyenangkan karena saya jarang sekali bekerja menusuk sate. Hanya beberapa jam setelah saya bergabung pekerjaan selesai, mungkin Bu Haji hanya membuat sate sekitaran 4-5 kg saja.
Tidak perlu mandi lagi saya langsung buka aplikasi peta Google untuk menuju ke Tegalalang sebagai tujuan pertama. Tidak ada kesulitan yang berat di jalanan Bali terutama menuju ke Bali utara. Jalan ke Bali utara identik dengan jalur lurus dengan sedikit persimpangan besar. Sangat sedikit jalan yang berkelok - kelok di sana beda sekali dengan kampung halamanku, Jawa Barat yang penuh dengan kelokan. Tak sampai sejam kami sudah sampai di kawasan warisan budaya dunia UNESCO, Tegalalang. Sawah terasering dengan warisan sistem irigasi yang unik membuat sawah ini terkenal di dunia. Kami sempat berfoto dan jalan langsung menuju pertengahan sawah.
Tidak ada keistimewaan yang merasuk dalam hatiku untuk jatuh cinta ke Tegalalang ini. Saya paham apa kata hati saya karena di Jawa Barat sendiri banyak sekali sawah model begini. Bahkan dekat rumah saya pun ada dan tak kalah indah karena di samping sawah terasering terdapat air terjun dan pemandian air panas. Selain menarik karena itu sistem pembajakan di tempat saya masih menggunakan kerbau. Anda bisa bayangkan keindahannya kan?!. Dari alasan itu kami tidak lama berada di Tegalalang. Lima belas menit cukup!!!
Lanskap Gunung Batur |
Jauh menuju ke utara sekitar tiga puluh menit perjalanan dengan kecepatan lumayan tinggi, kami sudah mencapai kawasan pemandangan gungung Batur yang begitu mempesona terlebih lagi danau Batur yang menyegarkan. Sungguh menakjubkan. Istirahat untuk menikmati kuliner khas Bali yakni lumpia dengan saus kacang yang enak dan kupat tahu khas Bali yang tak jauh beda rasanya dengan yang ada di Jawa. Parkir di bahu jalan dekat kawasan pemandangan hanya ditarif seribu rupiah saja. Banyak wisatawan menikmati pemandangan yang luar biasa ini.
Rasa kekaguman yang tinggi membuat kami ingin pergi menjumpai sang 'gadis cantik' danau Batur. Tidak ada tiket khusus untuk memasuki wilayah danau Batur dan kawasan geopark gunung Batur. Gersang seperti musim gugur untuk menyamakan keadaan hutan di sekitar gunung Batur. Indah sekali. Maju lagi ke arah utara, kami disajikan pemandangan savanna dan bentangan danau Batur yang indah. Di sisi timur nampak kegagahan gunung Agung yang memang sedang sedikit marah.
Waktu memang tidak bisa diperpanjang ataupun diperpendek, kekekalan waktu yang abadi dan setiap mahluk menpunyai rentang waktu yang sama yakni 24 jam dalam sehari. Mentari mulai sedikit dingin pertanda sudah tergelincir ke arah barat dimana dia mulai tidur dalam rumahnya di Barat sana. Sepanjang perjalanan kami menemukan kemeriahan hari raya yang sakral mulai dari iring - iringan barong, adu ayam, panggung sandiwara di banjar - banjar, dan kemeriahan kentongan yang mereka bunyikan.
Hari Raya memang benar - benar ramai terutama di kampung dan ini adalah fakta !! Sampai jam sembilan malam pun orang - orang masih berdatangan ke Pura maupun banjar. Selain itu jalan raya semua penuh dengan kendaraan yang hendak mengunjungi sanak saudara dan kerabat untuk silaturahmi.
Roda sepeda motor mulai menggelinding cepat masuk ke wilayah kekuasan kota Denpasar yang kini sedikit 'lesu' karena ditinggal penduduknya untuk hari raya. Keneningan Denpasar membuat saya jatuh terbawa arus mimpi.
Berlanjut.......
Komentar